Merajut Partisipasi Pengawasan Pemilu6 min read

Sejak dikeluarkannya Surat Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 179/PL.02-Kpt/01/KPU/111/2020 pada tanggal 21 Maret 2020, maka tahapan Pilkada serentak Tahun 2020 resmi dihentikan. Dihentikannya tahapan Pilkada serentak oleh KPU ini disebabkan bencana nonalam, Covid 19 yang melanda dunia, termasuk di Indonesia. Pola penyebaran yang cepat dan masif menjadi pertimbangan utama dalam menghentikan tahapan.

Penghentian tahapan disusul keluarnya Perppu Nomor 2 Tahun 2020 yang menjadi penguat bahwa tahapan pemungutan suara digeser ke bulan Desember 2020. Semula pelaksanaan tahapan pemungutan suara dilakukan 23 September 2020, atas kesepakatan Komisi II DPR-RI, Penyelenggara Pemilu dan Kemendagri kemudian digeser ke tanggal 9 Desember 2020.

Penghentian serta pergeseran jadwal tahapan ini, sontak menghentikan semua aktivitas penyelenggara pemilu yang berkaitan dengan tahapan. Padahal tahapan Pilkada baru saja dimulai dan memasuki tahap penyerahan dukungan dan verifikasi administrasi dukungan calon perseorangan.

Namun aturan terkait penghentian tahapan serta pembatasan interaksi sosial yang dikeluarkan pemerintah, tidak menyurutkan Pengawas Pemilu untuk tetap beraktivitas. Hampir semua instansi pemerintah berbondong-bondong mensosialiasikan pencegahan penularan covid 19. Berbeda dengan Bawaslu, yang mencoba untuk memanfaatkan momentum pembatasan sosial ini dengan mengeluarkan program Sekolah Kader Pengawas Partisipatif (SKPP) Daring.

Kegiatan SKPP daring ini diikuti 20.265 pendaftar se-Indonesia. Metode pembelajaran daring dibagi menjadi tiga tahap. Pertama, tahap pembelajaran daring melalui sistem yang telah disediakan oleh Bawaslu RI. Kedua, pendalaman materi. Pendalaman materi ini dilakukan melalui diskusi daring. Tahapan terakhir yakni evaluasi atas pembelajaran daring.

Dengan diberlakukannya larangan kegiatan yang bersifat konvensional di mana mempertemukan banyak orang dalam satu tempat, tidak menjadi halangan para pegiat pemilu untuk menjalin komunikasi dan interaksi dalam membahas isu-isu pemilu. Para pegiat pemilu ini kemudian mengalihkan kegiatannya ke metode daring. Forum-forum diskusi mulai bermunculan. Kritikan serta berbagai solusi ditawarkan agar demokrasi di bangsa ini terjaga dengan baik di tengah pandemi Covid-19.

Membangun Partisipasi Dari Basis

Kalau diperhatikan dalam Undang-undang terkait Pilkada, maka ada dua kegiatan partisipasi yang dapat dilakukan masyarakat. Pertama,  partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak pilih. Yang mana Hak pilih merupakan hak konstitusi masyarakat yang tidak boleh dihalang-halangi.

Bahkan dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada, yang saat ini diganti dengan Perppu nomor 2 tahun 2020, pada pasal 182A disebutkan, bahwa “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan, dan menghalang-halangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah)”.

partisipasi Kedua yang dapat dilakukan masyarakat ialah partisipasi dalam pengawasan pada setiap tahapan Pemilihan, sosialisasi Pemilihan, pendidikan politik bagi Pemilih, survei atau jajak pendapat tentang Pemilihan, dan penghitungan cepat hasil Pemilihan.

Dalam kegiatan partisipasi peningkatan hak pilih menjadi tanggungjawab KPU selaku penyelenggara Pemilu yang bersifat teknis. Sedangkan peningkatan partisipasi pengawasan, menjadi tanggungjawab Bawaslu selaku lembaga pengawas pemilu.

Tentunya dalam peningkatan partisipasi, kedua lembaga pemilu ini memiliki program masing-masing. Seperti halnya KPU, memiliki program KPU Jaga Hak Pilih yang mana berupaya untuk melindungi dan peningkatan hak pilih, melalui program tersebut, KPU berupaya untuk melindungi Warga Negara Indonesia (WNI) yang telah memiliki hak pilih untuk memilih.

Perlindungan tersebut berupa penjaminan atas kemudahan akses warga dalam daftar pemilih dan penggunaan hak pilih. Bawaslu juga memiliki banyak program dalam peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengawasan. Mulai dari SKPP Daring, Gowaslu, Patroli Pengawasan, Desa Anti Politik Uang, Saka Adiyasta Pemilu, dan lainnya. Dalam peningkatan partisipasi ini, tentunya kedua lembaga sadar, bahwa tanpa peran serta masyarakat, maka program partisipasi yang telah disusun dengan rapi tidak akan bisa berjalan.

Hal ini menjadi tantangan kedua lembaga untuk bisa memberikan pengetahuan kepada masyarakat terkait pentingnya peran serta masyarakat dalam berpartisipasi pada Pemilu.

Kegiatan peningkatan partisipasi tentunya harus tepat sasaran, sehingga upaya yang dilakukan bisa efektif. Kalangan akademisi menjadi sasaran utama sebagai mitra peningkatan partisipasi, yakni melalui kegiatan diskusi, seminar serta kajian-kajian terhadap peraturan kepemiluan. Rentetan program ini bertujuan untuk memberikan rangsangan terhadap kaum intelektual agar terlibat aktif dalam kegiatan kepemiluan. Dengan membangun basis partisipasi di level desa, kampung serta kelurahan juga sebuah upaya dalam peningkatan partisipasi masyarakat di akar rumput.

Mencontoh gerakan ABRI masuk desa di Era Orde Baru. Pasukan TNI waktu itu dituntut untuk bersama-sama membangun desa, gerakan gotong royong menjadi kunci kemajuan desa waktu itu. Gerakan penguatan basis tingkat desa ini menjadi salah satu upaya penyelenggara Pemilu untuk menekan adanya kecurangan di level bawah. Membangun kesadaran kolektif masyarakat untuk tidak larut dalam ajakan kecurangan.

Penguatan partisipasi dari simpul-simpul masyarakat ini menjadi efektif dan tepat sasaran untuk terus dilakukan. Upaya memelihara basis-basis kampus, kalangan NGO, masyarakat pedesaan, dan para stakeholder lainnya, akan mempersempit ruang gerak kecurangan dalam setiap tahapan Pemilu.  Pembatasan ruang gerak ini akan menuntut para pasangan calon untuk melakukan kerja-kerja politik sesuai dengan regulasi yang berlaku.

Upaya Menegakkan Demokrasi

Gerakan membangun kesadaran akan pentingnya pelaksanaan Pilkada yang bersih dari politik uang, ujaran kebencian, hoax, serta pelanggaran pada Pemilu menjadi tugas pengawas pemilu. Sosialisasi menjadi salah satu sarana yang selama ini di gerakkan sebagai garda terdepan dalam upaya pencegahan. Gerakan kembali ke basis masyarakat sebagai upaya mendekatkan pengawasan dengan masyarakat, agar masyarakat mengenal lebih dekat gerakan-gerakan pengawasan.

Tentunya pengawasan yang dilakukan masyarakat tidak seperti yang dilakukan oleh lembaga pengawas Pemilu. Dalam pemilu masyarakat memiliki hak untuk mengontrol dan mengevaluasi terhadap tegaknya regulasi kepemiluan. Penindakan terhadap pelanggaran yang muncul, bukan hanya sebagai pemberian efek jera terhadap pelaku pelanggaran. Kegiatan ini juga menjadi bagian dari penyampaian pemahaman atas aturan yang dilanggar.

Dari penegakan pelanggaran, pelaku pelanggaran menjadi mengerti lebih dalam akan aturan-aturan main dalam Pemilu. Aturan yang dibolehkan dan aturan yang dilarang. Publikasi penindakan dan penanganan pelanggaran juga bisa dijadikan upaya pencegahan agar pihak lain tidak melakukan pelanggaran yang serupa. Penyampaian informasi kepada publik atas penanganan pelanggaran, juga merupakan upaya edukasi publik secara masif.

Penegakan aturan Pemilu juga bagian dari meluruskan perilaku menyimpang yang dilakukan oleh peserta Pemilu. Perilaku curang ini bagian strategi yang diciptakan untuk meraih dukungan instan dari masyarakat.

Perbuatan nakal oleh oknum tim pemenangan ini yang harus dilawan oleh masyarakat. Perlawanan masyarakat sebagai bentuk dan upaya menciptakan Pemilu yang berkualitas. Masyarakat juga harus memahami atas pentingnya mengawal tegaknya peraturan Pemilu. Peraturan yang dibuat menjadi pijakan akan terlaksananya Pemilu yang bersih.

Penyelenggara Pemilu harus memberikan jaminan kepada peserta dan pemilih untuk melakukan kegiatan kepemiluan. Jaminan serta kepastian hukum ini menjadi prasarat perlindungan untuk mendapatkan hak dan perlakuan yang sama kepada para pihak.

Bukan hanya masyarakat, pemerintah juga memiliki kewajiban untuk menjaga aparaturnya untuk tidak terlibat dalam kegiatan suksesi pasangan calon. Aparatur negara yang merupakan bagian dari sistem pemerintahan, nantinya menjalankan konsep besar pembangunan dari pasangan calon terpilih. Netralitas bagian dari pembatasan akan kepentingan yang akan menguntungkan pribadi dan jabatan aparatur negara.

Pembatasan ini juga kelak sebagai upaya peningkatan profesionalitas aparatur negara yang memiliki sifat kerja sebagai pelayan terhadap urusan publik. Menjaga tegaknya demokrasi di bangsa ini menjadi tugas semua pihak. Semua masyarakat yang memiliki kepentingan, harus berupaya semaksimal mungkin agar demokrasi ini tetap tegak dan berjalan sesuai dengan yang telah dicita-citakan, Bawaslu sebagai lembaga pengawal tegaknya demokrasi menjadi wadah para pencari keadilan dalam jalannya pelaksanaan Pemilu.

Galeh Akbar Tanjung adalah Anggota Bawaslu Kalimantan Timur

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like