Teori Hegemoni Antonio Gramsci5 min read

Hegemoni merupakan pikiran yang bersih untuk mencapai kesepakatan tanpa adanya perlawanan karena mampu menampung aspirasi banyak kalangan. Pelopor pemikiran hegemoni ini adalah seorang filsuf dan akivis politik bernama Antonio Gramsci, Ia lahir di Italia. Teori hegemoni dari Antonio Gramsci ini lahir karena terpengaruh dari pemikiran-pemikiran dari Engels dan Karl Marx, serta pemikiran dari Beneddetto Croce[1].

Pandangan Marxisme dikembangkan oleh Marx dan Engels, yang cenderung melihat institusi politik sebagai representasi dari struktur ekonomi, menjadi titik perhatian Gramsci. Pendapat tentang ekonomisme ini menghambat pemahaman tentang sifat dominasi kapitalis dan metode yang diperlukan untuk menghentikan dominan dan menuju sosialisme[2].

Ekonomisme merupakan pemikiran yang meyakini jika perkembangan-perkembangan politik merupakan suatu bentuk dari perkembangan ekonomi. Teori hegemoninya Gramsci muncul sebagai kritik serta alternatif bagi teori sebelumnya yang lebih mendominasi pada determinisme kelas dan ekonomi marxisme. Jauh sebelum pemikiran Gramsci tentang hegemoni, telah ada lebih dulu tokoh yang mengutarakan dengan istilah yang artinya kurang lebih hampir sama dengan hegemoni, sebut saja seperti Karl Marx[3].

Sehingga teori hegemoni ini ada dan berjalan beriringan dengan arus pemikiran marxisme[4]. Menurut pandangan Antony Gramsci hegemoni memiliki ikatan erat dengan ideologi, dan konsep kekuasaan. Ia memandang hegemoni sebagai praktik 2 arah dari 2 kelas, yaitu kelas pemiilik modal (borjuis) dan kelas pekerja (proleter)[5].

Hegemoni membuat kelas bawah tidak memiliki pilihan lain sebagai daya tawar karena tidak ada kekuatan. Untuk melawan hegemoni ini harus membuat persetujuan baru dengan kalangan lain berdasarkan ide-ide yang lebih realistis. Konsep dan gagasan hegemoni adalah:

  • Adanya kelompok-kelompok yang dominan pada kelompok lain.
  • Mereka mengamankan kekuasaan berdasarkan persetujuan. Yang menjadi titik tekan adalah bagaimana hubungan persetujuan itu terbentuk dan orang mau tunduk pada sistem persetujuan itu (Konsensus). Konsensus yang diterima oleh kelas pekerja bersifat pasif.
  • Hegemoni tidak sama dengan dominasi. Dominasi lebih ke arah fisik, sementara hegemoni lebih pada orang mau menyetujui tanpa ada kekerasan fisik.
  • Kontrol politik berdasarkan sistem tertentu. Sistem itu berjalan antarkelas dengan kekuatan lain.

Menurut Gramsci, Karl Marx berpendapat bahwa perubahan sosial tergantung kepada kaum proletar yang memandang dunia sebagaimana adanya. Tetapi ia keliru jika berpendapat bahwa keadaan itu terjadi tanpa perbuatan yang hati-hati dan atas nama kebenaran[6].

Konsensus yang diterima oleh kelas pekerja bersifat pasif, artinya konsensus terjadi bukan karena kelas pekerja yang menganggap struktur sosial yang ada adalah keinginan mereka, itu karena lebih ke mereka tidak mempunyai akses untuk memahami basis konseptual untuk memahami relitas sosial secara nyata dan efektif.

Maka konsekuensinya karena kekurangan basis konseptual dari kaum buruh, karena kaum buruh memang waktunya digunakan untuk bekerja dan menggunakan otot dari pada menjadi kaum yang sering duduk membaca beberapa buku atau kaum intelektual, sehingga membuat kaum pekerja tidak ada waktu atau tidak mampu untuk berfikir kritis dan sistematis, serta waktu mereka digunakan untuk memenuhi isi perut dari pada isi pikiran mereka.

Jika dilihat dari realitas kehidupan lebih banyak orang yang mengajarkan kepada orang lain bagaimana cara menjadi orang sukses, bukan bagaimana cara berfikir kritis, maka dari itu lebih banyak orang yang menjadi kaum pekerja dari pada membuat sebuah pekerjaan, mereka lebih baik melamar pekerjaan ke sebuah perusahaan atau orang lain, dari pada berfikir bagaimana cara membuat pekerjaan yang bisa mempekerjakan orang banyak.

Konsensus dalam masyarakat kapitalis itu merupakan kesadaran yang bertentangan dan akan selalu direduksi dan diredupkan, hegemoni yang dilakukan oleh kelas borjuis adalah hegemoni yang samar-samar atau sembunyi. Contoh lain dari hegemoni itu sendiri adalah seperti pihak media massa itu sebenarnya sudah di booking oleh pemerintah untuk menyebarkan berita sesuai dengan kehendak pemerintah, walaupun pemerintah mengatakan boleh mengkritisi kepemerintahan mereka, tetapi pada kenyataanya terkadang jika melawan terlalu keras pemerintah maka pihak media massa tersebut akan terancam.

Maka dari itu banyak anggota politik yang menjadi bagian dari media massa tersebut untuk menyampaikan ideologi dari aparat pemerintahan. Tipe-tipe hegemoni menurut Antony Grimsci[7]:

  1. Hegemoni total (integral), ditandai dengan bentuk kerja sama massa yang mendekati total. Masyarakat menunjukkan tingkat kesatuan moral dan intelektual yang kokoh, yang tampak dari hubungan organis pemerintah dan yang diperintah. Hubungan tersebut tidak diwarnai kontradiksi baik secara sosial maupun etis. Bagaimana kelompok elite menguasai setiap unsur yang ada baik dari aturan, pendidikan, pemahaman moral, dan itu dilakukan oleh pemerintah, sehingga rakyat tidak bisa melakukan apapun untuk menolak
  2. Hegemoni yang merosot (decadent), ditandai dengan adanya potensi disintegrasi atau potensi konflik yang tersembunyi di bawah permukaan, artinya meskipun sistem yang ada telah mencapai kebutuhan dan sasarannya, tetapi mentalitas massa tidak sungguh-sungguh selaras dengan pemikiran yang dominan dan subyek hegemoni. Misalnya jika di Indonesia pemerintah membicarakan Covid-19 lagi, maka banyak dari masyarakat yang sudah tidak percaya dengan menyebarnya Kembali Covid-19, maka dari itu hegemoni pemerintah sudah mulai merosot, karena mulai tidak sinkron antara apa yang dikatakan dengan praktiknya, sehingga kuasa dari hegemoni tersebut jadi menurun.
  3. Hegemoni minimum, adalah hegemoni yang bersandar pada kesatuan ideologis antara elit ekonomi, politik dan intelektual, yang berlangsung bersamaan dengan keengganan terhadap setiap campur tangan massa dalam hidup bernegara. Misalnya jika ada suatu negara yang memiliki sebuah aturan dan ingin aturan tersebut di patuhi oleh rakyatnya, tetapi pada kenyataannya aturan tersebut ternyata banyak ditentang oleh rakyatnya, maka itu akan menyebabkan gerakan anarkis terhadap pemerintah, dan itu akan menyebabkan hegemoni pemerintah pudar dari rakyatnya, itu terjadi karena terlalu mementingkan kelompoknya dari pada aspirasi kelompok yang didominasinya.

Hegemoni itu dilakukan bagaimana caranya bernegosiasi, hegemoni tidak bisa dilakukan dengan kekerasan fisik.


[1] Endah Siswati, ‘Anatomi Teori Hegemoni Antonio Gramsci [The Anatomy of Antonio Gramsci’s Theory of Hegemony]’, Translitera : Jurnal Kajian Komunikasi Dan Studi Media, 5.1 (2018), 11–33.

[2] Siswati.

[3] Zezen Zaenudin Ali, ‘Pemikiran Hegemoni Antonio Gramsci (1891- 1937) Di Italia’, JURNAL YAQZHAN: Analisis Filsafat, Agama Dan Kemanusiaan, 3.2 (2017), 63 <https://doi.org/10.24235/jy.v3i2.5482>.

[4] Hutagalung Daniel, ‘Hegemoni, Kekuasan Dan Ideologi Related Papers’, Jurnal Pemikiran Sosial, Politik Dan Hak Asasi Manusia, 12.12 (2004), 1–17.

[5] Hutagalung Daniel.

[6] Pip Jones, Liza Bradbury, and Shaun Le Boutillier, Pengantar Teori-Teori Sosial Dari Teori Fungsionalisme Hingga Post-Modernisme, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2016.

[7] Siswati.

Mahasiswa semester 6 di UIN PROF. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto, jurusan Sejarah Peradaban Islam, Fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora. Tempat tinggal berada di Kecamatan Wadaslintang, Kabupaten Wonosobo. Serta memiliki hobi yaitu jalan-jalan, dan mendengarkan musik

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like