Member Kebenaran atau Pembenaran3 min read

Iklan atau promosi biasa memberikan penawaran yang menarik hingga tak terasa duit ikut tertarik. Apalagi iklan tersebut, menjanjikan “harapan” akan masa depan yang cerah bagi pembeli dengan kata sakti “member”.

Tawaran menjadi member atau anggota dengan menjanjikan produk-produk berkualitas hanya akan terpenuhi bila menjadi member. Hati siapa yang tak terpanah ibarat mimpi menjumpai kenyataan. Karena, harapan atau sesuatu hal yang dijanjikan di masa depan telah membuat banyak orang rela melakukan apa saja. Seakan tak ada ruang berpikir sejenak, apakah mungkin harapan itu pasti adanya? Tapi, rupanya godaan mendapatkan sesuatu jauh lebih besar daripada memikirkan terlebih dahulu tawaran yang menggiurkan tersebut.

Perilaku   yang   demikian   telah   memberikan   ruang   bagi   mereka   yang   secara   piawai memberikan “harapan” dengan mengeksplorasi dan mengeksploitasi demikian rupa dalam berbagai bidang. Orang yang telah terbuai janji tak akan mundur. Walaupun diberikan pemahaman secara mendalam.   Begitu   kuatnya   janji   itu   bekerja   hingga   kadang   akal   sehat   tak   mampu membendung arusnya. Kondisi yang demikian bukan hanya terjadi pada level iklan-iklan produk, namun lebih jauh lagi turut terjadi pada kehidupan keagamaan.

Ada banyak contoh dalam bidang keagamaan yang memanfaatkan cara kerja iklan dalam menggaet peserta, anggota dan jamaah. Untuk mengikuti kegiatan dan pelatihan yang bukan sekedar menjanjikan aspek keduniawian melainkan juga keakhiratan. Pengaruh pengiklan membuat banyak orang masuk terafiliasi. Tanpa mempertimbangkan apakah yang dijanjikan itu memang demikian?

klan itu telah bekerja demikian massif dengan menciptakan sistem pengiklanan berantai yang memanfaatkan para anggota. Lewat para anggota jaring-jaring diperlebar dengan membubuhi berbagai keterangan yang juga tak kalah menggodanya. Bila diperhatikan di media sosial kondisi ini, banyak akan ditemui dengan men-share kutipan pengajian, ceramah dan kata-kata tokoh agama tertentu. Bisa dikatakan untuk melihat pengguna media sosial terafiliasi dengan tokoh dan organisasi tertentu dapat terlihat dari postingannya

Kondisi ini, akan menemukan masalah terbesar disaat perjumpaan baik ditataran nyata lebih- lebih di tataran maya. Pengaruh itu, tidak dipersiapkan rama terhadap perbedaan. Pertanyaan mengapa demikian?

Karena,   iklan   itu   memperebutkan   pasar   bukan   menjernihkan   pasar.   Siapa   yang mempengaruhi   lebih   banyak   akan   mendapatkan   keuntungan.   Ingatlah   bahwa   konteks keuntungan bisa dalam berbagai bentuk bukan sekedar uang, popularitas dan pengaruh juga menjadi keuntungan.

Akibat dari itu, semua sikap hujat satu sama lain akan sangat mungkin terjadi. Positifkah yang demikian? Karena, “kebenaran” yang ikut diangkut oleh iklan terlihat seberapa banyak yang mengikuti dan membagikan. Benar atau tidak itu ditentukan oleh jumlah, bukan kepada bobot yang dikandungnya. Sehingga kondisi itu, akan jatuh kepada pembenaran. Modusnya teramat banyak yang bisa disaksikan seperti dalam bentuk mengambil   kesimpulan dini tanpa memeriksa lebih mendalam.

Kesimpulan dangkal telah demikian bahlul diproduksi dan mereduksi kenyataan dan kebenaran. Berkah iklan dengan menyemarakkan kedangkalan. Sungguh ajib membutakan, iklan telah bekerja demikian sempurna menurunkan kebenaran 75% dan menaikkan pembenaran alias kedangkalan 75%. Apakah prestasi ini patut dirayakan?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like