Bilamana kita melihat sinopsis “Cantik Itu Luka” yang dipenai oleh Kang Eka Kurniawan, setebal dengan 496 halaman tersebut, maka dapat kita simpulkan perempuan sebagai makhluk kelas dua, dan laki-laki sebagai makhluk kelas pertama, tentu saja dapat dimaknai perempuan sebagai “makhluk setengah manusia” dan laki-laki sebagai “makhluk seutuhnya”.
Kendati demikian, saya tidak mendefenisikan posisi perempuan yang sebagaimana apa yang diceritakan oleh Kang Eka Kurniawan, melainkan menelisik perempuan dan laki-laki sebagai satu spesies yang sama dalam hakikat penciptaan. Novel yang dipenai oleh Kang Eka Kurniawan, merupakan gaya klasik, tempo lambat bak seorang yang sedang berlari tanpa mengatur nafas, arus kisahnya sangat ngonteks dengan keadaan dikala itu.
Di sini, saya melihat perempuan di era disprupsi yang ditandai dengan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) seakan-akan mereka telah kehilangan identitas sebagai jenis yang bergender perempuan. Persoalan “Cantik Itu Luka” dan “Cantik Itu Laku” sangat dekat lagi mengakrabi ditengah kehidupan sosio kulture – masyarakat kita hari ini.
Saya merasa takjub, manusia seperti perempuan yang tampil cantik hari ini akan menawan hati jutaan laki – laki. Pengertian tentang cantik senantiasa diperhadapkan dengan ketampanan, apalagi di usia remaja dini, budak cinta (BUCIN) menjadi trending topic yang tak pernah khatam dibahas. Di langit Indonesia ini memang beragam corak pemikiran manusianya, ada-ada saja kekepoan sana – sini yang tidak teramat berfaedah. Yeah, yang popular unfaedahlah sangat digilai, dinikmati dan mendapat banjir like, komentar dan share yang terus mengalir.
Beginilah kami anak generasi lahir tahun 2000an, yang cenderung nafsu – nifsi di lembah kemusyrikan hedonistik, materialistic dan malas urus bin malas pikir. Fakta hari ini tidak dapat dielakkan adalah membangun common sense (pikiran sehat) tentang kecantikan yang dilekatkan pada diri perempuan, sekarang keadaan sudah jauh berubah, sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pertambahan penduduk, terjadi pulalah pemekaran pusat-pusat instansi pendidikan dan lembaga-lembaga kajian non formal di seantero bumi Pertiwi ini.
Semakin kesini, semakin kehilang kompas bak menaiki kapal laut tanpa nakhoda yang tidak tahu arah dan tujuan untuk berlabuh. Haruskah kita butuh sosok Nuh As, untuk menaiki bahteranya? Haruskah kita butuh Musa As, yang dengan tongkatnya dapat membela laut demi dilewati golongan yang setia pada jalan kebenarannya? Ataukah kita butuh sosok Agung Nabiyullah Muhammad SAW, yang dengan kebijaksanaannya dapat mendamaikan qabalah-qabalah yang berpuluh-puluh tahun bersiteru? Ataukah sosok siapa yang kita harapkan? Entah, itu tidaklah penting bagi kami untuk generasi yang kekurangan vitamin.
Sekiranya kita menauruh pertanyaan “memilih cantik atau memilih cerdas” kepada perempuan, tentu saja mayoritas meraka akan berjamaah menjawab “yeah, cantiklah yang kami pilihkan.” Dengan kecentilan meraka menambahkan bahwa “laki-laki mayoritas menggunakan matanya disbanding akalnya memilih perempuan.”
Jadi, apa salahnya kami mendahulukan kecantikan di atas kecerdasan. Begitulah kosmetik berunding dengan buku. Lihat saja toko, rumah kecantikan sering dikunjungi, ketimbang toko buku yang kian hari makin dihindari. Cantik memang laku, abang. Tegas seorang kawan perempuan di room komentar di status facebook ku (W’an).
Begini, kawan! Jangan berkecil hati karena wajahmu kurang putih, jangan pula minder karena cantikmu pas-pasan. Jadilah saja engkau (perempuan) berakhlak lagi menyenangkan, keelokan wajah mungkin pada area mata yang memandang, namun menjadi pribadi yang berakhlak lagi menyenangkan akan selalu dirindukan. Mata seringkali bosan, namun tak sama halnya perasaan yang mengulang-ulang mengeja kenangan. Balasku cukup sabar.
Cantik itu laku, ketika engkau mengisi alat kecantikan di dalam tasmu, dan disebelahnya engkau letakkan beberapa buku didalamnya, cantik itu laku, ketika putih tidak padamu, tetapi kecerdasan senyawa dalam dirimu. Cantik itu laku, ketika harta tidak semua engkau miliki, tetapi ilmu yang menjaga menuntun gelapnya arahmu. Cantik itu laku, ketika mereka-mereka tidak disisimu, tetapi Dia bersamamu digala sisi. Begitukah C – A – N – T – I – K Itu L – A – K – U ?
Santri di Bagenda Ali Institute