Pertentangan Hegel dan Marx13 min read

Georg Wilhelm Friedrich Hegel dan Karl Marx adalah dua tokoh filsafat Jerman yang sangat berpengaruh di abad ke-19 dan sering kali dibahas bersamaan karena hubungan intelektual antara keduanya. Hegel, yang ide-idenya mendominasi banyak diskusi filosofis di zamannya, memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pemikiran awal Marx. Keduanya mempelajari dan menyusun teori mengenai dinamika yang mendasari perjalanan sejarah manusia.

Pada mulanya, Marx dikenal sebagai pengikut Hegel, namun seiring waktu, ia mulai mengembangkan teori yang pada akhirnya berbeda secara fundamental dari guru besarnya itu. Meskipun Marx mengambil inspirasi dari Hegel, ia membalikkan kerangka dialektikal Hegel. Dalam pemikiran Hegel, dialektika merupakan proses evolusi ide-ide, yang bergerak melalui kontradiksi dan sintesis menuju suatu bentuk kesadaran yang lebih tinggi. Sebaliknya, Marx mengadaptasi konsep dialektika ini ke dalam analisis materialistis, menekankan bukan pada evolusi ide, tetapi pada konflik material antara kelas-kelas sosial yang menggerakkan perubahan sosial dan sejarah.

Hegel dan Marx: Dua Sisi Mata Uang?

Banyak orang yang telah mempelajari Marxisme mungkin telah menemukan frasa populer: “Marx membalikkan filsafat Hegel menjadi benar.” Frasa ini sering muncul dalam diskusi tentang pendekatan Marx terhadap konsep-konsep Hegel, yang ia adopsi tetapi transformasikan dalam kerangka materialisme. Meskipun frase ini terdengar sederhana, ada beberapa unsur kebenaran di dalamnya. Sebagai seorang pemuda, Marx memang terpengaruh oleh Hegel dan merupakan bagian dari kelompok Young Hegelians yang berusaha mengkritik dan melanjutkan pekerjaan Hegel.

Friedrich Hegel bersama muridnya, oleh Franz Kugler, 1828, melalui Wikimedia Commons

Ketika kita mempertanyakan, “Apakah Marx benar-benar membalikkan filsafat Hegel?”, kita memasuki diskusi tentang bagaimana Marx tidak hanya menolak sepenuhnya idealisme Hegel tetapi menggunakan struktur dialektikal Hegel sebagai fondasi untuk teorinya sendiri, yang dikenal sebagai materialisme dialektikal. Dalam konteks ini, Marx menganggap filsafat Hegel sebagai terbalik karena Hegel menempatkan ide-ide sebagai dasar realitas, sedangkan Marx menekankan pada kondisi material dan ekonomi sebagai dasar perubahan sosial dan sejarah.

Untuk menjawab pertanyaan tentang apakah kritik Marx terhadap Hegel beralasan, kita perlu memahami bahwa kritik Marx adalah respons terhadap apa yang dia lihat sebagai keterbatasan dalam pemikiran Hegel, khususnya pendekatannya yang idealis. Marx berargumen bahwa Hegel mengabaikan bagaimana kondisi material dan kekuatan ekonomi mempengaruhi struktur sosial dan perubahan historis. Dalam pemikiran Marx, perubahan sejarah didorong oleh konflik antara kelas, bukan hanya oleh evolusi ide.

Meskipun ada perbedaan mendasar ini, koneksi Hegelian tetap ada dalam karya Marx. Keduanya berbagi keyakinan bahwa sejarah bergerak melalui pola perkembangan tertentu dan bahwa pemahaman tentang proses ini penting untuk memahami masyarakat modern. Mereka juga berbagi tujuan akhir kebebasan manusia, meskipun definisi dan jalannya menuju kebebasan itu sangat berbeda. Hegel melihat perkembangan historis sebagai proses organik yang tak terhindarkan, sedangkan Marx melihatnya sebagai proses yang dapat dipengaruhi dan diubah melalui aksi dan kebijakan yang sadar.

Melalui artikel ini, kita melihat bagaimana interaksi antara idealisme Hegel dan materialisme Marx tidak hanya mengilustrasikan perdebatan antara dua filsuf tetapi juga menyoroti bagaimana ide dapat diwarisi dan diubah dalam konteks sejarah yang berbeda. Mereka berdua menggunakan metode dialektika, tetapi dengan cara yang terbalik: Hegel dari ide ke realitas, dan Marx dari realitas material ke ideologi. Kesamaan dan perbedaan ini membantu kita memahami lebih dalam bagaimana teori-teori mereka mencoba menjawab pertanyaan besar tentang masyarakat, sejarah, dan kemajuan manusia.

Hegel dan Marx tentang Peran Filsafat

Topik luas yang dibahas Marx mengenai Hegel terkait dengan diskusi meta tentang peran filsafat. Keduanya memiliki pandangan yang sangat berbeda tentang bagaimana filsafat harus berinteraksi dengan dunia, yang memungkinkan kita untuk memahami lebih dalam perbedaan antara ideologi mereka.

Halaman sampul Fenomenologi Roh, 1832, melalui Bayerische Staatsbibliothek

Hegel, seorang idealis, berpendapat bahwa realitas terbentuk oleh ide dan pemahaman kita tentang dunia. Ia mengemukakan pandangan ini dalam bukunya “Elemen Filsafat Hak,” dengan mengatakan, “Filsafat adalah zamannya sendiri yang dipahami dalam pikiran.” Menurut Hegel, ini berarti bahwa filsafat merupakan refleksi dari kondisi sosial dan historis dari zaman itu. Ia berpendapat bahwa kita tidak bisa melarikan diri dari pembatasan zaman kita sendiri untuk melihat dunia dari perspektif yang sepenuhnya objektif. Oleh karena itu, pemahaman kita, termasuk filsafat, terikat pada konteks sejarahnya.

Hegel menganggap tugas filsafat adalah untuk memahami dan menjelaskan konsep-konsep yang mendasari zamannya, namun menurutnya, filsafat tidak bisa digunakan untuk memprediksi masa depan. Pendekatan ini memperkuat ide tentang hubungan objek-subjek, di mana subjek (manusia dan pikiran mereka) tidak bisa sepenuhnya memisahkan diri dari objek (dunia dan realitas yang mereka alami).

Di sisi lain, Marx, seorang materialis, memiliki pandangan yang berbeda tentang peran filsafat. Dia terkenal dengan pernyataannya dari “Tesis tentang Feuerbach” yang mengatakan, “Para filsuf hingga saat ini hanya menginterpretasikan dunia dengan berbagai cara; yang penting adalah mengubahnya.” Bagi Marx, filsafat tidak hanya harus menjelaskan dunia tetapi juga harus aktif dalam mengubah kondisi material yang menyebabkan masalah sosial, seperti eksploitasi dan ketidaksetaraan.

Marx mengkritik Hegel karena pendekatannya yang dia anggap pasif—memahami tanpa berupaya mengubah. Dalam pandangan Marx, ide-ide yang kita bentuk sangat dipengaruhi oleh kondisi material, termasuk ekonomi dan hubungan produksi. Ini menciptakan “superstruktur” seperti budaya, ilmu pengetahuan, ideologi, agama, dan politik. Menurut Marx, perubahan sosial yang nyata memerlukan perubahan di tingkat material dan ekonomi, bukan hanya perubahan ide atau pemikiran.

Diskusi ini menunjukkan betapa mendalamnya perbedaan antara Hegel dan Marx dalam memandang apa yang bisa dan harus dilakukan oleh filsafat. Sementara Hegel melihat filsafat sebagai alat pemahaman, Marx melihatnya sebagai alat perubahan, menyoroti pentingnya kondisi material dalam membentuk masyarakat. Kontras ini memberikan wawasan berharga tentang bagaimana dua filsuf besar ini memandang peran filsafat dalam masyarakat dan sejarah.

Dialektika Hegelian

Memahami dialektika merupakan kunci utama untuk mengetahui mengapa dua pemikir, Hegel dan Marx, mengambil arah yang berbeda meskipun menggunakan metode yang serupa. Dialektika, dalam konteks filosofis, adalah suatu metode untuk mengeksplorasi dan memahami kontradiksi dalam konsep atau ide. Metode ini memiliki akar yang panjang dalam sejarah pemikiran Barat, kembali ke dialog Socratic dalam karya-karya Plato, seperti “Euthyphro”. Dalam dialog-dialog tersebut, Socrates seringkali berdebat dengan lawan bicaranya untuk mengklarifikasi definisi atau mengatasi kontradiksi melalui tanya jawab yang mendalam.

Georg Wilhelm Friedrich Hegel oleh Jakob Schlesinger, 1831, melalui Museum Negara Berlin

Dalam konteks Hegel, dialektika dikembangkan menjadi apa yang disebut metode spekulatif atau proses konseptual/logis. Berbeda dengan dialog antar manusia, dialektika Hegelian mengikuti skema triadik yang membantu menyelesaikan kontradiksi internal dari sebuah konsep. Meskipun sering disalahpahami dengan formula tesis-antitesis-sintesis yang populer, sebenarnya Hegel tidak pernah menggunakan terminologi ini. Konsep ini sebenarnya berasal dari Johann Gottlieb Fichte, salah satu pendahulu Hegel.

Hegel sendiri menggunakan skema abstrak-negatif-konkret. Menurut skema ini, setiap tesis memiliki kekurangan atau kelemahan yang membuatnya terlalu abstrak dan perlu mengalami serangkaian penolakan atau kegagalan, yang disebut proses negatif. Melalui proses ini, sebuah sintesis atau tahap konkret dapat dicapai, di mana pemahaman lengkap dapat terbentuk dengan mengintegrasikan aspek positif dari yang abstrak dan yang negatif.

Sebagai contoh konkret dari penggunaan dialektika dalam pemikiran Hegel, kita bisa melihat pada teori kontrak sosial. Teori ini secara sederhana dimulai dengan keadaan alam, sebuah tahap di mana tidak ada hukum dan setiap orang bebas melakukan apa yang diinginkan. Ini merupakan momen abstrak dalam pemikiran Hegelian, dimana ada kebebasan positif untuk bertindak tetapi tidak ada kebebasan negatif dari gangguan. Kemudian, sebagai respons terhadap kekacauan yang timbul, orang-orang setuju untuk membentuk sebuah pemerintahan otoritatif, yang menjadi momen negatif: Ini mencoba menyelesaikan kontradiksi internal dari keadaan alam dengan memberikan perlindungan, namun pada saat yang sama menciptakan bentuk dominasi baru. Akhirnya, tahap konkret muncul dalam bentuk negara modern, yang mencoba memadukan kebebasan bertindak dengan kebebasan dari gangguan, mencapai bentuk kesatuan dari kedua tahapan sebelumnya.

Diagram contoh utama dialektika Hegel: Menjadi-Tidak Ada-Menjadi, melalui Stanford Encyclopedia of Philosophy

Pemahaman tentang dialektika ini memungkinkan kita melihat bagaimana Hegel dan Marx, meskipun berangkat dari premis yang serupa, dapat mengambil arah yang sangat berbeda dalam memahami dan merespons realitas sosial dan historis. Dengan mengikuti metode ini, Hegel cenderung menekankan pada evolusi ide, sedangkan Marx lebih fokus pada konflik material yang mendasari perubahan sosial.

Dialektika Marxian

Sementara Marx mengakui kekuatan dialektika Hegel dalam memahami kontradiksi ideologis, ia berpendapat bahwa pendekatan tersebut harus lebih diarahkan kepada realitas material. Marx menyatakan bahwa dialektika Hegel seakan-akan “berdiri di atas kepalanya” dan perlu “dibalikkan kembali dengan benar” untuk menerapkannya pada kondisi material manusia. Menurut Marx, dialektika tidak hanya harus berfokus pada konflik ide tetapi juga pada konflik material yang lebih substantif, sebab inilah yang sebenarnya membentuk sejarah dan kesadaran manusia.

Potret Karl Marx oleh John Jabez Edwin Mayal, 1875, melalui Wikimedia Commons

Konsep dialektika Marxian ini tercermin dalam pemahamannya tentang materialisme sejarah, yang secara ringkas ia uraikan dalam pengantarnya untuk “A Contribution to the Critique of Political Economy”. Marx menjelaskan bagaimana setiap individu menemukan dirinya dalam hubungan sosial yang sudah ada sebelumnya, yang sebagian besar dibentuk oleh struktur ekonomi masyarakat tersebut. Bagi Marx, struktur ekonomi—meliputi mode dan hubungan produksi—merupakan dasar yang membentuk kesadaran sosial dan mendorong perubahan sosial.

Marx menggambarkan bagaimana struktur ekonomi dapat berubah melalui revolusi yang dipicu oleh kontradiksi antara kelas-kelas sosial. Ia menjelaskan bahwa pada suatu titik, kekuatan produktif material masyarakat akan bertentangan dengan hubungan produksi yang ada. Ketika kontradiksi ini mencapai titik kritis, akan terjadi “era revolusi sosial”. Perubahan dalam fondasi ekonomi ini pada akhirnya menyebabkan transformasi besar-besaran dalam superstruktur masyarakat, yang mencakup budaya, politik, hukum, dan ideologi.

Untuk menjelaskan ini dengan lebih sederhana melalui narasi historis, Marx menyebutkan bagaimana masyarakat primitif berkembang menjadi negara budak, yang kemudian berubah menjadi masyarakat feodal, dan akhirnya bertransformasi menjadi negara kapitalis. Kontradiksi dalam masing-masing bentuk masyarakat ini—yang sebagian besar berakar pada konflik kelas—menyebabkan perubahan dalam organisasi hubungan ekonomi.

Melalui Manifesto Komunis yang ia tulis bersama Engels pada tahun 1848, Marx menekankan bahwa “Sejarah semua masyarakat yang ada hingga saat ini adalah sejarah perjuangan kelas.” Dengan demikian, dalam konteks masyarakat kapitalis tempat Marx hidup, ia memprediksi bahwa kelas pekerja atau proletariat pada akhirnya akan menggulingkan negara kapitalis. Hal ini akan membuka jalan bagi pembentukan masyarakat komunis, yang Marx anggap sebagai tahap akhir dalam evolusi sosioekonomi manusia, di mana kontradiksi kelas akan terselesaikan dan masyarakat akan mencapai keharmonisan tanpa kelas.

Kritik Marx terhadap Idealisme Hegel

Dalam kata pengantar untuk *Kapital: Volume I*, Marx memberikan penjelasan mendalam tentang perbedaan mendasar antara metode dialektikanya dan metode Hegel, mengklaim bahwa pendekatannya secara radikal berlawanan dengan pendekatan Hegel. Marx menegaskan bahwa, berbeda dengan Hegel yang memandang proses berpikir—yang ia personifikasikan dalam ‘Idea’—sebagai pencipta utama dari dunia nyata, ia sendiri melihat dunia nyata sebagai sumber dari semua konsep dan ide yang direfleksikan dalam pikiran manusia.

Halaman sampul Das Kapital, 1867, melalui Wikimedia Commons

Marx mengkritik Hegel karena menganggap bahwa proses kehidupan otak manusia, atau proses berpikir, bertindak sebagai demiurgos (pencipta atau pengrajin) dari dunia nyata. Menurut Marx, Hegel melihat dunia material hanya sebagai perwujudan fenomenal eksternal dari ‘Idea’. Sebaliknya, Marx berpendapat bahwa ‘ideal’ hanyalah refleksi dari dunia material yang diolah oleh pikiran manusia menjadi bentuk pemikiran, yang menekankan pada materialisme daripada idealisme.

Salah paham yang Marx tunjukkan terhadap Hegel sering kali menjadi topik perdebatan di kalangan sarjana. Beberapa sarjana berpendapat bahwa Marx mungkin telah salah dalam memahami atau menggambarkan secara akurat pandangan Hegel. Dalam konteks filsafat Hegel, tidak ada pemisahan tegas antara zat mental dan material seperti yang digambarkan oleh dualisme Cartesian. Sebaliknya, Hegel memandang subjek dan objek sebagai satu kesatuan yang terintegrasi dalam proses pengetahuan, menunjukkan bahwa pengetahuan manusia selalu bersifat sosial dan terikat dalam realitas yang lebih luas.

Hegel tidak mereduksi semua realitas menjadi ide semata; sebaliknya, ia mengeksplorasi bagaimana ide dan realitas saling berinteraksi dalam proses dialektikal. Hegel lebih berfokus pada bagaimana realitas eksternal dan pemahaman subjektif kita tentang realitas tersebut saling mempengaruhi dalam sebuah proses evolusi pengetahuan yang tak henti-hentinya.

Marx, melalui kritiknya, berusaha menunjukkan bahwa pendekatan Hegelian, dalam pandangannya, terlalu memprioritaskan aspek ideal daripada realitas material yang konkret. Ini membawanya untuk mengembangkan teori materialisme historis, yang menekankan bahwa kondisi material dan ekonomi adalah yang membentuk struktur sosial, politik, dan ideologi.

Kesimpulannya, Marx berusaha untuk mengoreksi apa yang dia anggap sebagai kelemahan dalam idealisme Hegel dengan membalikkan fokus dari ide ke kondisi material sebagai basis dari semua analisis historis dan sosial. Ini merupakan langkah penting dalam evolusi pemikiran Marx dan membedakan dia dari Hegel dalam cara yang fundamental, sekaligus memberikan dasar untuk teori kritik sosialnya yang kemudian.

Sejarah dan Hambatan untuk Kebebasan Manusia

Hegel memandang sejarah sebagai proses yang dapat dipahami dan yang bergerak menuju kebebasan manusia. Bagi Hegel, setiap langkah dalam sejarah melibatkan evolusi konsep-konsep yang mendasari masyarakat kita, menjadi lebih rasional melalui penyelesaian kontradiksi-kontradiksi yang ada. Ini adalah lensa yang dia gunakan untuk memahami peristiwa besar seperti Revolusi Perancis, dilihat melalui prinsip kebebasan kontemporer kita.

Kebebasan Memimpin Rakyat oleh Eugene Delacroix, 1830, melalui Louvre.

Menurut Hegel, filsafat tidak semata-mata mencari apa yang seharusnya terjadi, tetapi lebih pada memahami apa yang memang terjadi melalui penggunaan konsep. Dalam karyanya *Elemen Filsafat Hak*, Hegel mengeksplorasi ide bahwa kebebasan hanya dapat dicapai melalui partisipasi aktif dalam kehidupan sosial negara modern. Hal ini meliputi interaksi dalam kehidupan keluarga, tanggung jawab moral, dinamika kepemilikan, ekonomi, dan sistem hukum. Bagi Hegel, kebebasan adalah proses yang terjadi secara internal dan subjektif, di mana penghalang utama adalah pemahaman kita tentang kehidupan sosial dan peran kita di dalamnya, bukan secara langsung mengubah dunia.

Hegel tidak menganggap negara-negara modern di zamannya sebagai manifestasi sempurna dari negara. Namun, ia percaya bahwa negara modern ideal—yang mampu memanfaatkan dialektika sejarah—dapat perlahan-lahan mencapai kondisi kebebasan absolut. Oleh karena itu, menurut Hegel, tugas individu adalah untuk memahami dan berpartisipasi dalam tatanan sosial yang ada.

Di lain pihak, Marx memandang hambatan terhadap kebebasan sebagai sesuatu yang bersifat objektif. Ia berpendapat bahwa kondisi material dunia harus diubah untuk menciptakan kemungkinan kebebasan yang sebenarnya. Karena Marx melihat struktur sosial, budaya, dan ideologi masyarakat sebagai refleksi dari hubungan produksi ekonomi, ia percaya bahwa tindakan revolusioner adalah perlu. Ini merupakan perbedaan utama dari Hegel; Marx tidak hanya melihat filsafat sebagai cara untuk memahami dunia, tetapi juga sebagai alat untuk mengubahnya secara radikal.

Marx lebih jauh lagi dengan menyatakan bahwa filsafat harus memiliki misi revolusioner. Berbeda dengan Hegel, yang tidak menganggap mungkin untuk mengetahui tahapan berikutnya dalam sejarah atau apakah sejarah akan pernah berakhir, Marx meyakini bahwa sosialisme dan komunisme adalah langkah sejarah berikutnya yang harus diambil, jika prasyaratnya dipenuhi. Ini didasarkan pada analisis Marx terhadap pola sejarah masa lalu, yang menurutnya mengarah pada kesimpulan tersebut.

Kedua pemikir ini menawarkan pandangan yang sangat berbeda tentang peran filsafat dan sejarah dalam mencapai kebebasan, dengan Hegel menekankan pada pemahaman dan partisipasi dalam struktur yang ada, sementara Marx mengadvokasi transformasi radikal melalui tindakan revolusioner.

Mendamaikan Hegel dan Marx dalam Dialektika

Pengaruh Hegel terhadap Marx memang signifikan, terutama dalam metode analisis yang digunakan oleh Marx. Kedua filsuf ini memang menggunakan skema dialektika, meskipun dengan tujuan dan fokus yang berbeda. Hegel, dalam *Fenomenologi Roh*, menggambarkan tiga tahapan dialektika sebagai “kesatuan, lawan yang terpisah, reunian.” Tahap ini melukiskan proses di mana dua entitas atau konsep awalnya bersatu dalam keadaan primitif atau tidak sadar, kemudian berpisah, dan akhirnya bersatu kembali dengan pengakuan terhadap perbedaan yang muncul pada tahap kedua.

Halaman sampul Elemen Filsafat Hak, 1821, melalui Bayerische Staatsbibliothek

Marx mengadopsi kerangka dialektika ini tetapi memodifikasinya dengan menerapkannya pada analisis kondisi material. Dalam karyanya, Marx menjelajahi bagaimana pekerja berinteraksi dengan pekerjaan mereka dalam berbagai tahapan sosioekonomi, mulai dari masyarakat primitif, melalui kapitalisme, hingga komunisme yang diidealkannya. Contoh lain dari penerapan kerangka ini adalah teori Hegel tentang negara modern, yang dijelaskan melalui tiga bidang kehidupan etis: keluarga, masyarakat sipil, dan negara. Setiap bidang ini menggambarkan tahapan yang berbeda dalam pengembangan etis dan sosial individu dalam struktur negara.

Namun, meskipun kedua filsuf ini menggunakan metode yang serupa dalam menganalisis perubahan sosial dan historis, orientasi dasar mereka sangat berbeda. Hegel memfokuskan pada idea atau konsep sebagai motor perubahan, sementara Marx berpendapat bahwa kondisi material—bukan ide—adalah yang menggerakkan sejarah dan perubahan sosial. Ini adalah pergeseran fundamental dari idealisme Hegel ke materialisme Marx.

Pemikiran Marx yang materialistis ini telah memiliki dampak besar dan jauh lebih luas dibandingkan dengan Hegel, terutama dalam konteks sejarah dan politik dunia. Filsafat Marx tidak hanya mengubah ranah intelektual, tetapi juga membentuk revolusi sosial dan berbagai gerakan politik di seluruh dunia. Sementara Hegel lebih banyak berpengaruh dalam diskursus akademis dan intelektual, Marx mempengaruhi baik ranah intelektual maupun praktik sosial politik secara global.

Mengeja Indonesia adalah sebuah gerakan yang otonom dan nirlaba, mengangkat isu-isu fundamental bangsa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like