Amalan Media Sosial; Pro-Kontra Warga Net.3 min read

Mula-mulanya kita hidup pada era yang cenderung punya kestabilan diri, baik dalam menyikapi “chaos” atau ketidakteraturan pada realitas nyata, ketidakteraturan membuat orang lebih peduli dan sangat responsif terhadap apa yang dialami oleh spesies manusia semesta.

Dalam konsep-konteks kekinian, kita diperhadapkan dengan hegemoni dunia technology yang semakin menggila. Peralihan zaman ke zaman dengan pembaharuan, temuan dari hasil kontstruksi pemikiran manusia mengalami perkembangan kian melaju bak sepetir kilat.

Pada tahun 2002 munculnya jejaring sosial di dunia dimulai dengan “frienster” yang merupakan aplikasi untuk membangun relasi pertemanan di dunia maya dengan cakupan yang luas di seluruh penjuru dunia. Begitu pula dengan “linkendin” yang merupakan situs yang membagikan pengalaman di dunia bisnis dan orientasi pekerjaan. Sesudahnya tahun 2003 ditemukan lagi situs “MySpace” yang berfungsi sebagai bertukar pesan atau chatting, menguggah foto, music dan video di layar profil pemilik account.

Di tahun 2004 facebook ditemukan sebagai manufer demi menukar pesan pribadi, pesan group maupun video. Tidak hanya itu, facebook juga dapat menyediakan permintaan pertemanan dan konfirmasi pertemanan kepada pengguna situs tersebut.

Semakin lajunya zaman yang ditandai dengan kemajuan pemikiran manusia, media sosial lainnya yang berupa; twitter, instagram, whatsAap, line serta media sosial lainnya pun ditemukan.

Melihat dari perkembangan jejaring sosial yang kita nikmati sekarang, tentu punya memiliki asas baik dan buruk, tergantung bagaimana kita selaku pengguna dalam meresponya.

Tidak hanya itu, media sosial merupakan ponsel pintar yang dapat memeberikan kita untuk memudahkan proses kehehidupan bersosial kita dalam kehidupan nyata, semisal; memberikan kabar informasi kepada sanak keluarga, karib kerabat, juga kekasih kita yang jauh, dilihat dari sisi baiknya patut untuk diapresiasi.

Melihat dari sisi yang lain, para pengguna media sosial teramat sering melakukan “public lies”, ini yeng memicu ketidakobjektifan bagi yang melakukan demikian. Seperti Noam Chomsky mengtakan bahwa “kalau hendak mempercayai orang, hendaklah lihat dari apa yang tidak dikatakan, sebab yang dikatakan adalah ketidakjujurannya”.

Media sosial hadir di tengah kita, akan memiliki dampak yang sangat kompleks, baik dari sisi positif dan negatif melabur dalam satu genggaman virtual. Kadang juga memiliki implikasi yang dapat membuat kita gangguan kejiwaan, lantaran kecenderungan berhadap-hadapan dengan (maya) kita.

Akhir-akhir ini, kita seakan dikendalikan oleh situs URL yang bernama facebook, twitter, instagram, whatsAap, line, tik-tok dan sebagainya. Seolah dunia hampa tanpa ketiadaan situs tersebut!.

Media sosial yang pada mulanya sebagai akses untuk memudahkan dari yang jauh ke dekat, justeru mengalami pergesaran yang sangat signifikan, kita tidak menggunakan sebagaimana seharusnya. Lihat saja warga net yang tinggal di perkotaan (masyarakat urban), lebih giat melakukan aktivitasnya di android, dari bangun tidur hingga tidur kembali tidak terlepas dari gengaman hendphonenya, belum lagi kita melihat orang di sekeling kita, justru melakukan interaksi sosial melalui maya lebih aktif dibanding orang yang secara nyata di samping kita, serptia kata Yasraf Amir Pilliang dalam “Syber  Space”.

Kechaosan dalam bersosmed sering kali terjadi, kepekaan sosial kita secara nyata “hampir punah”, kita lebih aktif ekspresikan diri pada account sosmed pribadi kita. Sedih, bahagia, tertawa juga peduli dalam sosmed sudah menjadi hal yang tabu bagi para pengguna warga net, saya pun sering kali melakukan hal demikian.

Walhasil, sejatinya kita bersosmed harusnya bijaksana, untuk tidak membuat unsur yang mengandung SARA, hoax atau semacamnya, dalam bersosmed kita dapat mendapat teman baru, informasi baru, pengetahuan baru demi sebuah pengamalan dalam kehidupan nyata kita, jika tidak, maka kita hanya sebagai pengguna, bukan sebagai penikmat. “Jangan kira dunia maya adalah maya, tetapi dunia maya adalah dunia nyata yang paling nyata”. Ap Lyceum.

Santri di Bagenda Ali Institute

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like