Komunisme2 min read

Bagi Marx, sosialisme adalah transisi dari masyarakat kapitalis ke masyarakat komunis secara objektif. Untuk itu, obsesi Marx Tua adalah membuktikan bahwa sosialisme secara ilmiah merupakan hasil integrasi atau sintesis dalam proses dialektika materialisme historis.

Praksis revolusi yang mengakhiri kapitalisme tidak timbul dari kebencian brutal, tetapi akibat logis dari suatu kondisi objektif masyarakat. Keberhasilan revolusi ditentukan oleh situasi objektif adanya kelas-kelas proletariat yang militan, yang mengawal revolusi mencapai hasilnya.

Apabila pemilik modal tetap menumpuk modal dan komoditas, sedangkan kondisi objektif buruh tidak mampu untuk memperoleh komoditas yang dibutuhkannya, karena tidak memiliki daya beli, maka revolusi sosialis harus terjadi. Revolusi itu adalah pemberontakan buruh merebut kekuasaan negara dan mendirikan kediktatoran proletariat menggantikan kekuasan negara yang berada dalam tangan kelas penguasa kapitalis.

Kediktatoran proletariat diperlukan untuk menjaga hasil revolusi dan akan berakhir ketika semua orang sudah berada pada taraf yang sama, di tangan individu-individu yang berasosiasi. Dengan merebut kekuasaan kapitalis melalui revolusi, maka milik pribadi dihapus dan proletariat akan menciptakan masyarakat tanpa kelas, vaitu masyarakat komunis, komunisme.

Di sini, Marx memberikan gambaran tentang komunisme sebagai loncatan manusia dari kerajaan keniscayaan ke dalam kerajaan kebebasan. Itulah masyarakat massa dalam bayangan Marx.[1]

Sosialisme llmiah dan Kelanjutannya dalam Gerakan Marxisme

Pandangan Marx mengenai sosialisme ilmiah memperlihatkan tegangan antara teori ekonomi dan teori sosial, dan perwujudan teori ekonomi dan teori sosial dalam praksis dikembangkan oleh para pengikut Marx dalam gerakan Marxisme. Marxisme mula-mula merupakan pandangan dunia kaum buruh.

Hal ini terlihat pada pertemuan buruh internasional pertama dan kedua yang dipelopori oleh Asosiasi Buruh Internasional, Partai Sosial Demokrat Jerman, dan partai-partai sosialis (dengan kekecualian dalam pertemuan asosiasi buruh internasional yang kedua dihadiri peserta non-Marxis, yakni Partai Buruh Inggris).

Semasa hidup Marx, F. Engels, dan K. Kautsky, ajaran dan praksis Marxisme masih setia pada pemikiran asli Marx. Sesudah itu, Marxisme berkembang menjadi sebuah sistem politik yang disesuaikan dengan tuntutan situasi dan lingkungan sosial politik, tempat Marxisme dipelajari dan digunakan. Dengan kata lain, sesudah Marx, Marxisme digunakan secara kritis sebagai pengembangan pemikiran Marx atau kritik terhadap pemikiran Marx sendiri.

Contoh yang menarik adalah pengembangan Marxisme di Uni Soviet lebih memperlihatkan kekuasaan Lenin dalam menafsir Marxisme sebagai sebuah perkawinan Marxisme- Leninisme, yang bahkan pada tingkat tertentu mengkritik dan menolak pemikiran Marx sendiri. Secara umum, Marxisme dibedakan menjadi Marxisme klasik (berdasarkan pemikiran Marx mengenai dialektik materialisme historis) dan neo-Marxisme (kritik ideologi modernisme dengan menujukan juga sisi negatif dari Marxisme ortodox). Neo Marxisme lalu berkembang dałam Institut Penelitian Sosial Frankfurt dałam tiga generasi awal (M. Horkheimer, T.W. Adorno dan H. Marcuse), generasi kedua (Jurgen Habermas), dan generasi Ketiga (Axel Honneth)


[1] Frans Magnis-Suseno, Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Upotis ke Perselisihan Revisionisme (Jakarta: Gramedia, 2005) hlm. 137-158.

Baca Juga:

Mengeja Indonesia adalah sebuah gerakan yang otonom dan nirlaba, mengangkat isu-isu fundamental bangsa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like