Demokrasi Vs Oligarki: Siapa yang Akan Menang?5 min read

Dalam dunia politik, demokrasi dan oligarki merupakan dua kekuatan yang berlawanan. Demokrasi berisi idealisme bahwa kekuasaan seharusnya berada di tangan rakyat, sementara oligarki menempatkan kekuasaan pada sekelompok kecil orang yang memiliki kekayaan atau pengaruh besar. Dalam konteks Indonesia, pertarungan antara demokrasi dan oligarki menjadi fenomena menarik yang layak diperhatikan.

Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang memberikan kekuasaan kepada rakyat. Konsep ini telah dikenal sejak zaman kuno, terutama di Athena, Yunani, pada abad ke-5 sebelum Masehi. “Demos” berarti rakyat, dan “kratos” atau “cratein” berarti pemerintahan. Dengan demikian, demokrasi dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau juga disebut pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Konsep ini menjadi indikator perkembangan politik di suatu negara, khususnya di Indonesia. Hal ini pun mengacu pada UUD 1945, yang menjadikan Indonesia sebagai negara demokratis. Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa dan mengutamakan kemanusiaan. Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 juga mengatur bahwa kedaulatan berada pada rakyat dan dijalankan sepenuhnya oleh rakyat serta dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia menganut sistem demokrasi di mana kekuasaan berada pada rakyat dan diwujudkan melalui mekanisme pemilihan umum dan demokrasi deliberatif (permusyawaratan).

Namun, di balik sistem demokrasi yang ideal ini, terdapat ancaman dari oligarki. Oligarki dapat muncul dari konsentrasi kekuatan dan kekayaan pada sekelompok orang yang memiliki pengaruh politik dan ekonomi besar. Mereka dapat memanipulasi sistem politik dan menggunakan kekayaan mereka untuk memperoleh keuntungan politik yang lebih besar. Oligarki juga dapat mempengaruhi proses pemilihan umum melalui pengaruh finansial dan media yang dimilikinya.

Salah satu contoh kekuasaan oligarki terdapat di Rusia pada masa Vladimir Putin. Di sana, sekelompok kecil individu atau keluarga elit yang kaya memiliki kendali atas sumber daya dan kekuatan politik negara. Beberapa ciri yang melekat pada kekuasaan oligarki antara lain:

  1. Konsentrasi kekayaan: Oligarki ditandai dengan adanya kekayaan besar yang dikendalikan oleh sekelompok kecil individu atau keluarga. Mereka memiliki kontrol kuat atas bisnis, industri, dan sumber daya alam negara.
  2. Pengaruh politik: Para oligarki memiliki akses langsung kepada pejabat pemerintah dan politisi tingkat tinggi. Mereka sering menggunakan kekayaan mereka untuk mempengaruhi kebijakan politik, mengamankan kontrak bisnis menguntungkan, serta mempertahankan kekuasaan dan hak istimewa mereka.
  3. Kurangnya transparansi: Oligarki cenderung menciptakan sistem yang sulit diakses oleh publik umum. Mereka sering menjalankan bisnis mereka tanpa pengawasan yang memadai dan jarang memberikan informasi yang akurat tentang operasi atau keuangan mereka.
  4. Ketidaksetaraan sosial: Kekuasaan oligarki cenderung menghasilkan ketidaksetaraan sosial yang signifikan. Kesenjangan antara kelompok elit dan rakyat biasa biasanya sangat besar, dengan kekayaan dan kekuasaan yang terkonsentrasi pada sejumlah kecil individu dan keluarga.
  5. Ketimpangan politik: Oligarki sering kali memiliki pengaruh signifikan dalam proses politik dan pengambilan keputusan. Hal ini dapat menghambat persaingan politik yang sehat, menyebabkan dominasi satu kelompok dan kepentingannya, serta mengurangi kesempatan partisipasi publik dalam kebijakan negara.

Kendati demikian, kejadian serupa pernah terjadi di Indonesia, tepatnya pada masa Orde Baru (1967-1998), di mana kekuasaan oligarki secara terang-terangan dilakukan oleh keluarga Cendana. Pada era Orde Baru, keluarga Cendana yang dipimpin oleh Presiden Soeharto memiliki kekuasaan dan pengaruh yang dominan dalam berbagai sektor ekonomi, politik, dan sosial di Indonesia.

Sebagai contoh, Presiden Soeharto sendiri menjabat sebagai Presiden Indonesia selama 32 tahun (1967-1998), yang memberikan pengaruh besar bagi keluarga Cendana dalam pengambilan keputusan politik. Soeharto menempatkan keluarganya dalam posisi penting dalam pemerintahan, seperti posisi Menteri, Wakil Menteri, dan kepala BUMN, yang memungkinkan mereka memiliki kontrol terhadap berbagai kebijakan politik di Indonesia.

Melalui contoh-contoh seperti di Rusia dan Indonesia dengan ciri-ciri di atas, kita dapat melihat bagaimana kekuasaan oligarki dapat memiliki pengaruh yang kuat dan sering kali tidak seimbang dalam suatu negara. Oleh sebab itu, implikasi yang dihasilkan pun akan berbeda dalam masyarakat. Demokrasi menghasilkan perlindungan hak asasi manusia yang nantinya akan menyediakan kerangka kerja yang kuat untuk melindungi hak asasi manusia.

Pemerintah yang demokratis berfungsi untuk melindungi kebebasan berpendapat, beragama, pers, dan hak-hak dasar lainnya. Karena demokrasi memberikan kekuasaan pada rakyat, warga negara memiliki kontrol atas kebijakan dan tindakan pemerintah yang dapat mempengaruhi hak-hak mereka. Serta, dengan demokrasi yang stabil dan efektif dapat mendorong pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.

Berbeda dengan demokrasi, oligarki memiliki pengaruh tidak proporsional dalam masyarakat. Oligarki cenderung menghasilkan ketidakadilan politik di mana keputusan politik didasarkan pada kepentingan kelompok elit tertentu, bukan kepentingan umum. Keputusan politik yang diambil oleh oligarki sering kali melindungi dan memperkuat kepentingan ekonomi dan politik mereka sendiri, sementara mengabaikan kepentingan warga negara yang lebih luas. Di samping itu, oligarki pun dapat menjadi sebab ketidaksetaraan ekonomi yang signifikan dalam masyarakat. Kekuatan ekonomi yang terpusat di tangan kelompok elit dapat menjadikan warga negara lainnya terjebak dalam kemiskinan dan ketidakadilan sosial.

Perdebatan antara demokrasi dan oligarki merupakan isu yang kompleks dan terus menerus dibahas oleh para pakar politik. Memilih mana yang akan menang bergantung pada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kekuatan kedua sistem tersebut. Alasan mengapa demokrasi bisa menang dalam perdebatan ini adalah karena demokrasi memberikan kekuasaan kepada rakyat.

Dalam sistem demokrasi, setiap individu memiliki hak dan kebebasan yang dijamin, termasuk hak memilih dan dipilih. Dalam hal ini, demokrasi dianggap lebih inklusif dan memberikan kesempatan yang lebih adil bagi semua orang untuk berpartisipasi dalam proses politik dan mengambil keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka. Sifat inklusif ini bisa menjadi daya tarik bagi sebagian besar orang, terutama mereka yang ingin memiliki suara dalam pembentukan pemerintahan.

Selain itu, demokrasi juga memberikan perlindungan hukum untuk kepentingan minoritas. Dalam sistem demokrasi yang baik, undang-undang dan institusi independen akan mengatur kehidupan politik dan melindungi hak-hak individu. Ini memastikan bahwa kepentingan semua orang diperhatikan, bukan hanya kelompok kekayaan atau elit tertentu.

Namun, oligarki juga memiliki argumen kuat dalam hal stabilitas dan efisiensi. Dalam sebuah oligarki, kekuasaan terkonsentrasi pada sekelompok kekayaan dan elit. Kekuasaan yang terkonsentrasi ini dapat dengan cepat mengambil keputusan dan melaksanakan langkah-langkah tanpa terkena gangguan birokrasi atau prosedur yang rumit. Alasan ini mungkin menjelaskan mengapa beberapa negara dengan oligarki, seperti Singapura, mencapai tingkat kemajuan yang tinggi dalam waktu yang relatif singkat.

Namun, terbatasnya kelompok yang mengontrol kekuasaan dalam oligarki menyebabkan ketidakadilan dan ketidaksetaraan. Orang-orang biasanya tidak memiliki kesempatan yang sama untuk mempengaruhi proses politik dan kebijakan yang diambil. Dalam jangka panjang, hal ini dapat memicu ketidakpuasan dan konflik sosial. Demokrasi, di sisi lain, memberikan stabilitas jangka panjang dan konsensus yang lebih kuat karena semua orang memiliki suara dalam pengambilan keputusan.

Pada akhirnya, apakah demokrasi atau oligarki yang akan menang dalam perdebatan ini bergantung pada banyak variabel. Tidak ada sistem yang sempurna dan masing-masing memiliki kelemahan dan kelebihan. Namun, demokrasi cenderung lebih inklusif, adil, dan melindungi hak-hak individu, sehingga bisa menjadi pilihan yang lebih menarik bagi masyarakat yang ingin berpartisipasi dalam proses politik.

Mahasiswa strata satu jurusan ilmu hukum di salah satu kampus swasta di Jakarta yang aktif dalam beberapa organisasi mahasiswa di dalam/luar kampus. Aktif dalam forum diskusi di kampus dan berhasil mempublish karya tulis pertamanya di Mengeja.id dengan judul “Ketidakadilan dalam Masyarakat: Analisis Filsafat Keadilan”. Penulis berdedikasi dengan fokus utama menulis artikel, opini, dan karya tulis lainnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like