Ula terbilang pendatang baru dalam dunia startup. Ula belum bertengger di papan e-commerce sebagai salah satu dari tujuh startup unicorn di Indonesia.[1] Wajarlah, startup Ula belum bisa menyamai startup bergelar unicorn papan atas di Indonesia, seperti Bukalapak.
Empat serangkai pendiri Startup Ula: Nipun Mehra, Alan Wong, Derry Sakti, dan Riky Tenggara nampaknya tidak bermata duitan andai memelototi pundi kekayaan Ahmad Zaky, eks CEO Bukalapak yang bertambah satu trilyun rupiah dalam sehari.
Sim sala bim dan lampu Aladin terkubur dalam naluri bisnis Ula. Ia menentukan nasibnya sendiri. Media pun tidak melihat sebelah mata terhadap Ula sebagai startup recehan. Yang memikat orang dan media saat dunia bisnis telah menghasilkan duit yang menggoda. Begitulah sensualitas duit.
Bagaimana Ula tidak punya kisah malang-melintang di dunia startup untuk melantai di bursa saham. Ia tidak bermimpi menjadi yang lain, kecuali naluri bisnisnya dibangun melalui geliat dan desahannya yang merangsang di balik kepedulian atas ritel kecil.
Menerobos rantai suplai, persediaan barang, dan modal kerja adalah medan laga Ula. Naluri bisnis dan peluang pasar Ula memerhatikan celah yang belum disentuh oleh pihak lain. Ula memiliki cara pandang berbeda tentang pasar ritel Indonesia.
Tekadnya kuat untuk mengubah keadaan dimana para petani perlu diselamatkan dari lingkaran permainan tengkulak. Dari hasil pertanian berupa makanan dan sayuran yang dihasilkan oleh petani tercekik antara agen dan pasar. Rantai suplai terjaga, dari pasar ditandai barang mengalir masuk ke grosir. Demikian seterusnya.
Startup Ula ingin memainkan perannya diantara para pemain terutama pergumulannya di rantai suplai. Derap langkah yang meyakinkan dari Ula ditandai dengan menghubungkan tatanan pasar dan distribusinya antara pemain besar, periteil dan konsumen berskala kecil dalam rantai suplai yang menantang.[2]
Naluri bisnis Ula tidak mengejar pelanggan. Sama halnya ketika ia tidak terperangah dengan puluhan ribu investor yang merebut untuk membeli saham. Ruang bagi UMKM diletakkan keberadaannya di toko kecil. Rumah Ula ada di UMKM dan toko kecil. Riak-riak kecil menjauh dari rantai suplai, karena gangguan dan penawaran kredit untuk peritel dikelola secara efektif di era digital.
Sirkulasi barang konsumen yang dikembangkan oleh Ula merupakan titik tolak dunia bisnisnya. Ia akan beranjak dari lingkaran pertama dengan memasuki ruang pasar yang lebih luas.
Hingga Jeff Bezos, Pendiri-Bos Amazon akhirnya diberitakan kepincut terhadap Ula bersama 20.000 toko.[3] Lirikan mata investor terletak dari sini. Karena Ula bisa menuju masa depan cerah membuat Jeff Bezos mengucurkan dana sebesar USD 87 juta.[4] Ula dan Bezos tergoda dengan masa depan lewat modal uang.
Lalu, bagaimana startup Ula mengembangkan rumahnya? Pilihan atas model laba-laba dan rizoma bagi startup Ula. Rumah laba-laba dengan jejaringnya terletak diantara benda-benda yang lebih kuat darinya. Rumah laba-laba begitu rapuh.
Terhadap korban atau musuh diubah dengan mitra bisnis; injeksi bisa lewat sepasang taring laba-laba diganti dengan sentuhan kepedulian. Seseorang bisa saja tidak mengetahui bahwa ada bahaya yang muncul dibalik pergerakan bisnis startup e-commerce jika dilakukan di jejaring dunia virtual, kecuali tanggungjawab sosial sekaligus sentuhan kepedulian tehadap kehidupan manusia.
Jejaring untuk menangkap mangsa ditukar dengan peluang bisnis yang saling menguntungkan dan saling percaya itulah benang sutera, yang dihasilkan tanpa jeratan kepentingan pemodal atas usaha binaan. Bentangan jejaring laba-laba bisnis raksasa dari Jeff Bezos bukan hanya membantu pergerakan dirinya. Ia juga membantu usaha ritel dan yang lain agar mampu mengayunkan langkahnya untuk merahi mimpi menjadi kenyataan.
Jeratan laba-laba bisnis besar mengubah nalurinya menjadi tabiat memodali usaha yang mulai menanjak karirnya tanpa membunuh mitra niaga, yang menyediakan dan menyalurkan barang hingga jasa layanan menjadi strategi pemerataan pendapatan diantara unit usaha lain. Mengayomi mitra dan usaha binaan merupakan jalan menuju ‘rumah bersama’ yang dipintal melalui jejaring laba-laba, yang tidak mematikan usaha lain saat mereka mulai berkecambah.
Laba-laba jenis baru, selain tidak harus semuanya memiliki jejaring, mereka juga tidak bernaluri pemangsa dalam dirinya, dimana kekuatan inti dibentuk lewat rumah yang dibangun bersama. Darah-modal uang bagi usaha ritel tidak membuat ia dikejar-kejar keuntungan berlipat ganda sebagai hasil produksinya yang melimpah.
Rumah bisnis yang dibangun oleh startup Ula bukanlah tempat akumulasi modal dari perusahaan raksasa, yang ujung-ujungnya berbalik arah untuk melumpuhkan mitra bisnisnya melalui injeksi modal. Ula telah belajar dari mekanisme pasar. Startup Ula perlu melepaskan dirinya dari lingkaran kolonisasi laba-laba bisnis dunia.
Tetapi, rumahnya selalu didatangi oleh calon pembeli dengan ragam karakter yang harus dihadapi oleh pebisnis raksasa seperti perusahaan Jeff Bezoz dan mitra Ula yang lain. Jika bukan korbannya, Ula tidak menggambarkan dirinya laksana laba-laba, tanpa metafora. Laba-laba menyiapkan rumah dan pintalan jejaringnya sebagai tempat untuk memangsa korbannya. Ula justeru menata ulang setiap pemain. Pemain besar, pebisnis, investor, pialang, pereteil, tengkulak, atau kreditor diidentifikasi menjadi laba-laba.
Startup Ula membangun dirinya dalam keadaan tanpa samar-samar, karena ada startup unicorn diberitahukan pada kita cuma ongkang-ongkang kaki atau tidur pulas. Alasan darinya bahwa para pembelilah yang mendatanginya hanyalah sebuah kisah yang tidak masuk akal dan tidak mampu menginspirasi banyak orang.
Startup Ula lebih dekat dengan model rizoma (seperti umbi-umbian yang menjalar). Ia tumbuh dan menyebar ‘tanpa terpusat’. Semua pemain dan pelaku usaha berskala kecil masing-masing tumbuh dan berkembang dimana- mana. Ciri khas model rizoma adalah terbebas dari tindakan eksploitasi. Rizoma tanpa marginalisasi dan tanpa saling menginjak-nginjak antara satu sama lain.
Masa depan Ula tidak terletak seberapa besar duit yang ia habiskan untuk mengumpan balik para pemain besar. Ia terpanggil dengan suara yang tidak diketahui dari mana datangnya untuk mengangkat usaha kecil dari bayangan yang mereka ciptakan sendiri. Keberadaan Ula diharapkan mengalir kemana-mana; ia menjalar di setiap penjuru Bumi dengan keberkahan yang dimilikinya. Apakah kita memilih hidup melaba-labai atau merizomai diri sendiri dalam dunia bisnis? Sederhana alasannya, semuanya bergantung pada pilihan kita masing-masing dan tentu ada konsekuensi dari pilihan kita.
[1] Tujuh startup unicorn di Indonesia. Diakses dari https://inet.detik.com/business/d-5752302/profil-startup-ula-yang-disuntik-modal-oleh-jeff-bezos?tag_from=mnews_beritaTerkait, tanggal 5 Oktober 2021, pukul 12.56 WITA.
[2] Menghubungkan tatanan pasar dan distribusinya antara pemain besar, pereteil dan konsumen berskala kecil. Diakses dari https://inet.detik.com/business/d-5752302/profil-startup-ula-yang-disuntik-modal-oleh-jeff-bezos?tag_from=mnews_beritaTerkait, tanggal 5 Oktober 2021, pukul 16.15 WITA.
[3] Jeff Bezos, Pendiri-Bos Amazon akhirnya kepincut terhadap Ula bersama 20.000 toko.Diakses dari https://inet.detik.com/business/d-5752302/profil-startup-ula-yang-disuntik-modal-oleh-jeff-bezos?tag_from=mnews_beritaTerkait, tanggal 5 Oktober 2021, pukul 16.15 WITA.
[4] Jeff Bezos mengucurkan dana sebesar USD 87 juta pada startup Ula. Diakses dari https://www.forbes.com/sites/ardianwibisono/2021/10/05/bezos-bets-on-indonesias-mom-and-pop-shops-with-investment-in-ula/?sh=5be189e72bfc, tanggal 6 Oktober 2021, pukul 12.36 WITA.
ASN/PNS Bappeda Kabupaten Jeneponto/ Aktivis Masyarakat Pengetahuan