BRIN: Kuasa/Pengetahuan, OK!6 min read

Presiden Jokowi telah melantik secara resmi Ibu Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di Istana Negara, Jakarta. Tidak sedikit pihak menyorot pemberitaan tentangnya lewat media. Heran, khawatir hingga ngelus dada dibuatnya. Orang tidak bisa berkata apa-apa lagi.

Maaf, tunggu dulu! Sebelum kita lanjut, ada baiknya sedikit melibatkan Michel Foucault melalui sub judul di atas, “Kuasa/Pengetahuan”. Mengapa? Sudah bolak-balik, apa kira-kira yang cocok untuk menghubungkan dengan peristiwa berkenaan. Sekali-sekali jurus cocoklogi digunakan untuk urusan yang satu ini.

Apa tidak ada referensi lain? Saya kira bergantung pada pilihan masing-masing. Bisa juga dihubungkan berdasarkan pengamatan, penilaian, evaluasi, analisis, dan deskripsi tentang BRIN, Jokowi, dan Megawati. Tanpa pretensi apa-apa dan apa juga kepentingan kita, kecuali kepentingan masa depan bangsa.

Khusus penggunaan analisis, relasi kuasa dipandang tidak perlu kita menggunakan analisis berat-berat. Cukup untuk diketahui, bahwa kita masing-masing menggunakan cara dan sudut pandang yang berbeda. Tema kuasa dan pengetahuan terpadu dalam kenyataan, begitu dekat dengan perkembangan kepemerintahan dan praktek kenegaraan. Sesungguhnya, sengaja memilih sub judul “Kuasa/Pengetahuan”, karena relevan dengan kondisi negeri ini. Banyak lakon, panggung, dan diskursus datang dari relasi kuasa.

Pembentukan relevansi dihubungkan dengan diskursus yang tersedia di wilayah kuasa, sosok publik-politik, pengetahuan maupun instrumen berupa kebijakan negara. Tetapi, ‘Kuasa/Pengetahuan’ meletakkan negara dalam sisi lain, bukan kuasa, melainkan mekanisme atau instrumen belaka.

Lagi pula, kepemerintahan di negeri ini dalam kaitannya dengan “Kuasa/Pengetahuan telah terbantu dengan referensi melalui teks Michel Foucault, Power/Knowledge[1], yang bisa diakses lewat e-book, perpustakaan atau langsung memesan langsung bukunya lewat media daring yang ada di sekitar kita.

Memang, tidak sesederhana yang kita bayangkan. Keadaan berubah-ubah, dinamis atau cair, yang berlipatganda dalam diskursus lain, seperti diskursus politik, ekonomi, hukum, dan lain. Semuanya terjalin kelindang dalam peristiwa.

Relasi antara kuasa dan pengetahuan telah banyak diulas oleh filsuf, ilmuwan, aktivis, dan seterusnya. Bisa dikatakan, riset dan inovasi tidak lebih dari relasi kuasa, dimana pengetahuan menyatu dengannya. Singkatnya, riset dan inovasi dibentuk oleh kuasa, dalam pencapaian terakhir suatu diskursus ilmiah bisa ditemukan dalam sistem relasi.

Alur pembicaraan dari ‘orang dalam’ intitusi politik sebagai pendukung rezim mengarah pada relasi antara BRIN, disiplin ilmiah, kuasa, dan ideologi. Setiap kemunculan unsur relasi yang terlibat selalu dibangun melalui diskursus.

Satu pertanyaan muncul seputar dan seringkali menyeruak ke permukaan saat BRIN dan sejenisnya hanya ‘melayani’ kuasa negara[2]. Dalam persfektif Foucaldian, institusi ilmu pengetahuan seperti BRIN merupakan bagian dari ‘mikro-kuasa’. Sosok politik hanya aktor, yang menjalankan secara kreatif, bukan untuk memiliki kuasa.

Untuk memperlihatkan bagaimana relasi bisa berjalan dalam kaitannya dengan diskursus yang menciptakan kuasa. Di sini, kita mencoba untuk melihat secara umum dan singkat tentang seberapa relasi kuasa terbentuk antara pengetahuan dan ideologi.

Pertama, Pengetahuan. Unsur-unsur yang tercipta melalui penemuan-penemuan (riset), eksperimen, tradisi, dan kekinian yang beragam menumpuk diatas pengetahuan. BRIN sebagai subyek hanya menangani setiap keadaan unsur-unsur yang diturunkan oleh pengetahuan, kelengkapan atau tidak berdasarkan keadaan yang sesungguhnya dari unsur-unsur berupa konsep, kelompok obyek, dan pilihan-pilihan teori.

Unsur-unsur tersebut dilengkapi dengan kekoheranan atau tidak kekoheranan, didukung atau tidak oleh verifikasi yang tersedia. Dari sini, BRIN mencoba untuk membentuk pra kondisi dari apa yang akan terkuak, selanjutnya akan berfungsi sebagai satu gugus pengetahuan. Seperti upaya pengembangan wilayah kemaritiman, bagi BRIN perlu memilah kelompok obyek yang dirisetkan atau dibentuk sebagai obyek dari inovasi, seperti biologi, zoologi, dan disiplin ilmiah lain yang berkaitan dengannya[3].

Pengetahuan merupakan suatu wilayah dimana subyek, dalam hal ini BRIN bisa menempati satu posisi dan bertutur tentang obyek-obyek yang dikenalinya, diamatinya, dan dipikirkannya dalam diskursus ilmiah. Tindakan kekerasan, intoleransi atau terorisme yang mengatasnamakan agama atau kelompok tertentu, berwarna rasial dan sejenisnya bisa dikembangkan dalam disiplin sosiologi, psikologi, krimonologi atau neurosains. Keseluruhannya di tangan BRIN bisa menjalankan fungsi analisis, observasi, penyelidikan, dan bentuk kajian lain, yang dilakukan dalam salah satu atau beberapa diskursus ilmiah.

Demikian halnya, relasi kuasa yang menempatkan BRIN mesti menghimpun pengetahuan agar fungsi keilmiahannya berada dalam wilayah koordinasi dan subordinasi penemuan-penemuan (riset) akan menjadi bahan masukan bagi kebijakan negara, yang ditopang oleh pernyataan-pernyataan untuk selanjutnya diterapkan dan ditransformasikan dalam kehidupan yang lebih luas gema dan cakupan kenampakan wujudnya.

Masa pandemi sebagai gambaran bagaimana fungsi observasi, diagnosa, verifikasi, penyelidikan, pencatatan, uraian, penginformasian jumlah pasien yang sembuh, sakit, dan meninggal ditangani dalam diskursus kedokteran melalui relasi kuasa. Disiplin ilmiah sebagai proses pembentukan paling ujung dari pengetahuan.

Pemosisian BRIN sebagai subyek dari riset dan inovasi melihat pengetahuan bukan hanya sebatas pembuktian, tetapi juga bisa datang dari hasil refleksi, penalaran bersifat _a priori_ , penjelasan naratif, kebijakan ekonomi atau politik, dan bahkan fiksi. Pengetahuan non pembuktian (demonstratif) berada dalam wilayah yang dianjurkan melalui diskursus dan patokan atau prosedur ilmiah yang kita kenal selama ini.

Suatu hal yang tidak mengherankan ketika terdapat sosok intelektual menyoroti kedudukan Dewan Pengarah BRIN dipuncaki oleh sosok yang tidak memiliki kerangka epistemologis yang mumpuni, sosok saintis atau peneliti sekaliber dunia[4]. Ketidakteraturan riset dan inovasi yang dikhawatirkan menjadi sebuah kemungkinan akan terjadi di masa mendatang.

Kedua, Ideologi. Analisis diskursus tentang ideologi, seperti digaungkan oleh politisi pendukung kuasa negara memperlihatkan secara positif bagaimana kelindang pimpinan puncak sebuah partai politik menjabat sebagai Ketua Dewan Pengarah BRIN, yang dihubungkan sebuah diskursus ilmiah sekaligus diskursus diterjunkan dalam wilayah pengetahuan[5].

Diantara tantangan itu semua, mungkin secara pelan-pelan menyembul ke permukaan sebuah relasi antara ideologi dan ilmu pengetahuan, yang terbentuk sebagai obyek pengetahuan sebelumnya. Kepelikan permasalahan terletak pada penggunaan dan fungsi ideologi dalam relasi antara kuasa dan diskursus ilmiah; bagaimana diskursus ilmiah digunakan dalam ambang batas kuasa.

Sebagaimana dalam kenyataan, bahwa radikalisme atau pergerakan ideologi politik seperti kelompok jihadis, yang disayangkan atas mengatasnamakan agama tertentu sebagai bagian dari pergerakan fundamentalisme mutakhir akan menjadi obyek kajian, pengetahuan atau bahan analisis ilmiah yang patut digali dan ditelaah secara lebih teliti melalui BRIN. Hasil kajian ilmiah atau telaah kritis bisa diartikulasikan melalui ideologi setelah mendapat kesimpulan paling jelas dari ilmu pengetahuan.

Tatkala permasalahan ideologi belum dirumuskan secara tuntas sebelum penerapannya, maka BRIN perlu juga menyediakan dan mensosialisasikan hasil kajian atau analisis ilmiah yang berkaitan dengan tuntutan riset dan inovasi melalui identifikasi dan penafsiran ulang tentang ideologi dengan pengetahuan tanpa penyingkiran dan penundaan fungsi pengetahuan. Ideologi yang dirumuskan oleh BRIN sebagai sesuatu yang baru untuk menghindari intervensi terlalu jauh dari kuasa atau dari institusi politik. Kemandirian BRIN diperlukan untuk mengartikulasikan pernyataan, membentuk cara berpikir, dan sudut pandang yang lebih luas dan berbeda.

Beberapa wilayah pernyataan-pernyataan yang disediakan oleh diskursus masih tetap meluangkan derap langkah seluas-luasnya untuk ideologi. Misalnya, diskursus kemiskinan, diskursus keadilan, diskursus pendidikan atau kesehatan, dan sebagainya, yang membuat kita tidak mengajukan kembali sebuah permasalahan ideologi atas permasalahan lain.

Keseluruhan pernyataan ideologis tidak memiliki banyak pilihan yang pasti dan jelas untuk menilai individu atau kelompok individu menjadi pernyataan yang dibentuk oleh diskursus, yang bisa saja telah dinodai dengan kekeliruan atau terjatuh dalam sesat berpikir logis, yang dipicu oleh subyek pengetahuan, sehingga menghalangi pandangan kita berdasarkan keobyektifan permasalahan dan hasil riset ilmiahnya.


[1] Lihat Michel Foucault, Power/Knowledge, Pantheon Books, New York, 1980.

[2] Pertanyaan tentang BRIN dan sejenisnya melayani kuasa negara. Diakses dari https://www.kompasiana.com/tonojw/6168464f06310e72340ab723/brin-riset-inovasi-politik, tanggal 15 Oktober 2021, pukul 09.15 WITA.

[3] Kelompok obyek yang dirisetkan atau dibentuk sebagai obyek dari inovasi dan disiplin ilmiah lain. Diakses dari https://news.detik.com/berita/d-5765595/megawati-dewan-pengarah-brin-pdip-riset-inovasi-harus-digerakkan-ideologi?_ga=2.72556244.67794242.1634191477-480577153.1607084104, tanggal 15 Oktober 2021, pukul 14.05 WITA.

[4] Sosok yang tidak memiliki kerangka epistemologis yang mumpuni, sosok saintis atau peneliti sekaliber dunia. Diakses dari https://www.suara.com/news/2021/10/13/163823/cendikiawan-sebut-tidak-pada-tempatnya-megawati-soekarnoputri-pimpin-dewan-pengarah-brin?page=all, tanggal 15 Oktober 2021, pukul 14.34 WITA.

[5] Analisis diskursus tentang ideologi, seperti digaungkan oleh politisi pendukung kuasa negara. Diakses dari https://news.detik.com/berita/d-5765595/megawati-dewan-pengarah-brin-pdip-riset-inovasi-harus-digerakkan-ideologi?_ga=2.72556244.67794242.1634191477-480577153.1607084104, tanggal 15 Oktober 2021, pukul 14.05 WITA. https://www.nature.com/articles/d41586-021-02419-4,f tanggal 15 Oktober 2021, pukul 15.03 WITA.

ASN/PNS Bappeda Kabupaten Jeneponto/ Aktivis Masyarakat Pengetahuan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like