Noam Chomsky: Menjaga si Kaya Tetap Kaya6 min read

Sebuah buku bertajuk: Who Pays the Taxes? yang ditulis reporter Philadelphia Inquirer menunjukkan bahwa pajak yang dibayarkan oleh korporasi telah turun secara dramatis di AS.

Jelas sekali. Itu telah terjadi selama lima belas tahun terakhir.

Beberapa tahun silam, ahli terkemuka Joseph Pechman menunjukkan bahwa meskipun sistem pajak penghasilan dibangun dalam struktur progresif (yakni, semakin tinggi pendapatan Anda, semakin tinggi pajak yang harus Anda bayar), faktor-faktor regresif membuat tarif pajak setiap orang hampir mendekati persentase yang tetap.

Sesuatu yang menarik terjadi di Alabama dan melibatkan Daimler-Benz, perusahaan pembuat mobil ternama dari Jerman.

Di bawah Reagan, AS mulai mendorong agar biaya pekerja berada di bawah kompetitor (kecuali Inggris). Hal itu menimbulkan konsekuensi tak hanya di Meksiko dan AS. tetapi juga di seluruh dunia industri.

Sebagai contoh, salah satu dampak perjanjian pasar bebas dengan Kanada adalah aliran pekerjaan dari Kanada ke AS bagian tenggara, wilayah yang tidak mengakui serikat buruh. Di sana gaji buruh lebih rendah, Anda tak perlu khawatir mengenai keuntungan, menjadi ancaman bagi para tenaga kerja di Kanada.

Daimler-Benz, yang merupakan konglomerat terbesar Jerman, pada dasarnya sedang mencari kondisi-kondisi Dunia Ketiga. Beberapa daerah di sebelah tenggara AS saling berkompetisi untuk menggaet Daimler-Benz berinvestasi di wilayah mereka. Alabama menang. Alabama menawarkan ratusan Di bawah Reagan, AS mulai mendorong agar biaya dan para buruh hampir tak bisa berserikat. Hal ini juta dolar keringanan pajak, memberi lahan untuk pabrik, dan setuju untuk membangun pelbagai jenis infrastruktur.

Sejumlah orang akan mendapat keuntungan—sedikit orang yang mendapat pekerjaan di pabrik dan sejumlah kecil lainnya menetes ke kios-kios hamburger dan sebagainya, tetapi keuntungan terbesar masuk ke kantung para bankir, pengacara keuangan. Mereka korporat, dan orang-orang yang terlibat dalam investasi dan jasa memuaskan, Mereka yang akan menikmati hasil sementara sebagian besar warga Alabama harus membayar mahal.

Bahkan Wall Street Journal, yang sangat jarang mengkritik kelompok bisnis, menunjukkan bahwa yang terjadi di Alabama sangat mirip dengan yang terjadi ketika korporasi kaya pergi ke negara-negara Dunia Ketiga. Mereka mempertanyakan apakah itu akan menguntungkan Alabama secara keseluruhan. Sementara, Daimler-Benz bisa menggunakan ini untuk menurunkan gaya hidup para pekerja Jerman.

Korporasi-korporasi Jerman juga telah mendirikan pabrik di Republik Cheska, tempat mereka bisa membayar buruh sebesar 10% dari upah pekerja di Jerman. Republik Cheska berada tepat di seberang perbatasan; masyarakat terwesternisasi dengan tingkat pendidikan tinggi dan orang-orang kulit putih bermata biru yang ramah. Karena perusahaan-perusahaan Jerman itu tak percaya lagi pada pasar bebas seperti orang-orang kaya lainnya, mereka akan meninggalkan Republik Cheska dan membawa pergi keuntungan, membiarkan biaya sosial, polusi, utang, dan sebagainya.

Hal yang sama terjadi pada pabrik-pabrik GM yang dibangun di Polandia, tempat GM menuntut 30% proteksi tarif. Pasar bebas adalah untuk kaum miskin. Yang terjadi sesungguhnya adalah sistem ganda-proteksi untuk orang kaya dan disiplin pasar untuk nan. negara itu membayar yang lain.

Saya dikejutkan oleh sebuah artikel New York Times dengan tajuk seperti ini, “Pemerintah Tengah Mempertimbangkan Cara-cara untuk Mengatasi Masalah Plutonium”. Jadi, pemerintah harus mencari masalah cara untuk menyelesaikan yang diciptakan oleh swasta.

Itu adalah gagasan yang tak mengherankan bahwa keuntungan menjadi milik privat, tetapi biaya ditanggung secara sosial. Biayanya menjadi beban rakyat, tetapi keuntungannya bukan untuk rakyat. Mereka tidak terlibat dalam keputusan untuk memproduksi plutonium sedari awal, juga tak terlibat dalam keputusan untuk membuangnya, juga tak membuat keputusan, bahkan mereka tak memiliki hak untuk memutuskan yang bisa menjadi sumber energi yang layak.

Satu hal yang saya pelajari ketika bekerja bersama Anda adalah pentingnya membaca Business Week, Fortune, dan Wall Street Journal. Dalam rubrik bisnis New York Times, saya membaca sebuah diskusi menarik dari seorang birokrat dari MITI (Kementerian Industri dan Perdagangan Internasional Jepang) yang mendapat pelatihan di Harvard Business School.

Dalam salah satu kelas, mereka mempelajari tentang sebuah perusahaan penerbangan gagal yang bangkrut. Kelas itu memutar rekaman wawancara dengan presiden perusahaan, yang dengan bangga menyatakan bahwa sepanjang krisis keuangan di tengah perusahaan yang terancam bangkrut, dia tak pernah meminta bantuan pemerintah. Hal itu membuat si birokrat Jepang heran dan keheranan itu membuat seluruh kelas meledak dalam tepuk tangan.

Dia berkomentar, “Ada perlawanan kuat terhadap intervensi pemerintah di Amerika. Saya paham itu. Namun, saya terkejut. Ada banyak pemegang saham di perusahaan. Bagaimana nasib para pekerjanya, misalnya?” Dia lantas merefleksikan yang dia pandang sebagai pemujaan taklid yang dilakukan Amerika terhadap ideologi pasar bebas. Dia berkomentar, “Ideologi itu menjadi hampir seperti agama. Anda tak bisa berdebat tentangnya. Pilihannya hanya percaya atau tidak.” Sangat menarik.

Hal itu menarik antara lain karena orang Jepang gagal untuk memahami yang sesungguhnya terjadi di AS, sebagaimana yang dialami pula oleh para mahasiswa di kelas bisnis itu. Mereka sedang membicarakan tentang Eastern Airlines, dan Frank Lorenzo, sang direktur, berusaha keluar dari bisnis. Dan, dia mendapatkan keuntungan pribadi.

Dia ingin menghancurkan serikat buruh demi mendukung perusahaan-perusahaannya yang lain (dia menggunakan keuntungan dari Eastern Airlines untuk mendukung perusahaan-perusahaan itu). Dia ingin agar industri penerbangan tak memiliki serikat buruh dan sepenuhnya berada di bawah kendali korporat, dan membuatnya semakin kaya. Itulah sebenarnya terjadi. Maka, tentu saja dia tidak meminta intervensi pemerintah untuk menyelamatkan perusahaannya—semua sudah bekerja sesuai keinginannya.

Di sisi lain, gagasan bahwa korporasi-korporasi tak meminta bantuan pemerintah adalah sebuah lelucon. Mereka menuntut sejumlah besar intervensi pemerintah. Itulah gunanya sistem Pentagon.

Misalnya industri penerbangan, yang diciptakan lewat intervensi pemerintah. Alasan pertumbuhan Pentagon yang luar biasa pada akhir 1940-an adalah untuk menyelamatkan industri penerbangan, yang jelas tak bisa bertahan di tengah pasar sipil, dari keruntuhan. Dan itu berhasil—sekarang industri penerbangan Amerika Serikat menjadi industri ekspor terkemuka, dan Boeing menjadi eksportir terbesar.

Buku yang menarik dan penting soal ini ditulis oleh Frank Kofsky. Buku itu menjelaskan, pada 1947 dan 1948, ketakutan akan perang dimanipulasi sedemikian rupa agar Kongres mau menggelontorkan dana untuk menyelamatkan industri penerbangan. (Meski bukan satu-satunya tujuan, tetapi ini merupakan salah satu faktor terbesar.)

Industri-industri besar berkembang biak dan dipertahankan dengan intervensi pemerintah yang masif. Banyak korporasi yang tak bisa bertahan tanpa intervensi pemerintah. (Bagi sejumlah korporasi, intervensi tidak memberi keuntungan yang besar melainkan memberi perlindungan.) Publik juga menyediakan teknologi dasar—metalurgi, penerbangan atau apa pun itu—melalui sistem subsidi publik.

Hal yang sama berlaku untuk semua. Anda hampir tak bisa menemukan sektor manufaktur atau ekonomi jasa AS yang tak bekerja dengan cara demikian atau tak mendapat intervensi pemerintah.

Pemerintahan Clinton telah mencurahkan dana untuk National Institute of Standards and Technology. Dulu lembaga itu berperan untuk menentukan standar ukuran panjang satu kaki, tetapi kini mereka terlibat aktif untuk mengabdi pada kebutuhan modal swasta. Ratusan ribu perusahaan mengetuk pintu mereka demi meminta bantuan.

Tujuannya adalah untuk menggantikan sistem Pentagon yang tengah mengalami kemunduran. Dengan berakhirnya Perang Dingin, sulit sekali untuk terus mempertahankan sistem Pentagon, tetapi Anda harus menjaga agar subsidi tetap mengalir ke korporasi-korporasi besar. Publik harus membayar biaya riset dan pembangunan.

Gagasan bahwa investigator Jepang gagal melihat ini sangatlah aneh. Lantaran hal semacam ini juga terjadi di Jepang.


* Diterjemahkan dari buku yang berjudul How The World Works oleh Noam Chomsky, Terbitan Pertama: Oktober 2016

Share