Strategi Revolusioner Antonio Gramsci13 min read

Gramsci dipandang banyak pihak sebagai pemikir Marxis paling penting di abad ke-20, khususnya sebagai pemikir kunci dalam perkembangan Marxisme Barat. Ia menulis lebih dari 30 buku catatan dan 3.000 halaman sejarah dan analisis selama di penjara. Tulisan-tulisan ini, yang kemudian dikenal luas sebagai Buku Catatan Penjara, berisi penelusuran Gramsci tentang sejarah dan nasionalisme Italia, selain pemikiran mengenai teori Marxis, teori kritis, dan teori pendidikan.

Strategi Pemikiran Gramsci

Luciano Pellicani menyebut pemikiran Gramsci sebagai sebuah konsep komunisme alternatif. Alasannya adalah bahwa pemikiran Gramsci tentang Marxisme sangat dekat dengan Lenin yang memulai memahami Marxisme dengan cara yang lebih interpretatif.

Dalam interpretasi Lenin, komunisme tidak harus menunggu sampai matangnya kapitalisme lalu runtuh dan lahirnya sosialisme dari keruntuhan tersebut. Imperialisme politik dan ekonomi sudah cukup untuk dijadikan alasan mentransformasi masyarakat, melalui revolusi sosial yang menghasilkan komunisme.76

Dalam karya Prison Notebooks, Gramsci menampilkan pemikiran modern klasik mengenai filsafat sosial politík; dari gaya bahasa Prison Notebooks tampak jelas bahwa Gramsci memiliki pemahaman yang berbeda dengan pemahaman konvensional tentang Marxisme. Perbedaan utama terletak pada pemahaman Gramsci tentang Marxisme sebagai strategi revolusioner yang, menurut Gramsci, lebih bersifat demokratis, damai, dan kultural untuk memenangi sesuatu melalui konsensus sosial. Pemikiran Gramsci merupakan cara Italia meretas jalan menuju sosialisme yang berbeda dengan model Revolusi Bolshevik.

Seorang Komunis Khusus

Gramsci sering kali dinamai “seorang komunis khusus”: ia adalah seorang totalitarian yang mengemukakan pandangannya mengenai strategi revolusioner sebagai masyarakat tertutup, yang tidak kenal kompromi dengan perbedaan individual tentang metode diskusi kritis dan tentang persaingan ekonomi dalam sistem pasar. Ia adalah seorang pengikut Lenin yang menekankan bahwa partai komunis merupakan kunci gerakan revolusioner; jadi ia menerapkan prinsip elitis Leninis dengan disiplin organisasi yang tersentralisasi.

Ia adalah seorang Sophokratik yang mengendalikan kelas pekerja dan masyarakat secara keseluruhan sebelum revolusi terjadi. Ia juga adalah seorang Manichean, yang berpandangan bahwa semua aktivitas akal budi bersifat relatif terhadap posisi seseorang dalam golongannya. Ia juga adalah seorang gnostik yang yakin bahwa Marxisme adalah tuntunan menuju keselamatan dan penghapusan kejahatan di atas dunia, dan bisa dijelaskan secara ilmiah.

Kritik Pellicani mengenai apa yang dikatakan Gramsci sangat berarti. Kritik Pellicani bukanlah hal baru, terutama mengenai penilaiannya terhadap pandangan Gramsci yang dinilainya dipengaruhi watak religiusnya yang fanatik, yang Pellicani namai dengan pelbagai atribut, seperti Mesianisme, Gnosis, dan Milenarianisme.

Harus dicatat bahwa Pellicani juga kritis terhadap cinta damainya Gramsci, strategi demokrasinya sendiri yang mengandaikan pengaruh Jacobinisme, atau implementasi filsafat yang menggunakan sebuah revolusi totalitarian. Isi kritik Pellicani terhadap pandangan Gramsci yang lain dapat dengan mudah ditebak; ia memformulasikan tesis-tesis kritiknya yang sesungguhnya merupakan kritik Gramsci terhadap Pellicani. Dengan kata lain, problem sebenarnya bukan bahwa kritik Pellicani itu valid atau masuk akal, tetapi apakah kritiknya terhadap Gramsci akurat atau benar.

Tentu saja sebagian kritik Pellicani adalah benar, terutama mengenai bagaimana revolusi sosial dilakukan, yakni aktivitas kultural dan politik yang menyadarkan masyarakat untuk mengambil alih kekuasaan fasis secara damai dengan mengatasi hegemoni budaya.

Komunisme Alternatif?

Akan tetapi, mungkin berlebihan untuk menilai Gramsci sebagai seorang totalitarian hanya karena referensi pandangannya tentang Marxis lebih didasarkan pada pandangan Lenin, lalu dengan mudah mengecap Gramsci sebagai seorang revisionis ajaran Marx. Alasannya, Lenin dan Gramsci memahami bahwa Marx dan Engels sudah mengatakan segalanya mengenai Marxisme, dan tidak ada yang berubah. Dengan kata lain, Lenin dan Gramsci berusaha untuk mengungkap kesejatian teori Marx, bukan mengubahnya.

Pandangan Gramsci harus dimaknai dengan mengenal tahap-tahap perkembangan pemikiran Gramsci dari periode awal pembentukannya, yang dipengaruhi Revolusi Bolshevik, keter- libatannya dalam sindikat perkumpulan buruh, keterlibatannya dalam pekerjaan buruh industri selama periode “tahun-tahun merah” Italia (1919/1920), tahap keterlibatannya dalam Partai Komunis Italia (1921-2), dalam Komunisme Internasional, sampai meninggalnya dalam tahun 1936.

Pellicani hanya melihat periode pertengahan Gramsci sehingga ia tidak memahami secara lengkap evolusi pemikiran Gramsci. Memang harus diakui bahwa penilaian Pellicani mengenai Gramsci di tahap pertengahan itu benar, tetapi tidak banyak faedahnya karena periode itu mengenai aktivitas Gramsci sebagai anggota Bolshevik yang revolusioner dan tidak menyatakan apa pun dari yang dilakukan Gramsci sebagai “komunisme alternatif”. Penilaian yang tepat mengenai Gramsci harus mengambil tahap awal dan akhir, yakni revolusi dan perubahan, lalu penilaian Pellicani sebagai tahap pertengahan yang memberi gambaran utuh mengenai siapa itu Gramsci.

Tujuan Revolusi

Pellicani membedakan revolusi dan perubahan yang ditentukan oleh tujuan yang berbeda-beda. Revolusi bertujuan menciptakan masyarakat sempurna, sedangan reformasi/perubahan bertujuan menciptakan masyarakat yang lebih baik dari sebelumnya. Secara definisi, masyarakat sempurna menyatakan esensi manusia yang benar.

Oleh sebab itu, strategi revolusi menyatakan pengetahuan (epistemologí) tentang yang baik dan yang jahat, dan dengan demikian revolusi menyatakan: (1) kebenaran esensi manusia, dan (2) cara yang sesuai, yaitu mengubah dunia. Penafsiran Pellicani memperlihatkan transkripsi sekular mengenai suatu gnotisisme apokaliptik yang sama dengan totalitarianisme.

Bagi Gramsci, kita berbeda dengan orang lain karena kita memahami hidup selalu sebagai sebuah revolusi; maka kita tidak mengklaim apa yang kita buat hari ini sebagai sesuatu yang sudah final, karena besok jalan tetap terbuka untuk perubahan yang lebih baik dan lebih harmonis. Menurut Gramsci, kita tidak pernah menjadi konservatif, sekalipun dalam rezim sosialis; kita merindukan berseminya revolusi, bukan fakta yang mekanis.

Jadi, revolusi memberdayakan kreativitas untuk mengembangkan mitos sosial yang lebih tinggi dan brilian. Pemikiran Gramsci ini didasarkan pada Revolusi Oktober di Rusia, bukan untuk menciptakan masyarakat yang sempurna, melainkan mengoreksi kesalahan dan dogma-dogma yang menyelubungi kesadaran masya- rakat sebelumnya.

Hal penting di sini bukanlah akurasi historis, tetapi konten penilaian filosofis. Apa yang Pellicani salahkan mengenai gnotisisme apokaliptik, Gramsci mempersalahkan positivisme naturalistik, tetapi keduanya tampak mempertentangkan pendekatan dogmatik dan berat sebelah mengenai perubahan sosial.

Adanya pemikiran evolutif dalam pandangan Gramsci diakui Pellicani, tetapi cenderung mengabaikan masa awal yang dinilai belum matang. Perubahan dari periode tengah komunis ke tahap matang kini mendapat perhatian dan dikukuhkan sebagai konten filosofis dari the Note Books (Prison Notebooks). Pertanyaannya, mengapa Pellicani berkonsentrasi pada masalah periode yang sama dengan Gramsci?

Ada tiga alasan yang diajukan. Pertama, perhatian intelektual Gramsci mengenai komunisme terjadi dalam masa tahanannya di penjara. Kecenderungan ini sudah menjadi mode dalam kehidupan dalam penjara. Dalam the Note Books (Prison Notebooks) Gramsci menyebut sejarah intelektual Italia, ilmu perbadingan linguistik, Pirandello, dan sastra populer.

Kemudian Gramsci memodifikasi, mengembangkan, dan menambah pada topik-topik itu dengan lebih mengutamakan penekanannya pada masalah intelektual untuk menghindari bias. Lalu Gramsci semakin tercerabut (alienasi) dari partai yang ia sendiri ikut membangun dan memimpin. Hal ini terjadi beberapa saat sebelum dia ditangkap, ketika ia dan Togliatti menunjukkan perbedaan tajam mengenai pertentangan antara Stalin dan Trotsky dalam Partai Komunis Rusia.

Kritik Faksi Minoritas Trotsky

Sebagai sekretaris Partai Komunis Italia dan atas nama politbiro, Gramsci mengirimi Togliatti di Moskwa sebuah surat sebagai wakil dalam pertemuan internasional untuk meneruskan surat itu kepada pihak-pihak yang memerlukan. Dalam surat itu, Gramsci mengkritik faksi minoritas Trotsky mengenai isu-isu substantif; ia menekankan tanggung jawab dua pihak untuk mencegah perpecahan yang menimbulkan kekerasan.

Isi surat itu mengatakan bahwa sekarang Trotsky menghancurkan dirinya sendiri dan mengeliminasi fungsi kepemimpinan partai komunis Uni Soviet yang dihasilkan oleh Lenin. Kisah kejahatan terhadap problem Rusia membuat Trotsky kehilangan problem Rusia dalam Internasional II, dan membuat Trotsky melupakan kewajibannya sebagai militan Rusia. Togliatti tidak setuju dengan isi surat Gramsci itu, maka tidak disebarkan di Internasional II, dan menulis kepada Gramsci ketidaksetujuannya atas isi surat Gramsci tersebut.

Gramsci lalu membalasnya dengan jawaban yang pahit, yang menghina surat Togliatti sebagai pandangan yang abstrak dan terlalu skematik, dan dinilainya terlalu birokratis. Karena Gramsci berada dalam kurungan penjara, perbedaan pendapat tersebut tidak bisa diselesaikan. Keterasingan Gramsci menghasilkan insiden yang lain di awal 1928 ketika ia sedang menantikan putusan hukuman atas dirinya di penjara Milan, yang diperkirakan akan dilaksanakan pada 28 Mei.

Sementara itu, pada 10 Februari, Gramsci mendapat surat dari salah satu anggota Partai Komunis Italia, Ruggero Grieco, yang diasingkan di Moskwa. Surat yang nadanya bersahabat itu dicurigai Gramsci sebagai terselubung akal bulus. Grieco juga mengirim surat yang tanpa sadar diperiksa oleh sipir penjara, karena kekebalannya sebagai anggota parlemen dinyatakan tidak berlaku, karena alasan politik yang menyangkut kepentingan negara.

Interpretasi Pellicani

Di bawah pengaruh Stalin, dalam komunis internasional, kapitalisme dan fasisme hampir hancur. Kediktatoran fasis harus digantikan secara cepat dengan kediktatoran proletariat, maka taktik untuk menyatukan front harus dilarang. Bagi Gramsci, hal itu tidak pantas untuk dilakukan karena merupakan fantasi yang dilawan dengan menulis dalam surat balasan. Di sini tampak bagi kita bahwa pandangan Gramsci dalam the Note Books berbeda dengan pandangannya dalam periode komunis, yang merupakan produk dari fase sindikat dalam tahun-tahun awal.

Kendati demikian, semua analisis tidak membuktikan secara meyakinkan, karena pada kenyataannya menyangkal bahwa perubahan intelektual pada Gramsci akan menimbulkan masalah, seakan-akan Gramsci tidak belajar dari sejarah dunia mengenai kegagalan Revolusi Bolshevik di Eropa Barat, birokratisasi Stalinis dalam Revolusi Rusia, ekspansi dan konsolidasi fasisme, fleksibilitas kapitalisme untuk bertahan dalam tekanan yang luar biasa, dan subordinasi komunisme internasional pada Uni Soviet.

Hal yang ironis ialah penjara memberi kebebasan dan keamanan bagi Gramsci untuk menginterpretasi peristiwa-peristiwa di atas menurut caranya yang orisinal ketimbang dipaksa oleh Partai Komunis. Pada pelbagai tingkat, bukti tentang hal ini lebih dari cukup, bahwa kita tidak bisa begitu saja mengabaikan perkembangan pemikiran Gramsci dengan berkonsentrasi hanya pada satu tahap, sebagaimana yang dilakukan Pellicani dengan mengabaikan tahap matang pemikiran Gramsci. Tugas kita yang berikutnya adalah pengujian secara langsung atas tulisan-tulisan Gramsci di penjara sebagai refleksi filsofis yang matang dan mempersandingkan dengan penilaian Pellicani, apakah interpretasinya benar.

Pellicani memulai penilaiannya dengan mengutip dari catatan- catatan Gramsci di penjara sebagai berikut: (1) ideologi-ideologi merupakan konstruksi praktis sebagai sarana untuk menjalankan kepemimpinan politik dan (2) pemikiran tersebut tidak lebih dari vulgarisasi filosofis untuk mengondisikan massa pada aksi konkret, yang mengubah kenyataan. Menurut Pellicani, dari situ Gramsci menyamakan ideologi dengan filsafat dan sains.

Itu berarti bahwa filsafat dan sains hanya sarana perjuangan politik yang memiliki fungsi khusus sebagai penyosialisasian persetujuan massa dan jaminan supremasi kelas secara monopolistik. Filsafat dan sains, dengan demikian, tidak memiliki tujuan masing-masing secara otonom–sebagai usaha mencari kebenaran-melainkan alat politik untuk membangkitkan kelas dan partai yang membimbing dan mewakilinya dalam pelbagai peristiwa.

Kesimpulan yang mendasari interpretasi Pellicani ialah bahwa pandangan Gramsci tentang ideologi hanya sebagai instrumen, dan filsafat hanya semata-mata sebagai instrumen; keduanya tanpa dasar yang kuat. Walaupun Gramsci mengidentikkan ideologi dan filsafat, identifikasi seperti itu bagi Gramsci tidak memaksudkan dua hal yang sama karena perbedaan antara ideologi dan filsafat bukan secara kualitatif, melainkan kuantitatif.

Hal ini sesuai dengan pandangan Gramsci bahwa manusia, termasuk yang di jalanan, adalah makhluk intelektual, dan perbedaan antara intelektual dan nonintelektual bersifat kuantitatif. Jadi, yang benar kalau Gramsci meng-ideologi-kan filsafat bersamaan pula ia mem-filsafat-kan ideologi, hal ini semata-mata menyatakan kekeliruan kutipan Pellicani. Alasannya di akhir catatan-catatan penjara, Gramsci berbicara mengenai pemikiran Croce melawan materialisme historis tanpa mengingkari hubungan antara teori dan praksis, karena teori dapat digunakan sebagai instrumen bagi sebuah praksis tanpa harus kehilangan makna reflektifnya. Sama dengan mengatakan bahwa apabila struktur dasar ekonomi berubah, maka struktur atasnya harus jatuh. Nyatanya, filsafat praksis tidak dimaksudkan untuk melenyapkan historisitas sebuah teori.

Kebohongan yang Dikehendaki dan Disengaja

Menurut Gramsci, ajaran Croce mengenai ideologi politik sangat jelas disimpulkan dari filsafat mengenai praksis: yang adalah konstruksi praktis, instrumen kepemimpinan politis; dengan kata lain, ideologi merupakan ilusi, kebohongan, sebaliknya bagi pemerintah, ideologi merupakan sebuah kebohongan yang dikehendaki dan disengaja (a willed and conscious deception). Dalam filsafat praktis, ideologi merupakan sesuatu yang arbitrer.

Ideologi merupakan fakta historis yang harus disingkap hakikatnya sebagai alat dominasi bukan karena alasan moral, melainkan alasan perjuangan politik: dengan tujuan menciptakan pemerintahan vang secara intelektual independen, untuk menghancurkan sebuah hegemoni dan menciptakan hegemoni lain sebagai aspek yang diperlukan untuk menjatuhkan praksis. Jadi, tampaknya konsepsi Croce lebih dekat dengan konsepsi materialis vulgar daripada filsafat mengenai praksis.

Sesudah beberapa pembandingan antara Gramsci dan Croce, kita bisa melihat bahwa makna ideologi pada keduanya tidak sama. Ini merupakan cara Pellicani memahami teks The Prison Note Books membandingkan dialektika materialisme Gramsci dengan filsafat mengenai praksis Croce. Kita bisa membuat perbandingan lain, dari sudut interpretasi gnostik atas Marxisme pada umumnya dengan Marxisme dalam pandangan Gramsci secara khusus; mungkin ini merupakan tesis sentral Pellicani.

Sementara Gramsci habis-habisan menyerang semua teori sebagai produk dari perspektif teori perbedaan kelas, ia berpegang teguh pada filsafat Marx sebagai kebenaran objektif, kesadaran kritis dari massa yang tereksploitasi, dan metode kebal salah yang membawa kemanusiaaan kepada masyarakat yang terorganisasi. Pengetahuan ilmiah lalu dipertentangkan dengan materialisme historis, dan memisahkan praksis dari teori. Gramsci mengatakan bahwa banyak pendukung Marxisme membenarkan ini, tetapi dapat dipikirkan bahwa seseorang berefleksi mengenai kenyataan berarti bahwa sebuah konsep melahirkan tujuan praktis, meskipun tidak banyak Marxis menyetujui ini. Konsep historisitas dibatasi, bukan disangkal.

Filsafat Marx

Gramsci menyerang teori-teori lain sebagai hasil pandangan masyarakat berkelas. Hanya filsafat Marx bersifat objektif dan benar. Filsafat Marx merupakan kesadaran kritis dari massa yang tereksploitasi dan merupakan metode yang tahan salah, yang membawa kepada kemanusiaan universal dalam masyarakat yang terorganisasi. Jadi, pengetahuan dipahami sebagaimana kaum ghosis, ilmu pengetahuan mengenai baik dan buruk, yang membuka mata bagi tindakan penyelamatan kemanusiaan.

Pertama, Gramsci mendefinisikan filsafat praksis (Marxisme) dengan Katolisisme: Marxisme sebagai antitesis dari Katolisisme. Katolisisme merupakan filsafat primitif, yang didasarkan pendapat umum, maka Marxisme mengantar manusia kepada kesadaran yang lebih tinggi mengenai kehidupan. Meskipun begitu, Gramsci tidak memusuhi Katolisisme. tetapi mendorong intelektual Katolik, para filsuf, untuk tidak terlalu jauh dalam refleksi dan praksis dengan kaum awam atau orang kebanyakan; sebaliknya juga memberdayakan kaum awam untuk kesadaran kritis.

Dengan demikian, ada perbedaan dalam dua hal: Gereja harus membuka diri pada kenyataan dunia meskipun hal ini tidak mudah. Maka, filsafat praksis harus memainkan peran mengubah filsafat primitif ke level kesadaran mengenai kehidupan yang lebih tinggi. Kalau ini terjadi, maka kaum intelektual harus menyatu dengan kaum awam, bukan dengan menurunkan objektivitas ilmiah, melainkan dengan menjalin kesatuan dengan massa pada level kesadaran yang lebih tinggi untuk membentuk blok intelektual- moral (intellectual-moral block) demi memperluas kesadaran kritis pada massa dan mengubah minoritas intelektual meliputi massa yang lebih besar.

Kedua, Gramsci mengandaikan totalitarianisme tidak dalam arti memberdayakan kekerasan dan despotisme, tetapi sebuah kolektivisme yang tetap menghargai kebebasan individu. Gramsci memperkenalkan sebuah konsep modern mengenai totalitarianisme: apakah itu di pihak kanan atau kiri sama, yakni mengusahakan dengan cara apa pun perkembangan secara nasional kesatuan sebagaimana yang dihayati dalam kehidupan suku-suku, tarekat religius, dan barak militer, di mana kolektivitas the we merupakan hukum tertinggi. Konsep totalitarianisme Gramsci tidak bertentangan dengan otonomi individu, tetapi merupakan fusi (kebebasan) individu dalam (aturan) kolektivitas.

Dalam The Prison Notebooks, Gramsci menulis tentang politik totalitarian bertujuan: (1) menciptakan situasi anggota suatu partai untuk menemukan kepuasan pribadi dalam partai sebagai organisasi atas realitas yang kompleks menjadi suatu kesatuan organik; (2) menghancurkan semua bentuk organisasi yang lain atau mengakomodasi organisasi yang lain-lain dengan kekuasaan utama pada partai.

Konsep Totalitarianisme Gramsci

Menurut Gramsci, politik bersifat totalitarian apabila memberi kepada individu kebebasan untuk merekatkan diri secara aktif pada kolektivitas. Itu sebabnya, tidak semua organisasi sama. Orang bisa menjadi anggota dari beberapa organisasi, tetapi yang penting adalah mengikatkan diri kepada kolektivitas yang memberinya kebebasan sebagai anggota untuk memperkuat kesatuannya dengan organisasi tersebut. Hal ini sama dengan “monogami” dalam konsep totalitarianisme, melebihi kesatuan antara sahabat sebagaimana diuraikan dalam filsafat persahabatan Plato. Pusat kesatuan dalam filsafat Plato terlihat pada pribadi, sedangkan Gramsci pada organisasi atau asosiasi.

Konsep totalitarianisme Gramsci jauh dari cita rasa negatif karena Gramsci mengacu pada kodrat sosial manusia sebagai anggota sebuah masyarakat, baik natural maupun yang dibuat melalui kesepakatan. Jadi, masyarakat merupakan sebuah lembaga sosial hegemonik dengan sejumlah aturan yang mengikat. Di sini, Gramsci mengajak untuk menjadi anggota masyarakat secara sadar dalam sebuah kolektivitas kehidupan bagi tiap-tiap orang (mono-associationist nature of whatever society he may be living in). Gramsci mengajarkan keutamaan tertinggi dalam komunisme, yakni “partisipitas” atau kemampuan melihat dan menerima kemauan partai sebagai aturan main dari praksis revolusi.

Konsep totalitarianisme Gramsci analog dengan pandangan Machiavelli mengenai pangeran. Dalam kesadaran manusia, pangeran merupakan tolok ukur perlakuan baik dan buruk. Pangeran menjadi hati nurani tiap-tiap orang. Hal ini membawa konsekuensi, pengilahian pangeran dalam bentuk hukum yang darinya berlaku tanpa syarat. Akan tetapi, harus diperhatikan bahwa konteks pemikiran Gramsci tetap di rel Marxisme, dan tidak mengatakan sesuatu mengenai kebebasan individu dalam arti “modern”: bukan masyarakat terbuka, melainkan masyarakat kolektif.

Share