Welfare State Theory: Sebuah Jalan Menuju Ekonomi Berkeadilan8 min read

Cita-cita keadilan dan kemakmuran rakyat yang merupakan muara akhir dari sebuah revolusi Indonesia hendak diwujudkan melalui upaya melakukan sinergi antara demokrasi politik dan demokrasi-ekonomi dengan mengembangkan, mengintegrasikan kebijakan ekonomi dan kebijakan sosial yang mengarah pada kerakyatan, keadilan dan kesejahteraan. Keadilan secara ekonomi dan jaminan sosial diwujudkan tanpa harus mengorbankan hak milik dan usaha swasta (pasar). Sedangkan, untuk daulat pasar wajib dihormati guna memperkuat daulat rakyat (keadilan sosial).

Sebagai katalis dalam mewujudkan kebijakan ekonomi dan kebijakan sosial yang berorientasi kerakyatan, keadilan dan kesejahteraan secara jelas telah terlegitimasi dengan kuat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indoensia. Dalam Undang-Undang Dasar pasal 33 telah mengamanatkan pada negara untuk menguasai cabang-cabang produksi yang penting dan menyangkut hajat hidup orang banyak, menguasai bumi dan air dan kekayaan yang terkandung didalamnya untuk dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, mampu mengembangkan perekonomian sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, serta mengembangkan pelbagai sistem jaminan sosial.

Pendiri republik ini (founding father) menyadari bahwa revolusi kebangkitan bangsa yang merupakan bekas bangsa terjajah dan merupakan bangsa yang telah hidup beratus tahun lamanya di alam feodalisme penjajahan, memiliki dua arah revolusi yakni revolusi politik (nasional) dan revolusi ekonomi. Revolusi politik adalah dilakukan untuk menghilangkan kolonialisme dan imperialism serta untuk mencapai satu Negara Republik Inodnesia. Revolusi ekonomi adalah dalam rangka evaluasi struktur sosial-ekonomi untuk mewujudkan tatanan masyarakat adil dan makmur. Secara eksplisit jelas terlihat bahwasannya revolusi kebangkitan nasional memiliki tujuan yang tidak hanya memperjuangkan emansipasi dan partisipasi di bidang politik, akan tetapi juga emansipasi dan partisipasi di bidang ekonomi.

Adanya kekuasaan politik yang besar berpengaruh kuat terhadap penentuan kebijakan negara sehingga dapat dipastikan kelompok yang kuat akan menguasai negara. Kelompok pemegang kekuasaan (penguasa) akan lebih mudah dalam membuat kebijakan dimana kebijakan yang diputuskan memiliki tujuan untuk menguasai sumber-sumber perekonomian negara yang pada akhirnya akan memberikan keuntungan yang besar untuk semakin memperbanyak kepemilikan modal/kekayaan. Dominasi kepemilikan sumber daya modal yang tak terbatas maka menjadikan orang/sekelompok orang memiliki dua keuntungan. Pertama, dengan semakin bebas dan leluasa dalam mengumpulkan kekayaan materi sehingga pada akhirnya akan menguasai pasar/ekonomi,

Kedua, dapat memberikan pengaruh terhadap pemegang kekuasaan, karena dengan modal yang banyak maka penguasa negara bisa dikendalikan dan hasilnya keputusan politik negara akan mudah untuk diatur sesuai kepentingan dari pemilik modal. Agar tidak terjadi penguasaan yang dominan terhadap sumber-sumber ekonomi negara, maka dibutuhkan kebijakan untuk mengakomodir seluruh kepentingan secara adil. Peran politik dalam menghasilkan kebijakan ekonomi yang adil membutuhkan implementasi demokrasi ketika proses penyusunan kebijakan. Lalu bagaimana demokrasi ekonomi dan politik menjadi dasar dalam mewujudkan keadilan ekonomi serta apakah negara kesejahteraan dapat menjadi suatu jalan mewujudkan ekonomi berkeadilan menjadi pertanyaan menarik untuk dikaji lebih mendalam lagi.

Demokrasi Ekonomi dan Politik landasan terhadap keadilan ekonomi

Hubungan antara politik dan ekonomi merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dan saling ada keterkaitan. Dengan pengaruh politik yang tinggi maka akan lebih mudah menguasai kebijakan negara. Kelompok penguasa negara sebagai aktor utama dalam menjalankan kebijakan negara tentu berperan penuh terhadap penguasaan sumber-sumber ekonomi sehingga modal semakin banyak dan kekayaan akan meningkat yang pada akhirnya bisa menguasai pasar. Dengan penguasaan sumber modal yang banyak tentu lebih memudahkan dalam membangun kekuatan politik untuk mengendalikan serta mempengaruhi penguasa negara dalam proses politik pada saat penyusunan dan pengambilan kebijakan ekonomi negara.

Upaya mewujudkan perekonomian yang berkeadilan dalam kerangka keseimbangan antara peran individu (pasar) dan sosial (negara) semanata-mata tidak hanya bergerak dalam ruang kosong. Dengan warisan historis kondisi ekonomi-politik Indonesia setelah kolonialisme dengan ditandai adanya dualism dan kesenjangan, banyaknya kemiskinan serta kemajemukan masyarakat, maka semangat kekeluargaan harus diutamakan.

Di tengah persaingan pasar yang tidak sempurna, kompetisi yang dilakukan harus berbasis pada semangat gotong-royong, semangat kebersamaan untuk muwujudkan kesejahteraan kolektif dan keadilan sosial bagi seluruh masyarakat. Tumpuan kepercayaan pada demokrasi-ekonomi bersendikan asas kekeluargaan dengan menghargai kebebasan kreativitas setiap individu yang tetap mengedepankan tanggung jawab dan solidaritas sosial bagi kebaikan bersama. Ketika pemerintah mampu dan mau mengimplementasikan prinsip demokrasi ekonomi tersebut serta didukung oleh kesadaran semangat kolegial masyarakat maka cita-cita ekonomi yang berkeadilan akan dapat dirasakan oleh bangsa ini.

Kecenderungan perekonomian yang mencari titik keseimbangan anatar dimensi individual dan sosial manusia, antara pasar dan negara dalam melahirkan perekonomian yang lebih berkeadilan diperkuat dengan Theory of Justice (1971) dari John Rawls. Teori ini menggabungkan konsep hak milik individu dari John Locke, kemauan hidup secara bersama untuk mencapai pemenuhan kebutuhan dan kepentingan bersama (sosial contract) dari Rousseau dan kemauan melakukan “kebaikan” pada orang tanpa tendensi apa pun (categorial imperative) sesuai dengan aturan formal dari Immanuel Kant.

Teori keadilan Rawls, berusaha untuk menjawab mengenai keadilan yang didefinisikan sebagai suatu fairness (kewajaran) dengan meletakkan keadilan sebagai dasar untuk menjaga harmonisasi antara hak individu dan kewajiban sosial. Dalam mewujudkan ekonomi berkeadilan sesuai prinsip negara kesejahteraan yang terkandung dalam dalam UUD 1945 memiliki resonansi kuat dimana arah pembangunan ekonomi yang dilakukan dengan menempatkan sistem ekonomi dan keadilan dalam titik keseimbangan antara peran negara (sosial) dan peran individu (swasta), antara hak dan kewajiban, dan juga antara pemenuhan hak sipil dan politik dengan hak ekonomi, sosial, dan budaya (Latif, 2011).

Negara kesejahteraan untuk mewujudkan ekonomi berkeadilan

Prinsip negara kesejahteraan yang didalamnya terkandung paham demokrasi politik dan demokrasi ekonomi menegaskan suatu bentuk pemerintahan demokratis dimana bertanggungjawab terhadap kesejahteraan rakyat. Pemerintah memiliki kewajiban dan peran untuk mengatur pemerataan hasil kekayaan negara agar manfaatnya dapat dirasakan seluruh masyarakat. Dalam negara kesejahteraan, adanya tuntutan dari etika politik bukanlah untuk menghapus hal milik pribadi, melainkan hak milik pribadi tersebut justru mempunyai fungsi sosial dan negara bertanggungjawab atas kesejahteraan sosial.

Berangkat dari penolakan akan paham indiviudali-liberalis yang melahirkan kolonialisme di Indonesia maka kemudian muncul idealisasi sosialisme sebagai dasar untuk memenuhi keadilan sosial. Menurut Moh. Hatta, paham sosialisme ala Indonesia adalah perpaduan dari unsur-unsur tradisi gotong-royong masyarakat asli Indonesia (Latif, 2011). Cita-cita mewujudkan keadilan bernegara dan negara yang berkeadilan menandakan adanya emansipasi dan partisipasi bidang politik yang berkaitan erat dengan emansipasi dan partisipasi bidang ekonomi yang disebut juga “sosio-demokrasi”. Sosio-demokrasi adalah demokrasi politik dan demokrasi ekonomi (Soekarno, 1932).

Negara kesejahteraan juga berusaha mengatasi kesenjangan sosial dengan menerapkan prinsip kesetaraan kepada seluruh warganya. Negara memberikan perlakuan khusus terhadap kelompok eknomi lemah baik secara makro maupun mikro. Pada tingkat ekonomi makro negara perlu mendorong politik anggaran yang pro-rakyat dan menjalankan politik moneter yang dapat diakses dengan modal bagi kelompok ekonomi lemah. Sedangkan untuk tingkat ekonomi mikro, pemerintah perlu memberikan perhatian lebih terhadap keberlangsungan badan usaha koperasi maupun sektor UMKM.

Kemudian disempurnakan lagi dengan diperkuat tindakan pemberian jaminan sosial dalam bentuk asuransi kesehatan dan ketenagakerjaan (BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan), tunjangan hari tua (pensiun), serta jaminan terhadap pemenuhan kebutuhan dasar minimum terutama untuk masyarakat yang masih berada dibawah garis kemiskinan. Dalam memperbaiki kesejahteraan dan sistem jaminan sosial dilakukan dengan ; Pertama, memperbaiki ekonomi rakyat, keadaan keuangan, perhubungan, perumahan dan Kesehatan, mengadakan persiapan jaminan sosial, penetapan regulasi upah minimum, pengawasan Pemerintah terhadap kegiatan ekonomi agar terwujud kemakmuran bagi seluruh rakyat; Kedua, meyempurnakan perguruan tinggi sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia, membangun kebudayaan nasional dan menggiatkan pemberantasan angka buta huruf di kalangan masyarakat (Tim Riset PSIK, 2008).

Orientasi perekonomian yang mengarah kepada keadilan sosial melalui pemerataan kesempatan dan jaminan sosial merupakan misi negara kesejahteraan Indonesia. Hal tersebut memiliki harapan agar dapat menghadirkan kebijakan ekonomi yang mampu menjaga persaingan secara adil (fair), investasi dalam tatanan yang bersifat public goods, serta melindungi yang lemah dengan cara meberikan proteksi melalui jaminan sosial. Kompetisi yang fair diciptakan dengan pembagian peran antar badan usaha negara, serta dengan semangat gotong-royong disetiap lini perekonomian mulai dari produksi, distribusi sampai konsumsi, membentuk regulasi dan kerangka hukum yang berkeadilan untuk mencegah terjadinya monpoli perekonomian baik oleh negara, individu maupun kelompok tertentu.

Di lain sisi, negara dituntut mengembangkan sarana publik yang dapat diakses semua orang untuk mengembangkan kesempatan kerja serta mencegah terjadinya asimetri informasi melalui pendidikan yang dapat diaskes oleh semua. Jaminan negara atas warganya pada bidang pendidikan memiliki dimensi strategis terhadap upaya untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial. Joseph E. Stiglitz (2008), berpendapat pemerintah dapat meningkatkan pertumbuhan dengan pemerataan. Sumber daya yang sangat berharga adalah manusianya sehingga menjadi kunci penting dalam mengembangkan pemerataan adalah melalui cara peningkatan kualitas SDM.

Dalam konteks ini, kebijakan yang dilakukan pemerintah dengan proteksi sosial yakni memberikan kesempatan pendidikan bagi setiap individu dan jaminan sosial. Pandangan Stiglitz terhadap ekonomi modern yakni membutuhkan individu yang memiliki keberanian untuk mengambil resiko sehingga diperlukan pengaman sosial melalui penguatan solidaritas sosial sebagai sumber dari jaminan sosial (E. Stiglitz, 2008).

Meskipun pembangunan ekonomi dilakukan untuk sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, penguasaan dan tata Kelola kekayaan alam harus diletakkan dalam kerangka kesejahteraan yang berkelanjutan (sustainable welfare). Oleh karenanya, perekonomian yang berwawasan lingkungan juga sangat ditekankan. Arah perencanaan pembangunan ekonomi berkelanjutan harus dilakukan dengan efisien tanpa harus merusak ekosistem yang ada sehingga keberadaan tetap terpelihara bagi kelangsungan hidup manusia (Heywood, 2013).

Pembangunan ekonomi tersebut dilakukan untuk melindungi generasi masa depan yang juga memiliki kebutuhannya sendiri agar tidak kekurangan sumber-sumber produksi sehingga mampu mencukupi kebutuhan. Dengan pembangunan yang berkelanjutan maka negara dalam memanfaatkan sumber-sumber ekonomi yang berasal dari alam akan diimbangi dengan focus terhadap kegiatan untuk melestarikan modal alam tersebut. Melestarikan modal alam penting untuk dilakukan agar nantinya bisa dikelola dan dimanfaatkan dalam jangka waktu yang lama sampai kepada generasi berikutnya di masa depan sekaligus juga menjaga terpeliharanya ekonomi berkelanjutan untuk jangka waktu yang panjang.

Penutup

Terwujudnya negara kesejahteraan (welfare state) sangat ditentukan oleh integritas dan mutu penyelenggaran negara serta didukung adanya rasa tanggung jawab dan rasa kemanusiaan dari setiap warga negara. Dengan mengaktualisasikan negara kesejahteraan, pemerintah akan dapat mengelola kekayaan bersama untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, mencegah penguasaan pemodal besar (baik kapitais asing maupun lokal) yang dapat melemahkan ketahanan ekonomi kolektif, serta memperkuat semangat gotong-royong membangun usaha perekonomian bagi ekonomi kecik dan menengah (UMKM). Sehingga, negara kesejahteraan dapat menjadi jalan untuk menciptakan ekonomi yang berkeadilan bagi seluruh rakyat dan bangsa Indonesia.

Referensi:

  1. E. Stiglitz, J. (2008). The Fruits of Hypocrisy. The Guardian.
  2. Heywood, A. (2013). Politics. New York: Palgrave Macmillan.
  3. Latif, Y. (2011). Negara Paripurna: Historitas, Rasionalitas, dan Akuntabilitas Pancasila (Cetakan Kedua). Jakarta: PT. Gramedia Pusaka Utama.
  4. Soekarno. (1932). Demokrasi Politik dan Demokrasi Ekonomi. Pikiran Rakjat.
  5. Tim Riset PSIK. (2008). Negara Kesejahteraan & Globalisasi. Jakarta: Pusat Studi Islam dan Kenegaraan.

Master of Government Affairs and Administration Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like