Fiktif dalam Novel, Nyata di Indonesia3 min read

Pemerintah, mungkin para pembaca ketika mendengar kata pemerintah yang terlintas oleh teman-teman semua adalah sebuah organisasi yang memiliki kewangan khusus untuk mengatur negara dalam segala kebijakan, atau mungkin ketika kalian menanyakan kepada para masyrakat tentang pemerintah mungkin akan beragam jawabanya, ada yang akan menjawab pemerintah  itu adalah presiden atau bisa jadi pemerintah itu adalah DPR tapi itu semua adalah sebuah sudut pandang dari masing-masing orang.

Dalam kali ini saya akan sedikit mengulas tentang sebuah novel yang telah saya baca yaitu Senja di Jakarta karya Muhtar Lubis. Dimana dalam buku itu menjelaskan sebuah sudut pandang tentang sebuah pemerintahan pada masa awal kemerdekan dimana jika di bandingkan dengan keadaan sekarang tidak  jauh beda dengan kondisi yang terjadi saat ini.

Dimana Novel ini menjelaskan secara detail tentang sebuah gambaran-gambaran tentang dinamika politik yang terjadi saat itu, novel ini berawal dari bulan Mei, yang menceritakan dua tokoh yaitu Itam dan Saimun yang dimana dalam novel tersebut di ceritakan sebagai pekerja serabutan yang sedang kelaparan dan tegah asik menikmati sebatang rokok yang dihisap bersama-sama sebagai tanda kebahagia mereka.

Berikutnya cerita berpindah ke Rumah Raden Kaslan, dimana Raden Kaslan adalah pengusaha yang sukses sekaligus anggota partai Indonesia. Raden Kaslan yang sedang berbincang dengan anaknya Suryono yang baru saja pulang dari New York yang tengah gelisah dengan kehidupan barunya akan tinggal di Jakarta.

Tapi kegelisahan Suryono tak lebih besar dengan kegelisahan yang Hasnah rasakan, istri dari  pegawai negeri bernama Sugeng, dimana Hasna sendiri yang sedang hamil anak kedua yang sangat ingin memiliki sebuah rumah sendiri, rumah yang sekarang dirasa sangat tidak nyaman dikarnakan terlalu bising dan terlalu kecil untuk di tempati.

Dalam hal ini tokoh Suryono bagiku sebagai tokoh kunci dalam novel Senja di Jakarta dimana tokoh Suryono ini yang menghubungkan setiap tokoh dalam cerita novel ini. dimana novel ini menjeskan tentang seluk beluk dunia politik pada saat itu tentang wanita, tentang jual beli jabatan, korupsi, hingga pengusaan media masa, yang di gunakan  sebagai alat pencintraan ataupun sebagai alat untuk melawan media oposisi dalam pemerintahan.

Novel ini juga sangat faktual dengan keadaan saat ini, ketika menjadi pegawai yang jujur maka dia  tidak akan mendapatkan apa-apa, dalam hal ini yaitu Sugeng adalah tokoh pegawai yang jujur tapi karna sebuah tekanan dari Hasna istrinya yang ingin memeliki sebuah rumah untuk kelahiran anaknya yang kedua, mau tidak mau dia melakukan korupsi agar bisa membelikan sebuah rumah buat istrinya.

Dalam hal partai, juga sangat nyata ketika partai penguasa yang menang maka semua jabatan funsional yang ada di dalam pemerintahan, itu semua hak partai, posisi jabatan-jabatan penting di isi oleh kader partainya yang bisa di ajak kerjasama dalam segala urusan.

Dalam konteks media juga disini di jelasakan, setiap partai memiliki sebuah media untuk alat pencintraan dan alat perlawanan untuk melawan media opoisi yang selalu menjatuhkan pemerintahan. Mereka berangapan para opoisi ini yang selalu berkoar-koar saja karna ingin memiliki jabatan dalam pemerintahan.

Dalam hal ini mari kita lihat kondisi saat ini dan kondisi pada novel tersebut, pada bulan September 2020 saya di kagetkan dengan sebuah berita tentang “seorang janda muda ngaku jadi objek seks oknum  pejabat pemprov, pernah bersetubuh di hotel hingga mobil”dalam novel tersebut pun juga di jelaskan tentang sebuah hubungan intim para pejabat yang dilakukan di hotel hingga didalam mobil.

Selanjutkan tentang korupsi dimana novel tersebut menjelaskan oknum pejabat yang lari keluar negeri. dimana jalan terbaik ketika mereka akan terkena korupsi mereka akan melarikan diri keluar negeri untuk mengamankan dirinya dan hari ini pun masih terjadi, ketika seseorang melakukan korupsi maka mereka akan kabur keluar negeri, ada beberapa nama yang berhasil kabur keluar negeri, termasuk Harun Masikun yang sampai saat ini belum ditemukan, bahkan Harun Masikun juga meperpanjang daftar buronan kasus korupsi yang kabur keluar negeri. Mungkin gambaran novel Senja di Jakarta sebuah gambaran perpolitik pada masa itu tapi jika di lihat lebih lanjut masih ada kesamaan tentang politik yang terjadi saat ini.

Manusia dari Desa oleh Desa dan untuk Desa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like