Didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Ibu kota provinsi memiliki pengertian sebagai sebuah tempat berkedudukannya pusat Pemerintahan Daerah Tingkat I atau biasanya di sebut Provinsi di wilayah NKRI. Dari pengertian tersebut tentu sudah dapat tergambarkan posisi strategis dan potensial suatu wilayah Ibu kota Provinsi di mana wilayah tersebut harus mampu menunjang berbagai macam aspek-aspek strategis dan potensial yang ada guna untuk kemajuan provinsi.
Menengok kewilayah timur Borneo, Provinsi Kalimantan Timur memiliki Ibu kota provinsi bernama Kota Samarinda. Samarinda merupakan sebuah kota yang terhampar di dua sisi ujung hilir sungai Mahakam dengan luas wilayah ±718 km2 dengan kondisi geografis wilayah berbukit dan memiliki ketinggian bervariasi dari 10 sampai 200 meter di atas permuakaan laut. Konon, nama Kota Samarinda sendiri merupakan pergambaran dari pada kondisi wilayah datarannya yang memiliki hamparan datar yang sama rendah dengan naik dan pasangnya air di sungai Mahakam. Dimasa-masa kolonial, dari berbagai macam catatan ahli sejarah menggambarkan wajah Kota Samarinda sebagai kota yang memiliki banyak sekali anak-anak sungai. Bahkan diketahui pula transportasi publik yang digandrungi pada saat itu ialah tranportasi air yang hari ini sering orang Samarinda sebut perahu “Ketinting”, perahu ketinting pada masa itu sangat efektif bagi penggunanya untuk melalui aliran-aliran anak sungai yang ada di Kota Samarinda.
Kembali kerealitas sosial hari ini, hampir seluruh Ibu kota provinsi di Indonesia memiliki beban masalahnya masing-masing baik dalam hal pembangunan dibidang ekonomi, sosial politik, kesehatan, dan lingkungan. Untuk Kota Samarinda sebagai sebuah Ibu kota provinsi yang memiliki predikat Provinsi dengan SDA yang melimpah, Samarinda tidak bisa lepas dari pergolakan masalah-masalah ekonomi, sosial politik, kesehatan, dan lingkungan tersebut. Malah mungkin saja pemasalahan yang terjadi lebih kompleks dari pada daerah-daerah Ibu kota Provinsi lainnya.
Berfokus kepersoalan Banjir di Samarinda, saya melihat kota ini mengalami kelebihan beban dari banyaknya kompleksitas persoalan kota. Banjir di Kota Samarinda adalah sebuah persoalan klasik dari musim kemusim, setiap musim hujan datang terlebih lagi dengan intensitas yang sangat tinggi tentu beberapa titik pusat Kota Samarinda akan terlihat berubah menjadi layaknya anak-anak sungai. Kompleksitas permasalahan banjir tentu harus dilihat secara serius oleh semua pihak, kondisi banjir di Samarinda semakin tahun bukannya semakin berkurang justru semakin parah dan meluas. Kita tidak bisa membiarkan masyarakat terus-terusan menerima kerugian akibat banjir yang terus berulang.
Menurut hemat saya Kota Samarinda sudah tidak layak menyandang predikat sebagai ibu kota provinsi, kita sebagai penduduk Kalimantan Timur ikut merasakan apa yang dirasakan oleh masyarakat Samarinda yang terkena musibah banjir, kita tentu bersepakat wajah Kalimantan Timur ada di kota ini terlebih sebagai Ibu Kota Provinsi. Saya melihat ada dua faktor yang menjadi argumentasi mendasar terkait banjir di kota ini, yakni faktor Alam seperti tingginya curah hujan, topografi wilayah, pasang surut air sungai Mahakam, dan lain-lain. Sementara faktor kedua adalah Manusia, utamanya bersumber pada unsur pertumbuhan penduduk yang tentu akan diikuti dengan peningkatan kebutuhan pembangunan infrastruktur, dan pembangunan pemukiman yang sampai berdampak pada kurang baiknya aliran drainase atau paret saluran air menuju ke sungai dan waduk terdekat, belum lagi ditambah aktifitas tambang secara berlebih yang tak terkendali dan terjadi tepat diwajah Kota Samarinda juga turut memperburuk kualitas lingkungan di kota tersebut.
Terlepas dari persoalan tersebut saya lebih melihat perlunya mengurangi beban kota, pemindahan Pusat Pemerintahan Provinsi atau ibu kota provinsi jadi sebuah solusi yang patut untuk dikaji dan kelak diimplementasikan. Selain karena faktor banjir, ada faktor lain yang menjadi pertimbangan, yakni diantaranya agar dapat memberikan kemudahan pelayanan masyarakat, mengurangi kemacetan akibat kepadatan jumlah penduduk ke depan, dan meningkatkan pola perencanaan tata ruang kota yang baik. Selain itu, kebutuhan penataan tata ruang kota tadi juga sebagai upaya antisipasi meningkatnya pertumbuhan ekonomi akibat pertumbuhan infrastruktur, serta mendistribusikan penduduk kota ini agar tidak terkonsentrasi pada pusat kota sebagaimana saat ini, sekaligus mengantisipasi potensi masalah yang lebih besar sebelum Ibu Kota Negara benar-benar pindah di bumi Kalimantan Timur.
Pusat pemerintahan provinsi dapat dipindahkan di pinggiran Kota Samarinda atau memilih area baru di Kabupaten lain yang letaknya strategis dan mendukung konsep Smart City yang dapat mewujudkan Sustainable Development Goals (SDGs) di bumi Kalimantan Timur, sebagai jawaban atas tantangan zaman dan sebagai warisan peradaban yang lebih inklusif untuk anak cucu kita kedepan.
Wakil Ketua DPRD Provinsi Kalimantan Timur