Terkuak! 1 Dari 70 Foto Muhammad Ali Paling Ikonik Sepanjang Masa9 min read

Muhammad Ali, nama lahir Cassius Marcellus Clay Jr. Ali sosok petinju legendaris, atlet tenar sejagat, humanitarian-pejuang hak-hak sipil, dan ikon kesohor. Selain dipuja sekaligus dicela, Ali dikenal dengan panggilan The Greatest, The People Champ dan The Lips. Kita mungkin mengenalnya lewat gelar pertandingan tinju dunia atau menonton film kartun Ali di layar televisi di masa silam.

Ali juga menentang wajib militer bagi perang Vietnam, akhirnya gelar juara tinju kelas berat dunia dicopot dan kehilangan lisensi tinju. Entah berapa penghargaan bergengsi untuknya. BBC telah memahkotai dengan gelar pada Ali sebagai Sportsman of The Century atau Sports Personality of The Century di Inggris tahun 1999. I had a good time boxing, I enjoyed it – and I may come back! Begitu tuturnya [1].

Ali bergabung dengan the Black Muslim kelompok Nation of Islam tahun 1964. Cassius X julukannya sebelum berganti nama Muhammad Ali. Sejak usia 12 tahun, Clay (Ali) telah menunjukkan bakatnya yang aneh sebagai seorang petinju. Gegara sepedanya kecurian dan melapor polisi, dia mulai belajar teknik adu jotos. “Anda lebih baik belajar bagaimana cara berkelahi sebelum menantang orang,” kata Joe Martin, opsir polisi di suatu saat. Martin juga melatih petinju muda di sebuah sasana lokal.

Disitulah Ali mulai menempuh karir tinju amatir yang pertama di tahun 1954. Dia memenangkan pertarungan dengan keputusan ganda. Sekitar dua tahun kemudian, Ali menyabet juara Turnamen Sarung Tangan Emas untuk pemula di kelas berat ringan. Seturut, tiga tahun berikutnya, dia pun menggondol juara yang mirip di Kejuaraan Turnamen Sarung Tangan Emas Nasional. Gelar serikat atletik amatir dirahinya untuk kelas berat ringan.

Ada banyak peristiwa dan kesempatan menjadi  ajang prestasi dari sosok Ali di atas ring tinju dunia. Medali emas pun dirahinya saat mengalahkan Zbigniew Pietrzkowski dari Polandia dalam Olimpiade Tinju di Italia, 1960. Selangkah demi selangkah, karir terus menanjak. Hidupnya mulai bersinar lewat laga di atas ring tinju dunia. Ali sadar akan posisinya untuk tidak surut ke belakang. Selepas kemenangannya di Olimpiade, Ali nampak dieluk-elukkan laksana sosok pahlawan di Amerika. Dari titik tolak itulah, dia beralih menjadi petinju profesional dunia, yang patut diperhitungkan.

Dalam biografinya, ketika Ali berusia 39 tahun menampilkan dirinya di puncak karir dengan memecahkan rekor 56 menang, lima kali kalah, dan 37 menang knockouts sebelum betul-betul mengantungkan sarung tinju di tahun 1981[2] dari total pertarungan tinju 61 kali[3]. Tibalah kita pada ingatan atas penampilan hebat melalui foto Cassius Clay alias Muhammad Ali paling ikonik yang pernah dijapret di atas arena pertandingan tinju dunia. Dalam momentum berharga atau peristiwa lawas tidak ada foto diselipkan sedikit saja kisah kepura-puraan di atas atau di luar tinju dunia. Secara a priori, foto apa yang tidak sungguh-sungguh di atas ring tinju? Raungan laksana harimau juga bukan. Kecuali pergerakan fantastis dengan apa yang diistilahkan sebagai tulisan-gambar cahaya (Derridian) berhasil merekam peristiwa, yang bernama fotografi.

Sekian banyak jumlah hingga ribuan foto Ali yang diabadikan terutama berbagai gaya di atas ring tinju. Untuk memenuhi penandaan peristiwa tertentu, kita cukupkan beberapa gambar atau foto Ali dengan apa yang melatarinya. Bagaimana foto sosok hebat menjadi ikonik? Foto eksentris nyaris lengkap. Sebuah foto dari sekian banyak foto peristiwa lain bukan sekedar berita melahirkan pesan, tetapi juga menjadi reproduksi ingatan. Adalah Neil Leifer seorang fotografer muda yang handal dan menginspirasi ketika merekam gambar di Lewiston, Maine.

Dia sengaja bertindak sebagai fotografer untuk membidik pertarungan ulang tinju dunia antara Cassius Clay, kemudian hari dikenal Muhammad Ali melawan Sony Liston. Namun, Ali berhasil mengkanvaskan Liston. Pertarungan tinju dunia tersebut yang menyejarah karena dua hal. Pertama, kisah tinju dunia di hadapan mata kamera fotografi yang menciptakan kekuatan karya seni. Kedua, pertarungan tinju dunia yang berlangsung di bulan Mei 1965 menghentakkan jagat karena kontroversial. Phantom punch (pukulan hantu) turut terlibat dalam gelar tinju dunia antara kedua petinju kenamaan.

Beruntunglah kesaksian Neil Leifer atas pertarungan Ali melawan Liston. Berkenaan dengan kemenangan knockouts tercatat sebagai sejarah karir tinju Ali juga direkam sebagai foto paling ikonik oleh sejumlah media, diantaranya Sports Ilustrated, Fox Sports, Petapixel, Time, dan The Washington Post. Siapa sangka foto ikonik Ali, dimana Liston jatuh terkapar di atas arena tinju membetot perhatian dunia.

Jika diidentifikasi dan dinilai dari 70 foto ikonik, yang bertepatan dengan ulang tahun Ali ke 70, tidak bisa dipungkiri terdapat satu foto paling ikonik, yaitu saat pertandingan ulang antara Ali melawan Liston dalam kejuaran tinju kelas berat dunia di dekade 60-an[4], yang menawan dan menegangkan dibidik langsung oleh Neil Leifer bersama kamera Rolleiflex di tangannya.

Berkat foto berwarna spektakuler hasil bidikan sempurna yang nyata dari Neil Leifer, foto Ali paling ikonik sulit untuk dilupakan. Apa yang memjadikan hanya satu foto yang ikonik? Berwarna dan ketulusan Neil Leifer dalam mengambil foto, seakan-akan menampilkan ‘gambar hidup’, sekalipun Ali telah lama tiada. Foto ikoniknya mampu merefleksikan proses menjadi ‘manusia berseni tinggi’ dalam dunia tinju. “Saya sangat beruntung pada pertarungan Ali-Liston, tetapi apakah saya paling bangga saat saya tidak merindukannya.” “Tidak pernah ada seorang atlet seperti Ali,” kata Neil Leifer[5]. Dibalik ‘sang Hebat’ Ali, ada Leifer menawarkan foto paling ikonik di dunia tinju.

Neil Leifer memang seorang fotografer olahraga cemerlang, yang menandai malam drama tinju menjadi terang melebihi kilatan cahaya memancar dari rahasia mata kameranya. Sama misteriusnya Ali di balik dan di luar foto ikoniknya. “Saya tidak pernah memiliki malam seperti yang pernah ada,” katanya. “Pertarungan berlangsung dua menit, sembilan detik … Saya dapat tiga gambar hebat[6].” Warna dan ketulusannya tanpa jarak antara tanda sportifitas luar biasa dan ring tinju Ali, yang foto ikoniknya tersimpan dan mengalir melampaui proses menjadi manusia.

Terhadap Liston, setelah didaratkan pukulan di kepalanya, lalu roboh dikanvaskan oleh Ali, tiba-tiba terlontar dari bibirnya dan menjadi ungkapan masyhur: “Bangun dan bertarunglah”[7]. Disini, kata-kata itulah menyatu dengan foto ikoniknya. Suatu foto historis yang sulit dilepaskan dari ikatan kemanusiaan hingga di akhir hayat Ali, dari sekian banyak foto ikonik lain.

Apa maksud dari citra fotografis? Mata kamera dibalas mata lain. Mata fotografer Neil Leifer tidak bisa menyembunyikan mata kamera dalam titik kerahasiannya untuk mengabadikan sebuah gambar ikonik berwarna yang hebat dari Ali melawan Liston. Ali tidak bernafsu untuk mengakhiri pertandingan, malahan bersuara ditujukan atas Liston bangun dan bertarung kembali. Disamping terekam dalam foto masing-masing menggunakan sarung tangan berwarna merah, Ali bercelana dominan berwarna putih dan Liston dominan berwarna hitam dalam posisi tubuh terkapar, menghadap ke atas. Peristiwa dan pemandangan tinju dunia, yang terekam dalan foto merupakan realitas murni karena mudah terlihat jelas.

Pada saat proses pemindahan obyek nyata dalam bentuk foto, citra atau gambar hasil adegan tinju, dari fotografi tidak sanggup memancarkan wajah lain, selain “kita”, bukan “aku”. Wajah orang murni dan sejati adalah sang Nyata, yang dipalsukan oleh topeng atau ilusi dari realitas. “Kita” adalah manusia sama dalam perbedaan. Sedangkan sang Nyata tanpa ilusi hanya meniru dirinya sendiri, dalam ruang ekspresi dan ruang komunikasi secara blak-blakan: “Bangun dan bertarunglah!” Pertarungan besar tersebut bukan karena semata-mata penampilan sosok sportis dan estetis, melainkan mampu keluar dari beban mekanisme ideologis yang menghantui. Paling penting disini, Ali memiliki kekuatan seperti kekuatan foto yang tidak sirna untuk menampilkan sosok historis dan memanggungkan sosok epistemis dalam sudut pandang yang berbeda.

Khusus tanda ideologi yang mengintai proses pemindahan obyek nyata dalam bentuk foto dibebaskan oleh ikon Ali, ditandai dengan pengetahuan terhadap aura kekerasan secara nyata, imajiner, dan simbolik merupakan bahaya bagi manusia. Kekerasan lenyap dalam sang Nyata, tanpa bayang-bayang semu. Meskipun terpampang obyek nyata, proses pemindahan dalam foto tidak pernah mereduksi tanda ekspresi dan tanda komunikasi yang melanda bangunan sportifitas tinju di dunia nyata.

Lalu, untuk memproyeksikan gambar atau foto, yang dipancarkan oleh realitas, maka tidak perlu seorang fotografer mencabik-cabik realitas dengan rangkaian peristiwa yang menyertainya menjadi detail hingga hal sekecil-kecilnya. Demi menambah kekuatan foto, satu-satunya cara adalah mengalirkan peristiwa besar dan pemandangan foto ikonik dari arena tinju dunia melalui reproduksi ingatan bersama.

Hal lain, yang memudahkan satu proses pemindahan obyek nyata dalam foto ikonik, yaitu realitas murni perlu menghubungkan dirinya dengan permainan tanda, yang bergerak secara mekanis. Bayangkan, seorang fotografer harus merekam peristiwa penting setelah terhubung antara obyek nyata dan citra atau foto. Sebuah foto ikonik dari sosok hebat muncul melalui tanda mekanis, yang membuka ruang berbeda dan cair dimungkinkan untuk dibaca, ditafsirkan, dinilai, dan didaur ulang.

Tetapi, aliran tanda mekanis yang mempertajam tanda ekspresi dan tanda komunikasi tidak mengurangi kekuatan foto. Karena itu, pemindahan obyek nyata dalam foto melalui tanda mekanis tidak bergantung pada salinan, turunan, dan tiruan dari realitas. Semuanya mengarah pada teknik pengambilan gambar yang sempurna. Adapun reduksi warna dan sudut sudut pandang merujuk pada kuasa waktu. Foto ikonik membuat waktu yang berbicara tentang sang Nyata atau bukan.

Foto ikonik adalah bagian dari jejak dan tanda, yang akan dilacak kerangka pengetahuannya, diurutkan dari keteracakan, dan ditata ulang tulisan-gambar-tanda komunikasi dari hirarki ujaran maupun titik buta’, antara fotografer dan pembaca, sosok ikonik dan masyarakat. Foto ikonik tidak serta merta ditelan bulat-bulat cuilan realitasnya, tetapi diinteraksikan, disaling-silangkan jejak ketidakhadiran, dan dilipatgandakan kekuatan foto atau gambarnya hingga selalu menjangkau zaman yang belum dilaluinya.

Satu hal lagi, ketika foto ikonik dari sosok hebat menghiasi permukaan tulisan-gambar terjadi dalam peristiwa demi peristiwa, yang menjadikan reproduksi ingatan muncul menggelayuti sisi kehidupan di dunia nyata, disitulah kelahiran realitas yang berbeda. Jadi, foto ikonik dari sosok yang hebat menciptakan realitas lain daripada yang lain.

Di atas permukaan kepolosan gambar hebat dan kekhasan foto ikonik, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa mulanya foto satu-satunya medium pengingatan kembali, ruang dimana jejak-jejak dan tanda-tanda ditemukan diantara kelimpah-ruahan realitas. Boleh jadi, foto ikonik yang khas dan polos yang tergeledah dalam bangunan fotografis, yang mengakarkan kesejarahan pengetahuan secara dinamis dan kreatif saat orang-orang akan melacak jejak-jejak kedisiplinan dan keprofesionalan ilmu pengetahuan di balik realitas olahraga tinju. Bersama atau tanpa foto atau gambar, ‘menjadi sang Ikon’ hebatlah Ali di sepanjang masa! Anda telah membangunkan dan mempetarungkan dunia agar bebas dari kebenciaan, kekalutan pikiran, kekerasan hasrat, dan kepura-puraan.


[1] BBC telah memahkotai dengan gelar pada Ali sebagai Sportsman of The Century di Inggris tahun 1999. Diakses dari http://news.bbc.co.uk/2/hi/sport/561352.stm, tanggal 19 Januari 2022, pukul 21.41 WITA.

[2] Ketika Ali berusia 39 tahun menampilkan dirinya di puncak karir dengan memecahkan rekor 56 menang, lima kali kalah, 37 menang knockouts sebelum betul-betul gantungkan sarung tinju di tahun 1981.  Diakses dari https://www.biography.com/athlete/muhammad-ali?li_source=LI&li_medium=m2m-rcw-biography, tanggal 20 Januari 2022, pukul 13.58 WITA.

[3] Dari total pertarungan tinju. Diakses dari https://id.m.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Ali, tanggal 20 Januari 2022, pukul 19.08 WITA.

[4] Satu foto paling ikonik, yaitu saat pertandingan ulang antara Ali melawan Liston dalam kejuaraan tinju kelas berat di dekade 60-an. Diakses dari https://time.com/3713461/happy-birthday-muhammad-ali-70-iconic-images-for-70-years/, tanggal 18 Januari 2022, pukul 21.02 WITA.  https://petapixel.com/2016/12/02/iconic-muhammad-ali-photo-ever-taken-auction/, tanggal 20 Januari 2022, pukul 20.39 WITA.

[5] “Saya sangat beruntung pada pertarungan Ali-Liston, tetapi apakah saya paling bangga saat saya tidak merindukannya.” “Tidak pernah ada seorang seperti Ali,” kata Neil Leifer. Diakses dari https://www.washingtonpost.com/news/early-lead/wp/2016/06/04/muhammad-ali-was-the-greatest-in-one-of-sports-most-iconic-photos-too/, tanggal 20 Januari 2022, pukul 20.44 WITA.

[6] “Saya tidak pernah memiliki malam seperti yang pernah ada,” katanya. “Pertarungan berlangsung dua menit, sembilan detik … Saya dapat tiga gambar hebat.” Diakses dari https://www.washingtonpost.com/news/early-lead/wp/2016/06/04/muhammad-ali-was-the-greatest-in-one-of-sports-most-iconic-photos-too/, tanggal 20 Januari 2022, pukul 20.44 WITA.

[7] “Bangun dan bertarunglah.” Sebuah foto terkenal, tetapi membingungkan yang tidak henti-hentinya muncul di sana. Diakses dari  https://www.foxsports.com.au/boxing/when-muhammad-ali-knocked-out-sonny-liston-the-story-behind-the-most-famous-image-in-sport/news-story/f11e95c8a5c172b5c48852e8fe80bef9, tanggal 19 Januari 2022, pukul 21.56 WITA.

ASN/PNS Bappeda Kabupaten Jeneponto/ Aktivis Masyarakat Pengetahuan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like