Mencegah (Kualitas) Pendidikan Kian Landai4 min read

Anak-anak merasa bosan. Mereka jenuh saat pandemi telah memisahkan jarak antara dirinya dengan teman-temannya. Mereka harus berjarak juga dengan guru-guru mereka. Kebiasaan baru bagi anak didik kita seperti menembus ruang psikologi dan merubah gaya belajar mereka. Anak-anak kita seperti mengalami gegar budaya. Mereka mengusir penat dengan tetap berkerumun dan berjumpa dengan teman di desa mereka. Bermain dan menghabiskan waktu bersama ponsel pintar dianggap mampu memberikan hiburan bagi jiwa mereka yang suntuk karena belajar di rumah yang terlalu lama.

Negara-negara lain melakukan langkah cepat untuk mengantisipasi agar pendidikan tidak tertinggal jauh akibat pandemi. Anak-anak tidak boleh melewatkan masa-masa penting mereka tanpa adanya pendidikan. Dalam pendidikan itulah, masa depan mereka menjadi pertaruhan. Di Wuhan Cina, bahkan setelah 76 hari mereka melakukan lockdown, Mei murid di Wuhan sudah mulai berangsur masuk sekolah. Kesiapan membuka sekolah diiringi dengan fasilitas untuk menunjang pembelajaran dengan protokoler kesehatan yang ketat. Di Eropa, pembelajaran dibuka saat kasus korona kian menurun. Begitu pula yang terjadi di Malaysia yang memilih tiga skema untuk membuka kembali sekolah. Ada yang dibuka secara keseluruhan dengan penerapan protokoler kesehatan ketat. Ada yang melalui daring, dan ada pula yang menggunakan mekanisme integrasi antara daring dan offline.

Di negeri kita sendiri, kebijakan pandemi covid-19 dalam dunia pendidikan berjalan agak lambat. Walau begitu, kebijakan pendidikan di masa pandemi sudah dilakukan oleh Kemendikbud untuk mencegah menurunnya kualitas pendidikan kita. Pemerintah di awal-awal pandemi mencoba mensiasati dengan hadirnya program pendidikan jarak jauh melalui siaran televisi TVRI. Di negeri yang sangat majemuk dan jumlah penduduk dan variasinya yang begitu kompleks, amat sulit membuat kebijakan yang serentak dan seragam seperti negara lain. Walau belum optimal, kebijakan pembelajaran jarak jauh dengan menjalin program siaran edukatif bersama TVRI sedikit memberikan alternatif tayangan dan edukasi kepada anak.  

Dalam penanganan suatu masalah yang belum pernah terjadi, negeri kita memang sering kelabakan dan kebingungan. Pendidikan kita tidak dihadapkan pada hadap masalah sebagaimana peringatan Paulo Freire, tokoh pendidikan dari Brasil. Pendidikan kita justru ditujukan pada satu aspek yang pragmatis seperti mencari kerja. Padahal mendidik anak-anak kita menghadapi benturan atau musibah hidup adalah bagian dari manfaat penting pendidikan. Padahal, homosapiens, nenek moyang kita di masa lalu bisa begitu cepat menyesuaikan diri dengan alam karena terlatih menghadapi aneka cuaca dan situasi hidup yang tidak menentu.

Fenomena ini mengingatkan saya pada pemikiran Ema Ainun Najib. Emha sudah memprediksi jauh sebelum hal ini terjadi di bukunya Indonesia Bagian dari Desa Saya (2020). Cak Nun memberi satu pernyataan penting berkaitan dengan situasi pendidikan kita yang gagap menghadapi dunia yang serba cepat berubah. “Sangat penting juga adalah sikap tak jemu-jemu mempertanyakan kembali sistem pendidikan formal kita. Dari kerangka kurikulumnya, akomodasi guru-gurunya terhadap anak didik, latar masyarakat di mana sekolah tersebut berdomisili, sampai variabel-variabel lain yang sifatnya lokal. Satu ilustrasi umpamanya , bagaimana kepala sekolah atau guru-gurunya selalu berpikir tidak hanya pelaksanaan formal kurikulum, tetapi juga menukik bagaimana potensi kreatif anak didik kita.”

Mentalitas kreatif inilah yang mampu merespon menyikapi dan  merumuskan hal-hal penting dalam keadaan mendesak. Ia tidak takut dengan tekanan dan dekat dengan tantangan. Situasi di pandemi saat ini membutuhkan mentalitas kreatif yang dipupuk dan dikuatkan melalui pendidikan.

Pantaslah Emha memberikan pertanyaan penting : “Siapakah sebenarnya kami ini?, bagaimanakah sebenarnya kami orang-orang tua ini? Seberapa kesiapan kita, yang duduk di sini buat mendidik anak-anaknya?”. Dalam masa pandemi, pertanyaan itu seperti makin relevan. Kita seperti belum siap sebagai orangtua saat sekolah mengembalikan kepada kita untuk mendidik anak kita sendiri.

Terobosan dan Alternatif

Hampir semua negara di dunia terus-menerus memikirkan strategi agar pendidikan di masa pandemi tidak diabaikan. Di negeri kita sendiri, Kemendikbud telah mengadakan kebijakan-kebijakan penting di tahun 2020. Pemerintah telah menghapus UN, menyederhanakan RPP dan mengatur sistem PPDB dengan sistem zonasi. Pandemi menuntut Kemendikbud lebih responsif dan terus berinovasi menyerap masukan dari masyarakat berkaitan dengan kebijakan di masa pandemi.

Pemerintah melalui Kemendikbud telah menerapkan kebijakan pendidikan di masa pandemi. Beberapa program itu diantaranya adalah bantuan kuota internet, kebijakan pembelajaran jarak jauh (PJJ), dan juga penguatan guru dan kepala sekolah. Selain itu, untuk menopang dan menjaga lembaga pendidikan negeri maupun swasta tetap bangkit di masa pandemi, pemerintah telah memberi keleluasaan penggunaan dana BOS untuk menghindari sekolah atau lembaga pendidikan bangkrut karena persoalan minimnya dana.

Di tahun 2021, Kemendikbud telah mencanangkan beberapa program penting untuk menghadapi tantangan pendidikan ke depan. Prioritas program di tahun 2021 sebagaimana dikatakan oleh Mendikbud Nadiem Makarim dalam Siaran Pers no 002/Sipres/A6/1/2021 antara lain pembangunan infrastruktur dan teknologi, penguatan kebijakan, prosedur dan pendanaan, penguatan kepemimpinan masyarakat dan kebudayaan, penguatan kurikulum, pedagogi, dan asesmen. Persoalan pendidikan di masa pandemi adalah penguatan kapasitas dan kompetensi guru. Di tahun 2021 inilah pemerintah berencana untuk melakukan penguatan kompetensi guru kepada 19.624 guru. Dan melalui organisasi penggerak dan guru penggerak sejumlah 20.438 guru. Harapannya dengan pelatihan dan penguatan kompetensi ini, guru bisa menciptakan suasana pendidikan yang disukai anak walaupun tanpa tatap muka.

Kita berharap apa yang dilakukan pemerintah mampu mencegah kualitas pendidikan di negeri ini tak kian landai. Pandemi tidak boleh membuat anak didik kita semakin tak terarah dan terbengkalai. Di sisi lain, orangtua dituntut untuk lebih kreatif mendampingi anak-anaknya belajar di rumah. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like