Actus Humanus Sebagai Tindakan Atas Teror Bom Bunuh Diri7 min read

Tindakan yang mengakibatkan ketakutan dan keresahan pada masyarakat adalah perilaku teror bom bunuh diri. Perilaku teror bom bunuh diri yang dilakukan merupakan aksi yang kian menegaskan bahwa tidak ada lagi keinginan untuk mencintai kehidupan, mencintai diri sendiri, keluarga dan masyarakat. Sejatinya, para pelaku teror bom bunuh diri bukanlah mereka yang tidak tahu akan agama, melainkan mereka yang memaknai teks agama secara kolot dan ortodoks.

Sejak bangsa ini merdeka, riuh radikalisme, intoleransi, dan terorisme menjadi momok hingga kini. Tak bisa dipungkiri dromologi kapitalisme global yang mengakuisisi bangsa ini, turut serta menghantar narasi teror bom bunuh diri  yang terus meningkat. Selain itu, doktrin agama tertentu, penindasan ekonomi dan sosial, hingga kelelaian pemerintah menjalankan amanat, dan pranata hukum yang tidak adil, turut serta mengakibatkan bencana bagi korban peledakan bom, pembakaran, perusakan, pembunuhan, dan lain sebagainya.

Jika berkaca pada realitas teror bom bunuh diri yang kembali terjadi di tengah pandemi covid-19 ini, patut dipertanyakan kemana akhlak, moral, dan etika para teror itu? mengapa mereka harus meneror manusia yang tak berdosa? Apa hakekat tindakan mereka? Bagaimana penilaian moral?Apa solusinya? Apakah mereka tak memilik hati nurani? Kenyataanya, teror bom bunuh diri  telah disinyalir menjadi ideologi, menjadi gaya hidup dari gerakan fatalisme, radikalisme, dan fundamentalisme.

Apa itu Actus Humanus

Actus humanus merupakan bagian dari cakupan filsafat moral. Yang dimaksud dengan actus humanus adalah tindakan yang dapat dan harus dipertangungjawabkan (imputabilitas) yang didasarkan pada sikap tahu, mau (bebas), dan mampu. Lawan dari actus humanus adalah actus hominis yang mana tidak memenuhi atau kekurangan persyaratan dari ketiga sikap di atas.

Pemahaman actus humanus amat menentukan untuk penilaian moral, betapa pun sulit memastikan tingkat pengetahuan, kebebasan, dan kemampuan orang yang sudah dalam kondisi normal serba terbatas, apalagi dalam kondisi patalogis, bila orang tidak mampu mempertanggungjawabkan tindakannya.

Tindakan manusia tentu merupakan kunci untuk penilaian moral. Terminologi moral selalu mengacu pada baik-buruknya manusia sebagai manusia. Bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikan sebagai manusia. Norma moral adalah tolak ukur untuk menentukan betul-salahnya sikap dan tindakan manusia dilihat dari baik buruknya sebagai manusia dan bukan sebagai pelaku peran tertentu dan terbatas (Go: 2017).

Secara etimologis, terminologi moral berasal dari akar kata Latin “mos”-“moris”. Dua akar kata ini sama dengan terminologi “etika” dalam bahasa Yunani, yang memiliki arti “kebiasaan”. Etika adalah istilah yang digunakan untuk menyebut ilmu dan prinsip-prinsip dasar penilaian baik buruknya perilaku manusia sebagai manusia. Sedangkan moral untuk menyebut aturan dan norma yang lebih kongret bagi penilaian baik-buruknya perilaku manusia.

Objek material ilmu etika adalah perilaku atau tingkah laku manusia sebagai manusia. Sedangkan objek formalnya adalah segi baik-buruknya atau salah-benarnya tindakan tersebut berdasarkan norma moral.  Penilaian dan keputusan apakah tingkah laku seseorang dapat dikatakan baik atau buruk, apakah tindakan sebagai manusia itu benar atau salah secara moral tentu mengandaikan adanya tolak ukur. Tolak ukur itu disebut sebagai norma moral.

Norma moral sendiri didasarkan atas apa yang disebut prinsip dasar moral. Maka pemikiran filosofis tentang masalah moral dan prinsip moral perlu mendasari penelitian tentang benar dan salahnya tindakan manusia sebagai manusia. Filsafat moral juga berurusan dengan pertanyaan bagaimanakah pemikiran, penilaian, dan pengambilan keputusan moral dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara bertanggungjawab (Sudarminta: 2013).

Hakekat Teror Bom Bunuh Diri

Apa hekekat yang melandasi terjadinya tindakan teror bom bunuh diri? Adalah sebuah kebenaran bila tindakan actus humanus menjadi jawabannya. Sebab tindakan teror bom bunuh diri adalah suatu perbuatan yang dapat saja dilandasi oleh persayaratan di atas, yakni sikap tahu, mau (bebas) dan mampu.  Maka, terlepas dari tindakan baik-buruknya,  saya ingin menelaah  tindakan teror bom bunuh diri dari sudut pandang actus humanus.

Pertama, tahu. Secara skematik objek pengetahuan dapat diungkapkan sebagai berikut bahwa fakta aku melakukan tindakan. Fakta itu menyangkut aku melakukan tindakan apa dan norma apa yang mengatur tindakan itu. Maka tahu, berarti sebuah kesadaran yang membimbing seseorang melakukan sesuatu.

Teror bom bunuh diri yang terjadi adalah fakta, yang tentu dilandasi oleh sikap tahu. Pelaku bom bunuh diri  entah sebelum atau sesudah melakukan tindakannya ia tahu bahwa tindakannya melewati batas, melanggar norma dan nilai kemanusiaan. Dampak dari tindakannya ialah menimbulkan korban jiwa, beban mental keluarga, dan rusaknya fasilitas tertentu.

Kedua, mau (bebas). Pengetahuan merupakan syarat kemauan bebas. Maka yang dimaksud mau ialah kebebasan. Suatu tanda adanya kebebasan ialah kemungkinan memilih (liberum arbitrium). Oleh karena itu  manusia dalam kebebasan itu memiliki kehendak bebas. Dengan kehendak bebas manusia memilih  mana di antara kemungkinan-kemungkinan yang mau dia lakukan.

Teror bom bunuh diri merupakan tindakan yang didasarkan pada kehendak bebas. Pelaku teror bebas melakukan serangan terkordinasi. Dengan paham ideologi tertentu atau, mungkin saja dengan  doktrin agama pelaku dengan kehendak bebasnya melakukan tindakan bom bunuh diri, sebab baginya adalah suatu tindakan “jihat”  namun bagi orang lain itu adalah tindakan diluar nalar atau tindakan cacat nurani. Maka, atas dasar kehendak, teror bom bunuh diri adalah pilihan mau (bebas) dari si pelaku.

Ketiga, mampu. Tahu dan mau (bebas) tidaklah cukup tanpa sikap mampu. Mampu adalah kemauan untuk menghasilkan apa yang dikehendaki. Fakta bahwa adanya bom bunuh diri adalah hasil ahkir dari pelaku teror bom bunuh. Dengan kata lain, adanya fakta bom bunuh diri mensyaratkan bahwa pelaku mampu melakukannya terlepas dari segala norma, nilai, dan peraturan yang mengikat.

Penilaian Moral

Jika teror bom bunuh diri adalah hasil dari tindakan actus humanus, yang didasarkan pada sikap tahu, mau (bebas), dan mampu, maka bagaimana penilaian moral atas tindakan teror bom bunuh diri. Saya menelaah penilaian ini dari sisi teologi moral Kristiani. 

Bahwa umumnya teologi moral Katolik menolak setiap bentuk bunuh diri sebagai pelanggaran berat. Alasanya-alasanya(Karl-Heinz Peschke SVD 2003):

Pertama, realitanya adalah bahwa manusia tidak mempunyai hak atas diri dan kehidupannya. Manusia hanya memiliki hal kelola dan pakai secara bertanggungjawab. Pemilik dan tuan sesungguhnya atas kehidupan manusia adalah Allah sendiri. Ia memberikan kehidupan kepada manusia sebagai hadiah, agar dengan itu berguna dalam pelayanan rencana ilahi terhadap manusia dan alam ciptaan.

Dan menurut rencana tersebut, karya ciptaan hendak dikembangkan dan dibawa kepada pemenuhannya bersama manusia. Manusia harus menghayati kehidupannya dan menyelaraskannya dengan kehendak Allah, sebagaimana termaktub dalam rencana tersebut. Karena itu, bunuh diri dalam bentuk apa pun atau pembunuhan terhadap orang lain melanggar hak milik Allah yang berdaulat atas manusia.

Kedua, bunuh diri apa pun bentuknya adalah pelanggaran terhadap kewajiban seseorang untuk mencintai diri, dan terhadap kehidupan persekutuan di dalam keluarganya dan masyarakat. Proses pertumbuhan seorang manusia menuju kedewasaan mencakup prestasi, sarana, dan pengorbanan, tidak terlepas dari pengorbaan keluarga dan masyarakat.  Maka seorang manusia wajib menghasilkan buah dan tidak dapat menyia-nyiakannya tanpa melukai dan membunuh orang lain. Ia harus mampu mencintai dirinya, mencintai kewajibannya sebagai manusia demi menghasilkan buah bagi keluarga dan masyarakat.

Ketiga, bunuh diri  apa pun bentuknya adalah pelanggaran terhadap kewajiban untuk mencintai diri dan mendambakan kesempurnaan. Seorang manusia yang melakukan bunuh diri berarti mematikan kemungkinan bertumbuhnya kedewasaan pribadi lebih lanjut. Ia enggan untuk mencapai kesempurnaan, ke arah mana ia dipanggil Allah. Dan ia melakukan hal itu dalam keputusan yang final dan tak dapat direvisi kembali, yang tidak bisa ditarik kambali dan tidak memperkenankan koreksi. Oleh karena itu, bunuh diri apapun bentuknya pada dasarnya melawan hak atas kehidupan, hak atas kewajiban mencintai diri, keluarga, dan masyarakat.

Implikasi Logis

Menyentil  etika hukum kodrat Thomas Aquinas “bonum est faciendum et prosequendum et malum vitandum”:  Yang baik harus dilakukan, dan diusahakan, dan yang buruk dihindari. Maka, “yang baik” adalah “apa yang ditujui oleh semua”. Yang baik adalah apa yang mengarahkan mahkluk apa pun tujuannya. Tujuan itu ditentukan oleh kodrat, terutama kodrat sebagai manusia (Frans Magnis-Suseno: 1992).   Dengan kodrat sebagai manusia, adalah  sebuah keharusan bagi manusia untuk mencintai kehidupan ini, mencintai diri sendiri, keluarga, dan masyarakat.

Oleh karena itu “yang baik” adalah “apa yang ditujui oleh semua orang”, maka dibutuhkan kerja sama dari banyak pihak  untuk melakukan  sosialisasi berupa penghayatan dan pengamalan nilai-nilai moral, menumbuhkan nilai-nilai rasa kemanusian dan  kebangsaan. Terutama rasa kewarganegaraan sebagai bangsa yang berjiwa pancasilais harus dijadikan sebagai dasar utama. Sebab, hemat saya cara-cara seperti itulah yang bisa digunakan untuk meminimalisir  tindakan teror bom bunuh diri di masa yang akan datang. Sehingga dengan demikian “yang baik” adalah “apa yang ditujui semua orang” senantiasa dipelihara, dihayati, dan dijaga di dalam kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara.


Referensi

SVD, Peschke Heinz-Karl. 2003. Etika Kristiani Jilid III Kewajiban Moral Dalam Hidup Pribadi. Maumere: Ledalero.

Suseno, Frans Magnis. Filsafat Sebagai Ilmu Kritis. 1992. Yogyakarta: Kanisius.

Go, Piet. 2007. Teologi Moral Dasar. Dioma: Malang

Hardiman, F.B. 2015. Massa, Teror, dan Trauma. Maumere: Ledalero

OFM, Namsa Engelberto Vredigando. Tindakan Manusia Terhadap Penderitaan Dalam Penilaian Moral. Opini jubi.co.id, Kamis, 15 April 2020. Diakses, 29/03/2021, 09:15.

Prayogo. 2018/2019. Etika Moral Kasus Penyerangan Teroris di Indonesia. Artikel pdf Program Studi Farmasi Universitas Katolik Widya Mandala Madium, diakses 29/03/2021, 10:02. 

Bernama lengkap Aloisius Hestronius Deri. Mahasiswa Ilmu Fakultas Filsafat Universitas Katolik Widya Mandira Kupang, Nusa Tenggara Timur.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like