Muharram, Teladan Cinta Cucunda Rasulullah6 min read

Kepala anak putra Nabi dan washinya
Di atas tombak menjadi bahan tontonan
Muslimin mendengar dan menyaksikannya
Tapi, tak ada protes dan ataupun keluhan
Semoga mata saksikan dirimu jadi buta
Dan telinga yang mendengar menjadi tuli
Kau buka banyak mata sedang kau terlelap
Kau tutup matayang tak sedih atas deritamu
Tak satupun taman kecuali berharap
Agar kau disana dan menjadi kuburmu.

Muharram adalah bulan pertama dalam sistem takwim Hijrah (Hijriah). Pada asasnya, Muharram membawa maksud yang ‘diharamkan’ atau ‘dipantang’, yaitu bulan di mana Allah SWT melarang melakukan peperangan atau pertumpahan darah. Begitulah kebiasaan mereka tempo dulu mengkhususkan bulan-bulan peperangan dan bulan-bulan gencatan senjata. Demikianlah Allah SWT, telah menentukan empat bulan yang dimuliakan, tiga di antaranya berurutan yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan Muharram, sedangkan yang terakhir adalah Rajab terletak antara bulan Jumadal Ula dan Sya’ban.

Pada bulan Muharram ini juga merupakan bulan duka bagi seluruh umat manusia tanpa terkecuali. Bagaimana tidak, bukankah darah daging Rasulullah SAW. Terkapar di padang pasir. Darahnya yang suci tertumpah oleh pedang-pedang kezaliman. Wajah putri-putri beliau ditatap oleh mata para musuh Tuhan, mereka dijadikan tontonan oleh khalayak ramai. Jasad para syuhada yang agung terlucuti dari pakaiannya. Badan mereka yang suci tersungkur di atas tanah gersang. Inilah musibah agung yang menyayat hati Nabi dengan anak panah yang menancap pada qalbu hidayah. Mereka adalah pusaka peninggalan penghulu umat manusia, buah hati Rasulullah SAW. Cahaya mata Fatimah az-Zahra.

Imam Abu Abdillah Husain, putra Ali bin Abi Thalib as. Yang gugur sebagai syahid di Karbala. Al-Husain salah seorang dari empat orang yang diajak Nabi Muhammad SAW untuk ber-mubahalah dengan pemimpin kaum Nasrani Najran. Beliaulah merupakan pemuda yang bearada dalam selimut (al-Kisa’) Rasulullah SAW. Al-Husain adalah salah satu dua pusaka yang ditinggalkan oleh kakeknya, pusaka yang meneyelamatkan pada siapa yang berpegang teguh kepada keduanya, dan yang menjadi apabila mengabaikan dan meninggalkannya.

Al-Husain dan kakaknya Hasan al-Mujtaba tumbuh berkambang dalam asuhan ibu yang dijuluki sebagai Sayyidatuna an-Nisa’, dari seorang ayah yang disebut sebagai “gerbangnya ilmu” dan dari seorang kakeknya al-Musthafa Muhammad SAW. Hirarki keturunan kesucian, keteladanan dan kepemimpinan dalam diri Imam Husain sangat melekat pada dirinya, beliau telah menjelmakan kepribadian ayah dan kakaknya. Keduanya memiliki kedudukan sangat tinggi, sehingga Nabi Muhammad bersabda, “Dua buah hati kebahagiaanku di antara umat dan dunia ini.” Shahih Bukhari, Juz 2 hal.188. Sunanut Tirmidzi, hal.539.

Nilai Islam yang Diboikot

Naiknya Yazid bin Muawiyah sebagai penguasa baru yang berkedudukan di Damaskus, Syam, segera mengintai keselamatan Husein yang tinggal di Madinah. Mata-mata berkeliaran mengawasi gerak-gerik cucu Rasulullah tersebut. Demi keselamatan, ia beserta keluarganya akhirnya pindah ke Makkah. Penduduk Kufah yang semula daerahnya dijadikan pusat pemerintahan kekhalifahan, merasa kecewa dengan kepemimpinan Yazid. Mereka mengharapkan perubahan, dan harapan itu mereka sandarkan kepada Husein. Mereka lalu meminta Husein untuk pergi ke Kufah untuk mereka baiat sebagai khalifah.

Dalam surat permintaan yang diterima Husein, mereka menyatakan bahwa lebih dari 100.000 penduduk Muslimin Kufah telah siap menerima kedatangannya. Meski kabar tersebut merupakan angin segar bagi Husein karena ternyata ada dukungan yang begitu besar untuk menghadapi kezaliman Yazid, tapi ia tak buru-buru menerima permintaan tersebut. Mula-mula ia mengutus Muslim bin Aqil pergi ke Kufah untuk memperoleh keterangan yang pasti tentang keadaan yang sebenarnya. Tak lama setelah tiba di Kufah, Muslim bin ‘Aqil menulis surat kepada Husein yang isinya menginformasikan bahwa penduduk Kufah telah bulat untuk membaiat Husein sebagai khalifah.

Situasi Kufah yang telah berubah drastis dan terbunuhnya Muslim bin ‘Aqil tak segera diketahui Husein. Kabar yang ia terima lewat surat yang dikirimkan utusannya tempo hari membuat Husein yakin untuk berangkat ke Kufah. “Aku khawatir kalau mereka membohongimu dan akan membiarkanmu menghadapi musuh seorang diri, bahkan tidak mustahil mereka akan berbalik menghantammu dan akan berlaku kejam terhadap keluargamu,” Kata Abdullah bin Abbas, saudara Husein. “Aku minta dengan sangat supaya anda membatalkan rencana keberangkatan ke Kufah setelah menerima suratku ini. Aku benar-benar khawatir kalau niat anda itu akan mengakibatkan anda binasa bersama segenap anggota keluarga anda. Kalau hal itu sampai terjadi, maka padamlah cahaya di permukaan bumi ini. Ingatlah, bahwa diri anda sesungguhnya adalah lambang semua orang beriman,” tulis Abdullah bin Ja’far, yang merupakan ipar Imam Husein.

Pada 10 Muharam 61 Hijriyah atau 10 Oktober 680 Masehi, tepat hari ini 1340 tahun lalu, 4000 pasukan yang dipimpin Umar bin Sa’ad bin Abi Waqqash menyerbu rombongan Husein yang hanya berkekuatan 72 orang; 32 orang prajurit berkuda dan 40 orang pejalan kaki, selebihnya terdiri dari anak-anak dan perempuan. Imam Husein menyaksikan pasukan yang datang dan menghampirinya. Beliau tetap berdiri laksana tiang kokoh. Dunia kebatilan terasa kecil, begitu pula pasukan kebatilan yang ada di hadpannya.

Pesan Revolusi al-Husain

Revolusi Imam Husein menangkap rangsangan nurani umat yang hidup, umat yang menjunjung tinggi risalah suci Islam, risalah Nubuwah. Merekalah yang menjadi benteng pelindung ajaran kakeknya Muhammad SAW. Karena merekalah sendi-sendi agama bergerak dan kokoh berdiri. Revolusi merekalah yang menjadi tolak ukur kemanusiaan sepanjang sejarah, revolusi yang anti kebiadaban, anti tunduk kepada para penindas. Revolusi itu selalu menyala di sepanjang kehidupan manusia yang mencintai kebenaran dan keadilan, menjadi suluh bagi orang tulus yang yang ingin hidup merdeka dan mulia di naungan Allah SWT.

Tak seorangpun bisa memejamkan mata ketika melihat revolusi di tanah Karbala. Dampak yang ditimbulkan setelahnya sangat menunjukkan betapa langkah-langkah kemanusiaan yang ditempuh oleh Imam Husain sangat efektif. Meski ada upaya mengkaburkan dan memutarbalikkan fakta revolusi tersebut. Namun kebenaran tak dapat ditutup-tutupi oleh siapapun. Bagi pecinta kebenaran akan selalu merasakan dampak dan hasil revolusi yang agung itu, siapapun mereka, baik generasi tempo dulu maupun generasi masa depan sepanjang sejarah. Meski kami tidak memiliki pengetahuan sempurna tentang kejadian di tanah Karbala, namun dampak dari gerakan besar itu bisa kita rasakan dari beberapa pristiwa revolusi yang ada di dunia ini.

Revolusi Imam Husain sebagai penyingkap fakta kebenaran, cahaya bagi yang beragama dengan baik lagi benar, dan dapat melihat agama atau keyakinan dibalik pemerintahan Islam Bani Umayyah. Disisi yang lain revolusi di tanah karbala merupakan lokus para pejuang yang telah mengembalikan kemurnian agama yang sejak lama dimanipulasi dan dikotori oleh kekuasaan yang lalim. Gugurnya cucunda al-Musthafa merupakan motivasi mereka yang sadar atas dekadensi moral umat Islam. Semangat kesadaran untuk membumikan kebenaran mampu membangkitkan umat yang lesu, kesadaran umat untuk terus melakukan perbaikan dan perubahan berkelanjutan.

Revolusi Imam Husain di tanah Karbala-Iraq, menjadi sentrum di denyut nadi para pejuang kebenaran dan keadilan;

  1. Ir. Soekarno “Husein adalah panji berkibar yang diusung oleh setiap orang yang menentang kesombongan di zamannya, dimana kekuasaan itu telah tenggelam dalam kelezatan dunia serta meninggalkan rakyatnya dalam penindasan dan kekejaman.”
  2. Mahatma Ghandi“Aku belajar dari Hussein bagaimana menjadi pemenang, aku belajar dari Hussein meraih kemenangan dalam keadaan tertindas. Kemajuan Islam tidak bertumpu pada pedang pemeluknya, namun hasil dari pengorbanan agung Hussein”.
  3. Charles Dickens “Jika Husein berperang karena hasrat dunia, maka aku tak mengerti mengapa saudarinya, istrinya, dan anak-anaknya menemaninya. Husein berkorban murni demi Islam”.
  4. Edward Gibbon “Walau sudah lama sekali masa dan situasi tragis kematian Husain di Karbala, tetap saja peristiwa tersebut akan menggugah rasa haru pembacanya, sekali pun yang berperasaan paling dingin”.
  5. Rabindranath Tagore “Demi terus menghidupkan keadilan dan kebenaran, alih-alih menggunakan pasukan atau senjata, kesuksesan bisa diraih dengan pengorbanan jiwa. Inilah yang dilakukan oleh Imam Husein”.
  6. Che Guevara”Kepada seluruh kaum revolusioner dunia agar mengikuti revolusi luar biasa yang dipimpin Husein Yang Agung dan melangkah di jalannya untuk menghentikan para penguasa buruk dan menggulingkan pangkal kebusukannya.”

Revolusi Imam Husain telah membangkitkan kesadaran sebagai umat untuk membela kaum tertindas dan menghidupkan jiwa perjuangan. meski menuai kegagalan demi kegagalan  karena kuatnya kekuasaan para biadab itu di tengah umat. Begitu juga kita di Indonesia yang sebentar lagi memasuki usia kemerdekaan ke-76 tahun, semua itu merupakan nafas perjuangan bagi mereka yang tidak rela ditindas, dizhalimi, dan di ekplotasi. Tahun baru Hijriah 1 Muharram 1443 H merupakan permenungan kembali, menyadarkan memori kita atas spirit perjuangan melawan kedzhaliman mega tragedy cucunda nabi al-Musthafa yang syahid di tanah Karbala.

Salam dalam Kasih, Menulis Mengabadi.

Santri di Bagenda Ali Institute

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like