Tujuh Tahun, Makin Nikmat Saat Lemas, Makin Melayang Saat Puas8 min read

Sejak tujuh tahun, angka-angka berbicara, bahwa banyak orang yang ‘puas’ dengan pemerintahan Jokowi. Bagi yang menolak dirinya sebagai ‘si kadrun’ nampak ‘lemas’ melihat keadaan, ditandai dengan aksi mahasiswa dan catatan kritis dari sosok akademisi dan institusi.

Kata ‘lemas’ sebagai titik tolak kekuatan berbicara, berekspresi, berpikir, dan seterusnya. Ia tidak berubah menjadi reversibilitas, ‘keterbalikan’ dari kata ‘puas’, dimana keduanya menandai dirinya sendiri. Kata ‘lemas’ sebagai antiklimaks dari pergerakannya sendiri; keadaan ‘puas’ melibatkan persepsi atas peristiwa tujuh tahun pemerintahan Jokowi.

Jadi, kata ‘lemas’ dan ‘puas’ sebagai tanda yang menandai pergerakan peristiwa tertentu. Peristiwa aksi unjuk rasa BEM SI memiliki ritual tersendiri, sambil menghiasi dirinya dalam aura kekerasan konsep, kekerasan pikiran atau kekerasan teks yang menyeruak dalam bentuk tuntutan atas janji rezim kuasa negara[1].

Sedangkan kuasa negara, ritual yang dijalankan dalam ritus-ritus pendisiplinan, pengawasan, penjinakan, stabilitas menjadi strategi (Foucaldian)[2], pelenturan, dan ‘rileksasi’ atas keadaan yang dihadapi oleh individu dan masyarakat.

Tujuh tahun berlalu tidak terasa. Namun, aksi unjuk rasa mahasiswa berada dalam kekerasan konsep, kekerasan pikiran, dan kekerasan teks membludak keluar ditandai penyampaian kritisisme melalui teks tertulis berupa pernyataan dan menyebar dalam ruang secara lahiriah, seperti di depan istana dan tempat lain[3].

Kesempatan terbatas dari sekian jumlah institusi menghadirikan hasil survei yang merilis representasi pemerintahan yang sedang berlangsung. Sebagaimana dirilis oleh SMRC, terdapat 68,5 persen responden yang merasa puas atas kinerja pemerintahan Jokowi[4]. Angka kepuasan lain dari Center for Political Communication Studies (CPCS) menunjukkan 61,7 persen responden merasa puas atas kinerja pemerintahan Jokowi dan Ma’ruf Amin[5]. Berbeda tipis dengan institusi sebelumnya, sekalipun pasangan pemerintahan periode kedua telah berganti.

Penyampain aspirasi di berbagai tempat untuk memperingati tujuh tahun pemerintahan Jokowi dikemas dalam kata-kata, yang dipadatkan dalam dokumen. Untuk menghindari kelupaan, maka tinta yang bergerak di atas dokumen yang mengandung tuntutan mahasiswa mengalir dan menyebar melalui teks tertulis mendapat dukungan dari beberapa media tanah air.

Ketelitian untuk mengungkapkan tuntutan mahasiswa atas tujuh tahun pemerintahan tidak terlepas dari permasalahan yang krusial sedang dihadapi oleh negeri ini. Satu demi satu tuntutan mahasiswa menggambarkan rangkaian kebijakan dan langkah-langkah yang ditempuh oleh kuasa negara dalam masa kurang dari satu dekade dianggap kepemerintahannya tidak membawa perubahan yang menghentakkan. Bukan tanpa alasan dari barisan mahasiswa, karena sejumlah institusi survei merilis perkembangan kinerja pemerintahannya.

Hasil pengamatan dari ahli dan survei menandakan titik terang dari selera rasional dan janji politik, yang jalin menjalin dengan penyampaian aspirasi massa mahasiswa. Keadaan puas ternyata berkembang ke arah kelompok pernyataan secara terbuka, tetapi dibayang-bayangi oleh aksi unjuk rasa BEM SI bersama dua belas tuntutan atas tujuh tahun kinerja pemerintahan Jokowi[6]. Garis besar tuntutan mahasiswa tersebut bersifat normatif, karena ia mencerminkan hak-hak konstitusi warga. Selebihnya, penyampaian aspirasi mengandung tanggungjawab intelektual, sosial, dan moral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Perubahan yang digerakkan oleh massa mahasiswa dan kuasa negara sejatinya terbangun secara sinergis. Pernyataan akan cair ketika tuntutan mahasiswa diawali dan diselingi dengan paduan suara pekikan: “Hidup mahasiswa!”, Hidup rakyat Indonesia!” Dalam dekade terakhir, belum pernah ada peristiwa terjadi di seantero negeri dengan pekikan secara massal yang menggema, seperti “Hidup pemimpin!”, “Hidup Presiden Indonesia!” Sejauh pengamatan kita, yang ada hanyalah kritikan, ejekan, dan sanjungan atas kuasa negara.

Bentuk perubahan yang dilakukan oleh pemerintahan Jokowi selama tujuh tahun tetap masih menyisakan penilaian yang obyektif. Suatu hal tidak bisa dipungkiri dengan kemunculan pernyataan dari berbagai pihak, yang menyatakan penilaian mengenai kemajuan untuk beberapa bidang pembangunan dan perbedaan dari pemerintahan sebelumnya.

Misalnya penataan birokrasi, yang sebelumnya nampak kelebihan struktur, tumpang tindih, boros atau tidak efisien, dan tidak efektif pengelolaannya. Selain itu, pembangunan infrastruktur cukup mengalami kemajuan, yang ditandai dengan akses jalan darat dan laut, jembatan, sarana dan prasarana ekonomi, pendidikan, dan kesehatan yang relatif tersebar di wilayah terpencil dan terluar di negeri ini.

Pernyataan sikap kritis melalui poster dan spanduk benar-benar memasuki konsep tentang dunia nyata. Beberapa ide, pikiran, dan kreatifitas terhimpun didalamnya untuk merangkai kisah pergerakan mahasiswa dan elemen masyarakat lain, yang menandai dan menunjukkan diri mereka tidak bersembunyi layaknya bukan baut-baut mesin dan unsur-unsur mesin produktif sebuah perubahan yang akan diwujudkan. Kuasa di negeri ini belum mampu melampaui masyarakat bebas.

Sedikit saja berbeda pandangan dengan individu dan kelompok individu nampak kurang memiliki kreatifitas, kecuali mungkin memberinya posisi tertentu untuk menyenangkan seseorang yang teridentifikasi sebagai orang yang berseberangan jalan dengannya. Sama halnya, ketika mahasiswa kurang memiliki hasrat dan ide kreatif untuk membicarakan tema perubahan yang diimpikan tidak serta merta membuat tertarik apa yang dikehendaki oleh kuasa negara, yang ditempatkan di tangan pemerintahan.

Seseorang mengetahui bahwa institusi pemerintahan yang menaungi kementerian dan institusi negara dikerahkan untuk menindaklanjuti kebijakan atau keputusan resmi dari sosok kuasa eksekutif. Sementara kuasa politik nampak mengambil posisi yang berbeda saat kebijakan tidak dipatuhi diluar koalisi partai pendukung pemerintahan. Kuasa politik seakan-akan terpisah dan berdiri sendiri, sekalipun konsep dan prakteknya dipisahkan tatkala kuasa negara yang menjalankan fungsi eksekutif tidak bolek ditundukkan oleh kuasa politik.

Pernyataan lain muncul lebih menajam dan vulgar bahasanya melalui bunyi kritikan atas kinerja pemerintahan selama tujuh tahun di atas poster atau spanduk. Berbeda dengan pernyataan melalui tulisan spanduk dari pendukung pemerintahan, yang juga menunjukkan bentuk kreatifitas perorangan dan kelompok masyarakat, yang berbicara tentang suatu permasalahan yang sangat mendasar di negeri ini.

Bagi mereka, entah mahasiswa dan elemen masyarakat lain yang mengkritisi jalannya pemerintahan maupun individu dan kolektif sebagai pendukung pemerintahan cukup berbakat menciptakan sesuatu yang menarik bagi dirinya. Segenap kritikan, sanjungan, dan pembelaan atas kinerja pemerintahan sedang atau akan melahirkan konsep, cara berpikir, dan teks yang dianggap baru dari mereka atas nama perubahan.

Ada hal yang bisa dikompromikan dan ada hal juga yang tidak bisa dikompromikan. Contohnya, peristiwa kemacetan perubahan yang diusung oleh rezim kuasa negara yang diamanahkan di pundak pemerintahan yang sedang berjalan di tengah masa pandemi.

Hal lain, tatkala mahasiswa mengajukan rapor merah terhadap beberapa menteri di bawah pemerintahan selama tujuh tahun dengan alasan kinerjanya buruk, maka mereka akan diketahui dan dievaluasi seseorang dan kelompok masyarakat bahwa semua kinerja mereka tidak terlepas dari peranan pimpinan tertinggi dari pemerintahan sebuah negara.

Kelompok pernyataan sikap terakumulasi selama tujuh tahun, yang diramu melalui konsep, pikiran, dan teks diseputar kinerja pemerintahan diiringi perbedaan antara tuntutan dari mahasiswa dan dukungan dari perorangan dan para pendukung lain secara politis dan sosial akan menyingkap dirinya sendiri. Seluruh pernyataan dari kedua belah pihak bisa diakses bunyi kritikan dan dukungannya, jumlah yang puas dan tidak puas. Mereka akan duduk di bawah terangnya cahaya sekaligus bayang-bayang, yang menanti untuk mengaca siapa sebenarnya diri mereka antara kedua belah pihak.

Jika kita memahami permasalahan demokrasi sebagai bagian dari penilaian atas kinerja pemerintahan sepatutnyalah dihubungkan dengan subyek pengetahuan di atas peristiwa tuntutan perubahan di satu sisi dan dukungan di sisi lain. Penilaian kritis dipahami setelah berkaitan dengan  pengaruh pengetahuan melalui kajian ilmiah dari laporan hasil survei sebuah institusi atau lebih satu institusi terpercaya.

Seseorang atau kelompok perlu berbicara tentang suatu permasalahan seperti pelaksanaan demokrasi[7], yang pada akhirnya akan berdampak terhadap sendi-sendi kehidupan. Karena itu, kemampuan produktif pengetahuan sebagai bagian dari ide dan kreatifitas seseorang atau secara kolektif, yang menghadirkan beberapa sudut pandang cukup positif bagi masa depan bangsa. Setidaknya masih perlu terus-menerukan seluruh elemen bangsa mewujudkan perubahan besar.

Dalam konteks mana mahasiswa mampu menampilkan kreatifitas?   Setelah berbicara, berpikir atau beride, mahasiswa menyalurkan kreatifitasnya ketika menghadapi permasalahan kehidupan dan pemikiran, dalam situasi baru dan kemampuannya menyingkap kedok, menanggapi permasalahan dengan pengetahun yang datang dari intelek mereka.

Mereka menyebutkan mimpi, ide, dan hasrat untuk kreatif demi perubahan tanpa berpikir mendapat imbalan atau pamrih setelah tercapai semua tindakan perjuangannya. Mereka tidak mungkin menyusun konsep, pikiran, dan teks tanpa bersentuhan dengan dunia luar, yang kebanyakan mereka perlu menyalurkan kreatifitas dalam kehidupan sehari-hari senormal mungkin, sama normalnya kehidupan bangsa yang permasalahannya begitu kompleks.

Hasrat dan kreatifitas yang banyak menggerakkan pemikiran dan kehidupan melebihi tujuh tahun pemerintahan. Konsep, pikiran, dan teks yang mengalir dalam dirinya sebagaimana pengetahuan yang terbuka dan cair dari ide dan kreatifitas membekali terhadap siapa saja agar kemungkinan terjadi perubahan. Tenggang waktu yang dimanfaatkan oleh pemerintahan dengan roda pembangunan yang digerakkan melalui ide dan kreatifitas baru betul-betul akan menambah kekuatan kita untuk menjalankan perubahan.

Saat mereka yang mengkritisi kinerja pemerintahan, mungkin mereka membicarakan sesuatu terhadap khalayak ramai tentang cara baru dan tindakan yang memungkinkan kreatifitas bisa tumbuh dalam masa depan yang masuk akal dengan membandingkan pencapaian-pencapaian dari pemerintahan melalui institusi atau aparat negara. Disitulah ada kemungkinan akan dilihat sejauh mana kreatifitas dan inovasi pemerintahan menggambarkan berbagai pencapaian kinerja yang rendah atau tidak.

Seseorang akan meniru hasil survei tentang pencapaian yang dilakukan oleh pemerintahan dalam periode tertentu. Saat seseorang memperjelas perkembangan yang berbeda dari masa sebelumnya, yang menandai kemajuan-kemajuan dan ketidakcapaian kinerja dari target yang telah direncanakan sebelumnya. Pemerintahan memperjelas batas-batas pencapaian infrastruktur dan yang bukan seperti kapasitas pengetahuan manusia.

Penandaan batas-batas bukan hanya pencapaian bersifat fisik, tetapi non fisik juga sebagai keseluruhan suatu perubahan yang didambakan melalui tindakan atau kinerja pemerintahan yang memuaskan. Terhadap kinerja pemerintahan yang tidak memuaskan segera pencapaiannya dipenuhi, diantaranya melalui ide dan kreatifitas baru sebagai bagian dari tuntutan kehidupan dan pemikiran bersama. Bisa saja secara keseluruhan tuntutan perubahan melampaui setiap periode pemerintahan.


[1] Tuntutan BEM SI atas tujuh tahun pemerintahan Jokowi. Diakses dari https://www.suara.com/news/2021/10/21/061842/bem-si-geruduk-istana-negara-hari-ini-7-tahun-jokowi-khianati-rakyat, tanggal 21 Oktober 2021, pukul 16.07 WITA.

[2] Lihat Michel Foucault, Power/Knowledge, Pantheon Books, New York, 1980 dan Discipline and Punish: The Birth of the Prison, Vintage Books, New York, 1995.

[3] Kritisisme mahasiswa melalui teks tertulis berupa pernyataan. Diakses dari https://www.cnnindonesia.com/nasional/20211021072154-20-710245/bem-si-bergerak-demo-kritik-7-tahun-jokowi-di-istana-negara, tanggal 21 Oktober 2021, pukul 16.42 WITA.

[4] Hasil survei SMRC atas kinerja pemerintahan Jokowi tentang rasa puas. Diakses dari https://www.cnnindonesia.com/nasional/20211019181824-32-709867/survei-smrc-kondisi-politik-memburuk-dalam-2-tahun-terakhir, tanggal 21 Oktober 2021, pukul 17 57 WITA.

[5] Hasil survei CPCS dengan responden merasa puas atas kinerja pemerintahan Jokowi. Diakses dari https://jakarta.suara.com/read/2021/10/20/210947/survei-cpcs-617-persen-responden-puas-kinerja-jokowi-maruf?page=1, tanggal 21 Oktober 2021, pukul 15.56 WITA.

[6] Dua belas tuntutan BEM SI. Diakses dari https://www.suara.com/news/2021/10/21/180301/terima-12-tuntutan-mahasiswa-pendemo-jokowi-moeldoko-ancungkan-jempol, tanggal 21 Oktober 2021, pukul 19.48 WITA.

[7] Hasil pelaksanaan demokrasi yang dirilis akhir September 2021. Diakses dari https://m.mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/2465-rapor-politik-jokowi-amin, tanggal 22 Oktober 2021, pukul 07.01 WITA.

ASN/PNS Bappeda Kabupaten Jeneponto/ Aktivis Masyarakat Pengetahuan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like