Anarki(s) dan Politisasi Bahasa8 min read

Pada 24 Juni 2020, Media Indonesia (daring), menerbitkan sebuah berita yang berjudul “Demo Tolak Tambang di Manggarai Ricuh, Polisi Bertindak Anarkis”. Ketika membaca berita tersebut, saya mencoba mencermati dan mencari penjelasan yang gamblang terkait maksud dari kata “anarkis” yang telah diletakkan pada judul berita tersebut.

Namun sayang, pencarian saya tidak menuai hasil. Sebab di dalam berita ini, saya tidak menemukan penjelasan yang gamblang perihal maksud dari kata “anarkis”. Saya hanya menemukan dua kalimat yang sekiranya bisa menjelaskan aksi dari polisi yang mungkin merujuk pada kata “anarkis” tersebut. Dua kalimat itu, yaitu; pertama, “pada saat itulah polisi bertindak represif dengan memukul dan mencekik mahasiswa”, kedua, “ketika mahasiswa dibuat kocar-kacir oleh aparat (polisi), rombongan Gubernur pun lolos dari kepungan lalu bertolak ke Manggarai Timur” (Media Indonesia, 24 Juni 2020).

Apa Itu Anarki(s)?

Setelah membaca berita tersebut, pertanyaan yang muncul di kepala saya adalah “apa yang dimaksud dengan anarkis?”. Dalam rangka menemukan jawaban atas pertanyaan tersebut, saya pun berselancar di google. Google (wikipedia) menjelaskan bahwa “anarkis” adalah orang yang mempercayai dan menganut anarki.

Tidak berhenti di situ saja, wikipedia juga menjelaskan bahwa secara etimologi kata “anarki” adalah sebuah kata serapan dari anarchy (Bahasa Inggris) dan anarchie (Belanda/Jerman/Perancis), yang juga mengambil dari kata Yunani, anarchos/anarchia. Ini merupakan kata bentukan a (tidak/tanpa/nihil) yang disisipi n dengan archos/archia (pemerintah/kekuasaan). Anarchos/anarchia=tanpa pemerintahan.

Jika merujuk pada pengertian “anarkis” yang diterangkan wikipedia, maka sudah pasti bahwa kata “anarkis” yang diletakkan pada judul berita tidak dapat menerangkan sesuatu bahkan kata “anarkis” tersebut semestinya tidak perlu ada pada judul berita tersebut. Tetapi, dalam rangka untuk menciptakan keyakinan bahwa kata “anarkis” yang diletakkan pada judul berita tersebut mempunyai arti yang lain, saya pun kembali berselancar di google. Google (Kamus Besar Bahasa Indonesia versi online) menerangkan bahwa “anarkis” mempunyai dua arti, yaitu: pertama, “peganjur (penganut) paham anarkhisme”, kedua, “orang yang melakukan tindakan anarki”.

Jika merujuk pada pengertian “anarkis” yang ditengkan Kamus Besar Bahasa Indonesia versi online, khususnya arti pertama, maka sekali lagi, kata “anarkis” yang diletakkan pada judul berita, tidak dapat menerangkan apa-apa dan bahkan tidak perlu ada di dalam judul berita tersebut. Sebab kata “anarkis” yang diletakkan pada judul berita tersebut akan menjadi rancu dan kehilangan maknanya.

Tetapi, jika kita merujuk pada pengertian “anarkis” yang diterangkan Kamus Besar Bahasa Indonesia versi online, khususnya arti kedua, maka kita mesti mencari arti kata “anarki” yang disebut pada arti kedua itu. Dari hasil pencarian itu, saya menemukan bahwa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia versi online, “anarki” mempunyai dua arti, yaitu; pertama, “hal tidak adanya pemerintahan, undang-undang, peraturan, atau ketertiban”, kedua, “kekacauan (dalam suatu negara)”.

Dengan ditemukannya arti kedua dari kata “anarki”, sebagaimana yang diterangkan oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia versi online ini, maka saya menduga bahwa kata “anarkis” yang diletakkan pada judul berita di atas merujuk pada “kekacauan”. “Kekacauan” tersebut merujuk pada tindakan memukul dan mencekik mahasiswa serta tindakan kocar-kacir yang dilakukan oleh aparat polisi, sebagaimana yang tertera pada berita tersebut. Dengan kata lain, kata “anarkis” yang diletakkan pada judul berita tersebut mengandung arti “kekacauan, ketidakteraturan, dan kerusuhan”. Dan, saya kira, kata “anarkis” yang berarti “kekacauan” inilah yang menjadi pengertian utama ketika kita membicarakan “anarkis” dan “anarki”.

Seperti penulis berita di atas, saya juga pernah menulis sebuah karya tulis ilmiah berjudul “Analisis Masalah Korupsi di Indonesia dalam Konteks Lagu “Galang Rambu Anarki” Karya Iwan Fals”. Dalam karya tulis tersebut, saya menganalisis beberapa kata dari lagu tersebut yang sekiranya dapat dikaitkan dengan masalah korupsi. Salah satu kata yang saya analisis adalah kata “anarki”. Dalam menganalisis kata tersebut, saya mengikuti pengertian utamatentang kata “anarki”.

Dengan berkutat pada pengertian utama tersebut, saya mendefenisikan kata “anarki” sebagai hal yang merusak atau kacau. Selain itu, saya juga mendefenisikan kata “anarki” sebagai usaha seseorang atau kelompok untuk melakukan kekacauan atau kerusuhan yang tentunya melanggar undang-undang atau peraturan yang berlaku dan selalu merugikan orang lain.

Selanjutnya, saya menulis bahwa “dalam  konteks lagu Galang Rambu Anarki, kata “anarki” merujuk pada perilaku  seorang atau sekelompok politisi dan kaum elit politik di negara ini. Perilaku yang dimaksud adalah pelanggaran terhadap undang-undang yang berlaku di negara ini yaitu dengan melakukan tindakan korupsi.

Ketika kekuasaan sudah berada di depan mata, maka tindakan anarki ini timbul. Hal ini terjadi karena seorang atau sekelompok politisi maupun kaum elit politik cenderung menyalahgunakan kekuasaan atau jabatan yang mereka miliki. Dengan kata lain, mereka memanfaatkan kekuasaan dan jabatannya untuk melakukan tindakan anarki, yang dalam hal ini adalah korupsi”.

Meskipun demikian, pertanyaan yang kembali muncul di kepala saya adalah “apakah defenisi “anarki” dan “anarkis” yang saya dan penulis berita di atas terangkan merupakan sesuatu yang benar dan tepat?

Meluruskan Pengertian Anarki (s)

Ada beberapa orang yang mencoba meluruskan pengertian dari kata “anarki (s)” di antaranya, Rahardian Shandy, Seno Gumira Ajidarma, dan Alexander Berkman. Rahardian Shandy melalu tullisannya di IDN TIMES yang berjudul “Bukan Soal Kekacauan, Ternyata Ini Makna “Anarki” Sebenarnya”, mengatakan bahwa “ketika mendengar kata “anarki”, kebanyakan dari kita akan membayangkan tentang orang-orang yang menggila, melakukan perusakan, dan kekacauan. Bayangan itu membuat kita menjadi anti pada orang-orang anarki. Membuat kita pun enggan berdekatan dan hidup berdampingan dengan orang-orang anarki”.

Selanjutnya, Rahardian Shady, mengatakan bahwa “sebenarnya, bisa dikatakan bahwa doktrin terhadap kita selama ini tentang kata “anarki” adalah salah. Sehingga akhirnya muncul juga pemahaman yang salah pada diri kita. Karena sebetulnya kata “anarki” bukan ditujukan kepada orang-orang yang melakukan perusakan. Untuk hal itu justru disebut vandalisme. Dan antara anarki dan vandalisme jelas berbeda”.

Dalam rangka memperkuat argumentasinya, Rahardian Shandy memasukkan pengertian anarki menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Hasilnya sama seperti temuan saya sebelumnya, yaitu bahwa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, anarki memiliki dua arti, pertama, hal tidak adanya pemerintahan, undang-undang, peraturan atau ketertiban, kedua, kekacauan (dalam suatu negara).

Lebih lanjut, Rahardian Shandy menerangkan bahwa sebenarnya “anarki” merupakan kata serapan dalam bahasa Inggris dari anarchy. Rahardian Shandy (menukil dari Britannica.com), menerangkan bahwa anarki berasal dari bahasa Yunani (anarchos) yang berarti “tanpa pemerintahan”. Sementara itu, anarkis adalah sebutan bagi orang-orang yang menganut paham anarki” (Rahardian Shandy, dalam IDN TIMES, 18 September 2017).

Seno Gumira Ajidarma juga pernah menulis tentang anarki pada kolom Tempo.co dengan judul “Dari Anarkisme ke Terorisme”. Dalam kolom tersebut, Seno Gumira menulis pandangannya tentang gerakan teroris Islam State of Iraq and Suriah (ISIS) yang bukan bagian dari paham anarki.

Seno Gumira Ajidarma menulis “teror membuat saya berpikir tentang anarki. Namun, apabila konsepnya diperiksa, anarkisme adalah gerakan politik yang menuntut penghapusan negara, menggantikan semua bentuk otoritas pemerintahan dengan persekutuan bebas, dan kerjasama kelompok maupun pribadi secara sukarela” (Seno Gumira, dalam Tempo.co, 19 Januari 2016).

Sementara itu, usaha untuk meluruskan pandangan yang keliru tentang “anarkisme, anarkis, dan anarki” juga dilakukan oleh Alexander Berkman. Alexander Berkman berbicara dengan terang perihal anarkisme yang ia tuangkan dalam buku berjudul “Anarkhisme dan Revolusi Sosial”. Dalam buku tersebut, Alexander Berkman menerangkan bahwa “anarkhisme bukan bom, ketidakteraturan atau kekacauan. Anarkhisme bukan perampokan dan pembunuhan. Anarkhisme bukan sebuah perang di antara sedikit melawan semua. Anarkhisme bukan berarti kembali ke barbarisme atau kondisi yang liar dari manusia. Anarkhisme adalah kebalikan dari semua itu”.

Lebih lanjut, Alexander Berkman menjelaskan bahwa anarkhisme memiliki arti bahwa anda harus bebas; bahwa tidak ada seorang pun boleh memperbudak anda, menjadi majikan anda, merampok anda, ataupun memaksa anda. Itu berarti bahwa anda harus bebas untuk melakukan apa yang anda mau; dan bahwa anda tidak boeh dipaksa untuk melakukan apa yang anda tidak mau lakukan. Itu berarti bahwa anda harus memiliki sebuah kesempatan untuk memilih jenis kehidupan yang anda mau, hidup di dalamnya tanpa ada yang mengganggu.

Itu berarti kawan di sebelah anda harus memiliki kebebasan yang sama dengan anda; bahwa setiap orang harus memiliki hak-hak dan kebebasan yang sama. Itu berarti semua orang bersaudara dan bahwa mereka harus hidup seperti saudara dalam perdamaian dan harmoni. Yaitu bahwa tidak boleh ada perang, tidak boleh ada kekerasan yang digunakan oleh sekelompok orang kepada yang lainnya, tidak boleh ada monopoli, dan tidak boleh ada kemiskinan, tidak boleh ada penindasan, tidak boleh ada pengambilan keuntungan dari kawan anda. 

Secara singkat, anarkhisme berarti sebuah kondisi di mana semua laki-laki dan perempuan bebas, dan di mana semua menikmati kesetaraan dan manfaat dari kehidupan yang teratur dan masuk akal (Berkman, 2001: 3-4).

Politisasi Bahasa

Setelah membaca ulasan di atas, mungkin kita bertanya “mengapa kita menjadi keliru dalam memahami istilah anarkhisme, anarkhis, dan anarkhi? Untuk menjawab pertanyaan ini, saya sekali lagi mengutip pernyataan Alexander Berman. Alaexander Berkman menuturkan bahwa anarkhisme memiliki banyak musuh; mereka tidak akan mengatakan hal yang benar mengenainya.

Baik bos politik anda atau majikan anda, para kapitalis ataupun para polisi, tidak akan berbicara dengan jujur kepada anda mengenai anarkhisme. Kebanyakan dari mereka tidak mengetahui hal itu, dan semua membencinya. Surat-surat kabar dan terbitan mereka-pers-pers kapitalis-juga menentang anarkhisme.

Bahkan kebanyakan kaum sosialis dan Bolshevik mengatakan hal yang salah mengenai anarkhisme. Benar bahwa mayoritas dari mereka tidak mengatahuinya dengan lebih baik. Tetapi, mereka yang mengetahuinya dengan lebih baik sering berbohong mengenai anarkhisme dan berbicara tentang anarkhisme sebagai “ketidakteraturan dan kekacauan”.

Lebih lanjut, Alexander Berkman menuturkan bahwa anda dapat melihanya sendiri betapa tidak jujurnya mereka di dalam hal ini: guru terbesar sosialisme-Karl Marx dan Friedrich Engels-telah menganjurkan bahwa anarkhisme akan datang setelah sosialisme. Mereka mengatakan bahwa kita pertama-tama mesti memiliki sosialisme, tetapi setelah sosialisme akan terdapat anarkhisme, dan anarkhisme merupakan sebuah kondisi masyarakat yang lebih bebas dan indah untuk hidup daripada sosialisme. Tetapi, kaum sosialis, yang sangat percaya kepada Marx dan Engels, memaksa untuk menyebut anarkhisme sebagai “kekacauan dan ketidakteraturan” , yang menunjukkan kepada kita betapa bodoh dan tidak jujurnya mereka.

Kaum Bolshevik melakukan hal yang sama, walaupun guru besar mereka, Lenin, telah mengatakan bahwa anarkhisme akan mengikuti Bolshevisme, dan bahwa kemudian hal itu akan lebih baik dan bebas untuk hidup (Berkman, 2001: 2-3)

Jika kita terjebak pada pengertian utama tentang anarkhisme, anarkhis, dan anarkhi yang dipahami sebagai “kekacauan dan ketidakteraturan”, maka boleh jadi kita merupakan korban “politisasi bahasa” yan diproduksi oleh bos politik, majikan, para kapitalis, para polisi, dan sebagian besar kaum sosialis dan Bolshevik. Sebab kata anarki (datang dari Yunani), bermakna tanpa kekuatan, tanpa kekerasan atau pemerintah, karena pemerintah adalah sumber kekerasan, pembatasan dan koersi. Dengan demikian, anarki, tidak berarti ketidakteraturan dan kekacauan, seperti yang anda pikir sebelumnya. Sebaliknya, ia merupakan kebalikan dari hal itu-ia berarti tidak ada pemerintah, yang mana adalah kebebasan dan kemerdekaan. Ketidakteraturan adalah anak dari otoritas dan pemaksaan. Kemerdekaan adalah ibu dari keteraturan (Berkman, 2001: 20).

Penulis adalah anggota Kelompok Studi Tentang Desa, sedang belajar di Yogyakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like