Penolakan Kapitalisme: Kesadaran Kelas dan Revolusi7 min read

Karya Lukács yang berjudul History and Class Consciousness ditulis antara tahun 1919-1922 dan diterbitkan tahun 1923. Buku ini merupakan bacaan yang oleh kaum Kiri Baru telah dianggap sebagai “kitab suci” mereka untuk memahami Marxisme sebagai lawan kapitalisme, sekaligus sebagai lawan terhadap Marxisme vulgar. Apa yang kemudian dipahami sebagai Marxisme Barat adalah isi pemikiran Lukács tentang Marxisme dalam bukunya itu.

Perlawanan terhadap kapitalisme dirumuskan dalam teori Marxisme mengenai ideologi, kesadaran palsu, reifikasi, dan kesadaran kelas. Perlawanan terhadap Marxisme vulgar diuraikan dalam pemurnian pemahaman Marxisme tentang sejarah, kesadaran kelas, dan revolusi. Mengenai penolakan terhadap keduanya diuraikan dalam pemikirannya tentang Marxisme ortodoks.

Lukács mendefinisikan pengertian Marxisme ortodoks sebagai pemikiran yang setia pada metode Marxis, bukan pada dogma-dogma. Dengan kata lain, Marxisme ortodoks menekankan aspek kritis dari pemikiran Marx. Marxisme tidak menyatakan sebuah sistem kepercayaan terhadap suatu ajaran, dan bukan eksegese mengenai sebuah kitab suci. Sebaliknya, ortodoksi mengacu secara eksklusif pada metode.

Marxisme merupakan sebuah pemahaman ilmiah bahwa materialisme dialektis merupakan jalan kepada kebenaran, yang metodenya dapat dikembangkan dan diperdalam, menurut konsep-konsep dasar yang sudah dikemukakan para pendirinya[1]. Lukács mengkritik usaha-usaha mengubah Marxisme ke tujuan lain, dengan tetap menekankan kesetiaan pada metode Marxis, yakni dialektika materialisme historis. Lukács menerima “revisionisme” sejauh hal itu secara inheren ada dalam teori Marxis, sejauh sebagai sebuah materialisme historis, yang mengakibatkan perjuangan kelas.

Menurut Lukács, gagasan untuk mempertahankan Marxisme ortodoks untuk menempatkan kesejatian Marxisme sebagai dialektika materialisme tetap menempati posisinya yang di atas revisionisme dan utopianisme, yang menghancurkan Marxisme yang otentik dengan mengajukan sesuatu yang palsu. Marxisme selalu membarui dirinya sendiri sebagai perjuangan melawan unsur-unsur yang menjadi akibat ideologi borjuis terhadap pemikiran kaum proletariat.

Ortodoksi Marxisme tidak menyangkut sesuatu yang harus diterima karena (bimbingan) tradisi, tetapi sesuatu yang diterima berdasarkan kesadaran kritis. Bagi Lukács, Marxisme dapat dipahami sebagai sebuah tugas kenabian yang selalu waspada untuk secara kritis dan konsisten menyatakan hubungan antara tugas-tugas mengenai masa kini dan yang harus dilakukan dalam keseluruhan proses historis sebagai perwujudan dialektika materialisme.

Menurut Lukács, premis dialektika materialisme bukanlah kesadaran manusia yang menentukan eksistensinya, tetapi sebaliknya eksistensi sosial mereka yang menentukan kesadaran mereka. Hanya apabila inti eksistensi menampakkan diri sebagai sebuah proses sosial, maka eksistensi pribadi bisa kelihatan sebagai sebuah produk. Sejalan dengan pemikiran Marx, Lukács mengkritik filsafat borjuis individualistis yang hanya menekankan subjek yang bebas dan sadar.

Ideologi kesadaran subjek dilawan oleh Lukács dengan menekankan pentingnya relasi sosial di atas kepentingan individu belaka. Eksistensi—dan dengan demikian dunia—merupakan aktivitas manusiawi; tetapi hal ini dapat dilihat hanya jika proses sosial di atas kesadaran individual (yang adalah akibat mistifikasi ideologis) diterima. Ini tidak berarti bahwa Lukács membatasi kebebasan manusia atas nama suatu jenis determinisme sosiologis, sebaliknya, produksi eksistensi ini dilihat sebagai kemungkinan dari praksis.

Dengan demikian, masalahnya ada dalam relasi antara teori dan praksis. Lukács mengutip perkataan Marx bahwa tidak cukup pikiran harus merealisasikan dirinya sendiri. Realitas harus juga berjuang ke arah pikiran. Bagaimana pemikiran intelektual dihubungkan dengan perjuangan kelas jika teori hanya mau ketinggalan di belakang sejarah sebagaimana hal itu ada dalam filsafat sejarah Hegel (“Minerva selalu muncul dalam kabut malam.”)?

Lukács juga mengkritik karya Engels yang berjudul Anti-Dühring, yang dinilainya tidak berhasil mengungkap interaksi paling vital, yang disebutnya “relasi dialektis” antara subjek dan objek dalam proses sejarah, terlepas dari nilai yang dibawakan oleh buku itu. Relasi dialektis antara subjek dan objek menjadi basis kritik Lukács atas epistemologi Kant, dengan subjek dipahami eksterior, universal, dan yang lepas dari objek.

Penolakan Kapitalisme: Ideologi, Kesadaran Palsu, Reifikasi, dan Kesadaran Kelas

Bagi Lukács, ideologi merupakan proyeksi dari kesadaran kelas borjuis yang berfungsi untuk mencegah kaum proletariat mencapai kesadaran sejati mengenai posisinya yang revolusioner. Ideologi membatasi makna objektivitas (form of objectivity), kemudian struktur pengetahuan itu sendiri. Pengetahuan yang riil harus mencapai, menurut Lukács, totalitas konkret, yang memungkinkan kita berpikir tentang bentuk objektif sebagai periode sejarah.

Dengan demikian, apa yang disebut “hukum abadi ekonomi” ditolak dan dimengerti sebagai ilusi ideologis yang diproyeksikan oleh bentuk objektif yang ada[2]. Lukács juga menulis bahwa apabila inti dari sesuatu (being) itu tampak sebagai proses menjadi secara sosial social becoming, maka sesuatu itu tampak sebagai produk sejauh tidak disadari, dan hal ini pada waktunya akan menjadi elemen penentu transformasi sesuatu (being) itu.

Akhirnya, Marxisme ortodoks tidak didefinisikan sebagai interpretasi atas Das Kapital sebagaimana orang memperlakukan sebuah kitab suci tentang tesis-tesis iman, tetapi apakah pemahaman Marxisme mencerminkan kesetiaan pada “metode Marxis”, yakni dialektika materialisme.

Ideologi mengondisikan kesadaran palsu tentang realitas, yang hakikinya merupakan kesadaran yang bersifat sosial menjadi kesadaran yang bersifat subjektif. Asal-usul ideologi dengan hasil kesadaran palsu tersebut berakar dalam filsafat subjek yang sejak Kant diletakkan pada kesadaran subjek sebagai rasio praktis untuk bertindak menurut keyakinan pribadi sebagai kebenaran epistemologis dan etis. Hegel mereformulasikan ideologi Kantian dalam filsafat negara absolut, dan menjadikan etika sosial kebenaran universal dalam tangan negara untuk mencekoki ketaatan manusia pada hukum negara.

Kesadaran palsu itu kini dibuka selubungnya agar manusia melihat realitas sebagai kenyataan sosial yang menentukan hidupnya, bukan arah yang ditetapkan oleh sebuah kesadaran di luar dirinya bersama-sama dengan yang lain (kesadaran kelas). Kapitalisme tampil dalam kesadaran subjek borjuis, yakni kelas atas yang menentukan bagi perilaku dari bagian terbesar jumlah anggota masyarakat.

Kesadaran palsu, yang terinstitusionalisasi menjadi hukum negara, membutakan manusia dari kesadaran kelas sebagai realitas sejati. Kelas sosial yang sejatinya harus menjadi kesadaran manusia terkomodifikasi dalam sistem kapitalisme, yang melihat manusia sebagai hubungan-hubungan yang ditentukan melalui proses produksi. Alhasil, kedudukan manusia sebagai subjek atas karyanya hilang menjadi sama dengan sebuah produk, yang nilainya didasarkan pada prinsip pertukaran komoditas. Secara konkret, tenaga kerja manusia diukur menurut upah yang besarannya ditentukan menurut hukum ekonomi dalam proses produksi.

Lukács menguraikan pengertian reifikasi yang dikaitkan dengan hakikat komoditas dalam masyarakat kapitalis, di mana relasi-relasi sosial menjadi terobjektivikasi, mencegah kemampuan kesadaran kelas untuk timbul secara spontan. Dalam konteks inilah kebutuhan akan sebuah partai muncul untuk menyelamatkan kesadaran sosial yang termakan oleh kesadaran subjektif yang dipaksakan dengan logika ekonomi kapitalis.

Lukács memandang Lenin sebagai konseptor Marxisme proletariat yang dengan jitu mendefinisikan kesadaran kelas sebagai hakikat proletar dan esensi dari realitas sosial. Lenin di mata Lukács adalah tokoh utama Marxisme yang mampu menyegarkan kembali dialektika Marxian dalam Leninisme Rusia. Kedudukan partai revolusioner untuk mengawal dialektika materialisme merupakan pemikiran yang jenius dari Lenin sebagai jiwa Partai Komunis. Pandangan ini membuat Lukács akhirnya menempuh cara yang berbeda untuk mempertahankan komunisme dengan Marxis sezamannya, seperti Rosa Luxemburg, yang dikaguminya dan para pelaku Internasional II yang menempuh jalan revisionis atas Marxisme ortodoks.

Penolakan Marxisme Vulgar: Pemurnian Paham Sejarah, Kesadaran Kelas, dan Revolusi

Marxisme vulgar adalah pandangan peserta pertemuan komunis Internasional II yang membahas Marxisme sebagai teori ilmiah tentang sosiologi dan ekonomi untuk memahami hukum-hukum objektif perkembangan masyarakat yang dikuasai oleh kapitalisme. Dengan pemahaman Marxisme yang demikian, mereka beranggapan bahwa mereka bisa menjelaskan kelemahan-kelemahan internal kapitalisme dan keruntuhannya yang memungkinkan tampilnya masyarakat baru, yaitu masyarakat komunis, yang dikuasai oleh kaum proletariat[3].

Menurut Lukács, peserta Internasional II mengajukan sesuatu yang naif tentang Marxisme sehingga melawan kemurnian konsep Marx tentang revolusi. Marx sendiri sangat mengagumi kapitalisme dalam sistem masyarakat borjuis, dalam mengembangkan kekuatan sistem sosial ekonomi, meskipun menurut Marx, ada kontradiksi internal dalam kapitalisme mengenai realitas objektif.

Realitas objektif, yang dalam sistem kapitalisme berpusat pada kesadaran subjek, harus diatasi dengan cara-cara sistematis dengan menunjukkan bahwa realitas objektif bersifat sosial. Hal ini hanya mungkin melalui analisis sejarah yang komprehensif sebagai sebuah dialektika materialisme versus dialektika pencerahan. Di sini, Lukács memberi apresiasi khusus pada filsafat Hegel sebagai upaya brilian Roh Absolut untuk mengatasi kesadaran subjektif pada filsafat Kant, dan harus diikuti oleh Marxisme dengan membalikkannya menurut dialektika materialisme.

Marxisme vulgar terperangkap dalam logika subjek yang menguasai ilmu pengetahuan ekonomi dengan merumuskan hukum-hukum objektif, seperti ilmu alam dan digunakan untuk menjelaskan realitas sosial. Ini merupakan ilmu pengetahuan kaum borjuis dalam mempertahankan sistem ekonomi kapitalis, yang justru Marxisme terpanggil untuk mengatasinya, dengan menunjukkan kelemahan-kelemahannya secara rasional.

Marxisme vulgar memahami Marxisme secara ideologis dan dogmatis, seakan-akan ramalan Marx bahwa komunisme akan datang dengan sendirinya dalam keruntuhan kapitalisme yang juga akan terjadi secara otomatis. Kejatuhan kapitalisme secara otomatis karena kontradiksi internal di dalamnya harus dijelaskan, dan diperjuangkan secara revolusioner, melalui analisis teoretis dan praksis politik, bukan menunggu “kiamat” kapitalisme turun dari langit.

Menurut Lukács, Marx berbicara tentang akhir dari kapitalisme sebagai keniscayaan dialektis, bukan keniscayaan mekanis-kausal[4]. Keniscayaan dialektis adalah akibat praksis revolusi yang didasarkan pada kesadaran revolusioner kaum proletariat untuk mewujudkan masyarakat komunis, bukan hadiah dari “kerahiman” sejarah. Fatalisme ditolak oleh semangat revolusioner untuk tetap mempertahankan hasil revolusi sebagai perjuangan kelas, bukan nasib atau hadiah. Itulah kepiawaian Lenin untuk menjadikan Marxisme berintikan kesadaran proletariat, maka peranan partai revolusioner harus menjadi kunci perjuangan proletar.


[1] G. Lukács, History and Class Consciousness, Bab, paragraf 1.

[2] What is Orthodoxical Marxism?”, Ibid, paragraf 8.

[3] Ibid., hlm. 109.

[4] Ibid, hlm. 110.

Mengeja Indonesia adalah sebuah gerakan yang otonom dan nirlaba, mengangkat isu-isu fundamental bangsa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like