Manusia sebagai subjek peradaban yang kian hari menciptakan perubahan demi tersusunnya dunia yang sistematis. Pendidikan sebagai salah satu metode untuk merevitalisasi intelektual generasi pembangun bangsa. Tanpa adanya sebuah sistem yang memandu manusia ke dalam alur kemajuan akan berdampak kepada kehancuran generasi. Negara maju memiliki generasi dengan tingkat pendidikan tinggi sehingga akan tercipta sebuah peradaban yang baik. Selain itu, sistem pendidikan yang tersusun secara sistematis akan mampu mempengaruhi masyarakat untuk menyerap semua keilmuan yang mereka dapatkan.
Sistem tersebut tidak hanya sebuah sistem yang tertuang ke dalam visi dan misi, tetapi sistem harus bisa beradaptasi disegala kondisi dan mampu mengimplementasikannya dalam kehidupan nyata. Mahasiswa sebagai kaum terdidik yang memegang tombak peradaban. Dengan intelektualitas yang menyertai mereka sebagai agent sebuah perubahan diharapkan mampu menjawab teka-teki dari fenomena yang setiap detik berubah. Peradaban akan berhasil ketika pemerintah dan masyarakat mampu berkolaborasi untuk mewujudkan impian bersama.
Dunia telah memasuki era kecerdasan otak buatan, dengan satu kali sentuhan dapat membuka wawasan yang ada diseluruh dunia. Jari pemegang bumi merupakan kalimat yang mampu mengekspresikan kondisi masa kini. Modernisasi telah merajalela dipenjuru dunia hingga manusia terlena akan efisiensi yang ditawarkan. Disamping efisiensi yang terpampang nyata terdapat satu sisi yang memiliki dampak negatif jika tidak tertata secara seimbang.
Efek dari modernitas sangat signifikan terutama dalam konteks moral generasi milenial. Tan Malaka mengungkapkan pendapatnya tentang tujuan sebenarnya dari pendidikan yaitu:
“Tujuan pendidikan itu untuk mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauan serta memperhalus perasaan”
Mengutip dari pendapat Tan malaka bahwa sejatinya sistem pendidikan dibuat untuk membenahi manusia itu sendiri baik dari segi karakter, intelektual, moral, perasaan dan religiusitas. Tergerusnya moral menjadi masalah urgent, karena setinggi apapun tingkat pendidikan jika tidak mengantongi moral yang baik maka hanya akan ada kecerdasan palsu. Pada hakikatnya dalam proses pendidikan sendiri didasarkan dari moral yang digunakan untuk mencapai kecerdasan, seperti saat mengenyam bangku SD kita diajarkan untuk menghormati guru dan orang tua, membuang sampah pada tempatnya, mengucapkan terima kasih apabila mendapat bantuan dari orang lain dan sebagainya.
Sistem pendidikan di Indonesia yang belum sempurna dalam penerapannya mengakibatkan kekacauan hasil outputnya. Sehingga tak sedikit pula lulusan berpendidikan tinggi yang menganggur. Menurut Priarti Megawanti dalam artikelnya “Meretas Permasalahan Pendidikan di Indonesia” memaparkan ada tiga tahap kekacauan pendidikan yaitu: tahap input, tahap proses dan tahap output. Oleh karena itu, perlu adanya perbaikan dari dasar atau bagian input yang menjadi pendidikan pertama bagi anak. Pendidikan pertama berada ditangan orang tua, sehingga memperluas wawasan menjadi hal yang wajib dilakukan orang tua untuk mendidik anaknya dengan baik.
Dengan arus globalisasi yang kian marak dimasyarakat, muncul fenomena yang seharusnya orang tua mendidik dengan kasih sayang yang nyata sekarang tergantikan oleh gadget dan uang. Alasan yang tidak logis dilontarkan oleh sebagian besar orang tua yakni karena terlalu sibuk dengan pekerjaan, agar lebih mudah menjaganya, dan agar tidak ketinggalan jaman. Miris memang melihat metode pendidikan yang orang tua milenial terapkan.
Covid-19 nama yang tak pernah terlintas dalam benak dunia. Pandemi yang sudah berjalan hampir satu tahun menjadi mimpi buruk bagi tatanan masyarakat. Dia mampu meluluh lantahkan semua rancangan yang telah tersusun demi mewujudkan impian seluruh bangsa. Waktu yang terus berjalan menjadi saksi bisu melemahnya seluruh sektor kehidupan. Salah satu sektor yang menjadi korban dari pandemi Covid-19 adalah pendidikan. Dengan diberlakukannya PJJ atau pembelajaran jarak jauh proses belajar mengajar menjadi terhambat. Berbagai faktor penghambat proses pembelajaran seperti susahnya mengakses sinyal, borosnya kuota, minimnya fasilitas elektronik bagi siswa dari keluarga yang kurang mampu, kurang efektifnya penyampaian materi, nasib guru honorer, minimnya pengetahuan orang tua untuk mengajari anaknya selama belajar di rumah dan sebagainya.
Penutupan sekolah dan perguruan tinggi mengakibatkan siswa maupun mahasiswa mengalami kesulitan beradaptasi di lingkungan belajar. Yang awalnya kegiatan belajar mengajar dilakukan di kelas setelah pandemi datang pembelajaran dialihkan di rumah masing-masing. Guru sebagai fasilitator siswa setelah pandemi kini digantikan oleh orang tua. Mahasiswa yang sedang menempuh skripsi kesulitan untuk melakukan bimbingan serta mahasiswa baru yang sejak awal masuk tidak pernah merasakan zona kuliah nyata.
Bagi keluarga dengan pendapatan menengah ke atas akan dengan mudah untuk memfasilitasi kebutuhan belajar anaknya. Akan tetapi, yang menjadi problem di sini adalah orang tua yang memiliki pendidikan tinggi dan sukses akan melupakan betapa pentingnya pendidikan dalam keluarga. Sibuk dengan pekerjaan menjadi salah satu alasan dalam meninggalkan kewajiban yang diemban. Sehingga tawaran fasilitas dan uang menjadi solusi terbaik bagi anaknya. Berbanding terbalik namun hampir sama terjadi dalam keluarga menengah ke bawah.
Orang tua memberikan tugas berat kepada anaknya untuk membagi waktu antara belajar dan membantu mencari nafkah. Tak jarang juga siswa putus sekolah dan melupakan semua impiannya demi mencari nafkah untuk keluarganya. Minimnya fasilitas belajar yang memadai juga menjadi pemicu anak mengambil keputusan di luar batas umurnya. Dijenjang yang lebih tinggi seperti mahasiswa juga mengalami problem yang sama. Kondisi yang memprihatinkan telah terjadi sebelum pandemi menerjang, bahkan setelah pandemi pun problem bertambah buruk dan semakin menyudutkan masa depan pendidikan.
Minat literasi generasi muda mulai tergerus oleh modernisasi yang didominasi usia produktif. Gadget sudah mendarah daging dikalangan masyarakat dan telah melampaui batas usia pengguna. Jumlah pengguna internet di tahun 2014 sekitar 88 juta orang (Widiartanto). Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet Indonesia atau APJII memaparkan bahwa selang 2 tahun yakni ditahun 2016 mencapai 132,7 juta orang telah menggunakan internet, yang pada saat itu penduduk Indonesia berada diangka 256,2 juta orang sehingga terjadi kenaikan yang signifikan.
Memprihatinkan jika dari sekian banyak pengguna internet tidak memanfaatkan teknologi sebaik mungkin. Rating tertinggi mesin pencarian didominasi oleh budaya luar dan gosip artis masa kini. Selain itu, aplikasi yang paling banyak diunduh yakni tiktok, edit vidio, game dan sebagainya. Tidak ada larangan untuk menggunakan aplikasi tersebut, namun alangkah baiknya diimbangi dengan rasa penasaran akan wawasan yang lebih bermanfaat.
Diberlakukannya PJJ semakin memperburuk kondisi pendidikan, sebab dengan banyaknya waktu luang membuat peserta didik ketagihan bermain gadget. Berkurangnya pengawasan guru serta interaksi dengan teman membuat anak bosan di rumah, akhirnya solusi instan yang diberikan orang tua adalah gadget. Pemberian fasilitas elektronik tanpa disertai pengawasan dari orang tua akan mengakibatkan anak terlalu bebas mencari sesuatu yang mereka temukan dimesin pencarian. Gadget yang semestinya digunakan untuk media belajar selama PJJ akan disalahgunakan untuk hal-hal yang kurng penting.
Problem yang kian hari bertambah seakan mewarnai kehidupan masyarakat. Permasalahan yang diabaikan akan mencapai puncak kegelapan ketika saatnya tiba. Oleh karena itu, perlu adanya perombakan dalam sistem pendidikan di Indonesia. Dengan memperbaiki dari tahap awal yakni input akan dapat mencegah output yang gagal. Proses belajar mengajar harus fleksible artinya belajar tidak harus berada di ruang kelas. Perlu mendesain ulang agar pembelajaran dapat diterapkan dimana saja dan kapan saja setidaknya mempersiapkan solusi untuk kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi kapan saja seperti halnya Covid-19. Bagi generasi muda yang belum terjangkit arus globalisasi hingga ke jurang kegelapan diharapkan mampu menjadi role model bagi masyarakat luas. Inovasi dunia pendidikan perlu ditingkatkan kembali.
Integrasi-interkoneksi antar keilmuan yang dimiliki kaum terdidik sangat penting. Dengan adanya pandemi ini persatuan sangat diperlukan demi mencapai tujuan bersama. Dalam menanggulangi bencana yang sedang melanda, pemerintah telah mengerahkan segala solusi demi rakyat, seperti dalam bidang pendidikan telah diresmikan “Kampus Mengajar”. Kegiatan ini diperuntukkan bagi mahasiswa semester 5 ke atas untuk membantu peserta didik selama masa PJJ masih dilakukan.
Bagi mahasiswa yang belum bisa mengikuti program tersebut dapat melakukannya sendiri dengan mendampingi peserta didik disekitar rumahnya dengan cakupan yang kecil. Inovasi lainnya bisa berupa meminjamkan alat komunikasi berupa gadget, laptop dan tablet sebagai media selama PJJ dilaksanakan. Tak hanya itu, mahasiswa harus memberikan pengetahuannya kepada orang tua siswa agar dapat memahami betapa pentingnya pendidikan keluarga.
Dalam bidang kesehatan mahasiswa dapat bekerja sama untuk menjadi relawan penanganan Covid-19. Mahasiswa yang telah menempuh pendidikan tinggi dapat bekerjasama dengan lembaga kesehatan untuk membantu mencari solusi dari pandemi sesuai bidang keahlian masing-masing. Perekonomian semakin lama akan jatuh dalam jurang paling dalam, untuk itu perlunya inovasi dari mahasiswa jurusan ekonomi dan manajemen untuk membantu memulihkan tombak perekonomian masyarakat. Bagi mahasiswa dengan bidang keahlian sosial humaniora dapat melakukan kegiatan galang dana untuk membantu saudara kita yang terkena bencana serta memberikan pelayanan pemulihan psikis mereka. Teknologi juga memiliki peran besar untuk membangun peradaban yang lebih baik lagi. Mahasiswa jurusan IT dan teknik diharapkan mampu menciptakan inovasi untuk meciptakan sebuah alat yang memiliki efisiensi dan keefektifan tinggi utuk menunjang kegiatan lainnya.
Betapa pentingnya kolaborasi dalam berbagai keilmuan yang saling terkait. Manusia sejatinya merupakan mahkluk sosial di bumi, saling bahu-membahu untuk mewujudkan impian bersama. Waktu terus berputar menemani kisah penghuni bumi yang bervariasi. Pendidikan sebagai kunci dan mahasiswa sebagai role model untuk menuju peradaban yang menjadi impian bangsa. Diharapkan dengan banyaknya alumni pendidikan tinggi yang berkualitas dapat mengubah Indonesia menjadi negara maju. Beragam ilmu pengetahuan yang muncul untuk membantu manusia menemukan jawaban dari misteri dunia yang sebenarnya saling terkait satu sama lain. Tuhan telah menciptakan alam semesta secara sistematis, manusia hanya tinggal mau atau tidak untuk menggali potensi yang telah diberikan.