Istilah ideologi pada dasarnya merujuk pada sebuah gagasan ataupun ajaran yang diyakini mampu membawa kebaikan terhadap penganutnya. Kata ideologi jika ditelaah lebih jauh berasal dari kata “idea” dan “logos”. Idea artinya ide atau gagasan sementara logos dapat dimaknai sebagai ilmu atau cara pandang. Secara sederhana ideologi dapat dimaknai sebagai sebuah ilmu tentang gagasan.
Setiap negara memiliki karakter dan kultur yang berbeda antara satu dengan yang lainya sehingga ideologi yang digunakan juga beragam jenisnya. Ideologi sebuah bangsa diyakini mampu mengarahkan sebuah bangsa menuju cita-cita dan tujuan yang jelas karena dengan ideologi sebuah bangsa dapat berjalan dengan baik. Ada negara yang menganut ideologi kapitalisme, liberalisme, komunisme, konservatif, sosialisme, fasisme, dan juga ideologi pancasila. Penulis sangat tertarik mengkaji antara ideologi pancasila dengan ideologi komunis karena kedua ideologi tersebut memiliki kesenjangan seperti halnya langit dan bumi, bagus dan buruk, baik dan jahat ataupun semacamnya yang menunjukkan pertolak belakangan.
Keberadaan ideologi komunis di Indonesia harus diakui telah membawa trauma yang sangat mendalam. Ideologi komunis yang pernah ada dan bahkan secara nyata-nyata diterapkan di Indonesia telah membuat keadaan masyarakat dan negara tidak karuan yang pada akhirnya timbul huru-hara yang membuat situasi kondisi mencekam saat itu.
Sejarah panjang tentang PKI dan terlepas dari polemik yang menyertainya hingga sesuai dengan dinamika dan perubahan yang ada maka telah disepakati jika ideologi bangsa Indonesia adalah ideologi pancasila. Rumusan pancasila dari lembaga PPKI yang kemudian disahkan pada 18 Agustus 1945 adalah ideologi sebagai falsafah bangsa yang telah menjadi consensus nasional. Oleh karena itu rumusan pancasila hasil PPKI 18 Agustus 1945 sebagai putusan final dan merupakan satu kesatuan utuh yang tidak boleh ditafsirkan kembali baik itu ditafsirkan secara lebih luas ataupun sempit.
Tidak ada satupun celah bagi siapapun untuk menginterpretasikan ulang pancasila karena akan menimbulkan pengaburan dan pendegradasian pancasila. Kalau diperhatikan terhadap isu faktual perkembangan ideologi pancasila nampaknya ada potret yang sangat menarik untuk dipelajari. Penulis lebih menyoroti pada bangkitnya gerakan sosial-keumatan yang merespon bocornya isi dari draft RUU HIP ke publik. Bangkitnya gerakan sosial keumatan yang baru-baru ini terjadi nampaknya ibarat membangunkan singa yang tengah tertidur pulas.
Betapa tidak? RUU HIP yang tengah bergulir di tengah publik seolah-olah memiliki kekuatan yang sangat luar biasa karena mampu menggerakkan bangkitnya gerakan sosial keumatan dengan rasa kesadaran kolektif seperjuangan dan sepenanggungan. Tentu hal ini bukan sesuatu yang disikapi secara biasa-biasa saja namun secara logika ada hal yang membuat gerakan sosial keumatan ini tergugah dan bangkit dari tidur pulasnya.
Gerakan sosial keumatan atas polemik RUU HIP yang terjadi saat ini menurut penulis ada sebuah krisis yang terjadi atau dapat dikatakan jika ada sesuatu hal yang berada dalam titik terendah yang mengancam keselamatan bangsa dan negara sehingga perlu dicegah sebelum hal yang ditakutkan akan terjadi secara masif. RUU HIP berkaitan dengan persoalan fundamendal dasar negara di mana banyak kalangan menilai jika ada sebuah upaya untuk mengutak-atik pancasila yang sebetulnya tidak terlalu mendesak untuk dibahas.
Pemerintah dan DPR sebetulnya masih memiliki tugas yang belum selesai dikerjakan misalnya menghadapi pandemi NCoV-19 yang masih merebak, sektor pendidikan, ekonomi, sosial dan sebagainya yang masih berkecamuk tidak karuan. Namun lagi-lagi lembaga legislatif ini nampaknya sudah mulai kangen dengan reaksi organisasi keumatan yang mungkin selama ini mereka nilai telah tertidur dan tidak bisa bangun kembali. RUU HIP telah membuat resah organisasi keumatan yang pada akhirnya timbul kecaman dan ancaman untuk mencabut RUU HIP. MUI misalnya sebagai lembaga dakwah MUI melihat ada sebuah kekhawatiran akan RUU HIP yang dibahas sehingga MUI mengeluarkan maklumat penolakan.
Begitu juga dengan Muhammadiyah dan juga PBNU serta organisasi keumatan lainya. Penulis menyebut secara terang terangan yakni ormas keumatan Muhammadiyah dan NU karena kedua ormas ini merupakan dua ormas keumatan yang terbesar di Indonesia. Muhammadiyah dengan sloganya “Islam Berkemajuan” jika RUU HIP harus dibatalkan karena telah bertentangan secara hukum dan berpotensi menimbulkan perpecahan bangsa yang akhirnya dikeluarkany surat edaran penolakan RUU HIP.
Semenatara Nahdlatul ‘Ulama dengan slogan “Islam Nusantara” juga sependapat jika RUU HIP tidak terlalu mendesak untuk dibahas mengingat situasi saat ini seharusnya difokuskan pada penanganan NCoV-19. Desakan penolakan yang bertubi-tubi ini tentunya lembaga pemerintah dan DPR untuk lebih sensitif terhadap kepentingan umat. Penolakan berbagai kekuatan sosial keumatan nampaknya harus direspon secara lebih cepat agar tidak terjadi peristiwa yang lebih buruk. Penulisf melihat ada beberapa alasan mengapa isu RUU HIP ini mampu membangkitkan geraka sosial keumatan secara nasional dalam menyikapi krisis ideologi yang terjadi saat ini.
Pertama berkaitan dengan persoalan kesadaran kolektif sosial keumatan. Warga negara bangsa telah sepakat jika pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia telah mampu mengintegrasikan kemajemukan bangsa karena pancasila sering disebut sebagai perekat bangsa. Pancasila telah mampu menyatukan perbedaan sehingga dengan keberagaman tersebut justru bukan menjadi alasan untuk memecah belah tetapi justru sebagai kekuatan nasional. Apabila perekat bangsa tersebut akan diotak-atik oleh siapapun maka kesadaran kolektif keumatan tersebut secara alamiah akan muncul karena pancasila dengan lima sila telah menyatu menjadi jati diri manusia Indonesia seutuhnya.
Kedua berkaitan dengan persoalan rasa seperjuangan dan sepenanggungan yang dihadapi umat. Lahirnya pancasila sebagai falsafah bangsa tentu tidak semudah apa yang kita bayangkan. Proses perjalanan sejarah yang panjang bahkan umat mengorbankan pikiran, harta, jiwa, raga, atau bahkan nyawa telah mengantarkan pada pengesahan pada rumusan pancasila 18 Agustus 1945 yang kemuadian menjadi kesepakatan bersama. Rasa trauma yang mendalam yang dihadapi umat untuk menghasilkan pancasila ibarat luka yang mungkin sudah akan kering. Namun RUU HIP menjadi babak baru sebagai celah membuka luka trauma umat. Umat tidak akan mengulang kembali luka yang begitu parah sehingga munculah gerakan sosial keumatan untuk mencegah semua itu terjadi.
Ketiga berkaitan dengan persoalan ideologi negara. Jika sudah menyangkut dengan dasar negara tentu akan menjadi persoalan yang sensitif. Terlebih lagi adanya usaha untuk mengubah tatanan dasar kehidupan bangsa. Umat tidak akan tinggal diam menyikapi hal tersebut terjadi. Pancasila sebagai falsafah bangsa harus dirawat dan diberikan ruang yang cukup sehingga tidak boleh ada celah untuk mendegradasinya. Umat nampaknya telah cerdas jika RUU HIP menjadi sebuah upaya untuk melumpuhkan pancasila sebagai ideologi. Oleh karena itu bangkitnya gerakan sosial keumatan dalam merespon RUU HIP ini sebenarnya sebagai upaya untuk menyelamatkan ideologi pancasila dari siapapun yang telah menghianati negara. Pancasila dibangun atas dasar consensus yang melibatkan lintas umat, suku, dan lainya sehingga dalam negara pancasila tidak dibenarkan jika secara ceroboh dilumpukan begitu saja. Umat tentu akan pasang badan untuk melindungi pancasila dari siapapun yang ditandai dengan munculnya gerakan sosial keumatan yang menggaung di tengah RUU HIP.
Mahasiswa Departemen Ilmu Pemerintahan FISIPOl Universitas Muhammadiyah Yogyakarta