Negeri Ini Bukan Hanya Milik Segelintir Elite Politik5 min read

Benarkah negeri ini milik seluruh rakyat Indonesia? Atau justru negeri ini hanya milik segelintir elite politik? Jika negeri ini milik seluruh rakyat Indonesia, mengapa kesejahteraan tidak merata? Kesenjangan masih saja terjadi? Rakyat kecil banyak yang nelangsa dan sengsara menanti sejahtera. Para elite politik yang duduk manis di Senayan malah duduk santai, bukannya mereka adalah wakil rakyat yang mengaspirasikan kepentingan rakyat. Dewan perwakilan yang terhormat bisa makan enak, tidur enak, sementara rakyat hanya bisa menggigit jari.

Penyakit kebanyakan para elite politik adalah mereka terlalu membanggakan kastanya atau trahnya, istilahnya mendompleng nama leluhurnya tanpa menunjukan kualitas dirinya sendiri. Anehnya lagi rakyat seakan patuh dan tunduk kepada mereka tanpa berani mengkritik. Negeri ini adalah milik seluruh rakyat Indonesia, para pemuda harus berani untuk membuat perubahan dan membangun negeri ini, sejatinya kualitas seseorang bukan ditentukan dari leluhurnya tetapi dari dalam individunya.

Para elite politik turun kejalan hanya ketika ada pesta demokrasi dan masa reses anggota dewan, saat itu banyak hal yang mereka lakukan berbagi baju dan sembako yang berlambang partai mereka, seolah-olah menunjukkan mereka peduli dengan nasib rakyat, janji-janji mereka utarakan dengan penuh keyakinan, politik uang pun seolah-olah hal yang lumrah di negeri ini. Ketika pesta demokrasi atau masa resses berakhir maka negeri ini sepi kembali, para elite politik kembali duduk manis dengan nyaman di Senayan. Mereka melupakan janji-janji yang mereka suarakan saat kampanye dulu, blusukan selepas masa kampanye pun tidak pernah dilakukan.

Seolah olah para elite politik peduli nasib rakyat tetapi pada faktanya itu hanyalah sebuah pencitraan. Kebijakan yang mereka buat pun tanpa mendengar suara hati kita sebagai rakyat Indonesia, tanpa melihat nasib kita. Tetapi hanya melihat nasib mereka sendiri, golongan nya, dan partainya sendiri.

Wahai elite politik gunakanlah hatimu, rasa kemanusiaan pada diri kalian, jangan gunakanlah nafsu kalian, bukanya kepemimpinan kalian kelak akan dimintai pertanggung jawaban oleh Tuhan yang Mahakuasa, apakah kalian tidak takut atau jangan-jangan kalian sudah tidak ada lagi rasa takut lagi, atau rasa takut itu akan muncul ketika ajal sudah hendak menjemput.

Yang membuat Saya semakin yakin bahwa negeri ini adalah milik segelintir elite politik adalah bagaimana hukum di Indonesia yang tebang pilih, tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas. Mereka yang mencuri uang rakyat dihukum lebih ringan sedangkan yang mencuri sandal dihukum dengan berat bahkan menderita “bogeman” disekujur wajah. Hal terbalik para koruptor tersenyum dengan bangga menggunakan rompi oranye, mendapat fasilitas mewah layaknya hotel berbintang di tahanan sedangkan para kawula cilik mereka harus meringkuk dan saling berbagi ruang di dinginnya jeruji besi.

Kita pasti mengenal Tommy Soeharto alias Hutomo Mandala Putra, Dia terlibat pembunuhan Hakim Syafiuddin (2001), pada tanggal 26 Juli 2001, Hakim Agung Syafiuddin tewas ditembak. Pada tanggal 7 Agustus, 2 minggu kemudian polisi menangkap Mulawarman dan Noval Hadad, menetapkan mereka sebagai tersangka. Mereka mengaku membunuh Syafiuddin atas perintah Tommy Soeharto, hampir dua bulan dia menjadi buronan polisi. Pada tanggal 28 November 2001 Tommy Soeharto berhasil di tangkap di Pondok Indah Jakarta Selatan. Pada Juli 2002 Dia divonis 10 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Tommy yang mestinya bebas pada 2010, bisa menghirup udara segar pada 1 November 2006, karena sejumlah pemotongan masa tahanan. Hal ini adalah salah satu bukti bahwa hukum Di Indonesia tebang pilih, hanya tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas.

Kita sebagai rakyat harus belajar dari sejarah perjuangan bangsa ini, bangsa ini terlahir bukan tanpa sebab, bangsa ini lahir dari tetes keringat dan darah, entah tak terhitung jumlahnya nyawa yang gugur dalam perjuangan bangsa ini, banyak yang tak dikenal namanya. Tetapi perjuangan mereka ikhlas demi Ibu Pertiwi. Perbuatan jahat yang dilakukan oleh para elite politik seperti korupsi adalah sebuah penghianatan terhadap bangsa ini.

Oleh karena itu jangan sampai kita khianati perjuangan, jasa, dan pengorbanan mereka, wujud perjuangan pada saat ini bukan dengan mengangkat bambu rucing tetapi adalah mengisi kemerdekan ini, membangun bangsa ini dengan berbagai macam hal-hal yang positif. Jangan sampai kita terpecah belah oleh pihak lainnya, bersatu kita teguh bercerai kita runtuh.

Itulah yang harus kita ingat sebagai rakyat baik yang menjadi Presiden, Menteri, Gubernur, Bupati, Polisi, Tentara, Jaksa, Pengacara, Mahasiswa, Para wakil rakyat, pokoknya seluruh elemen bangsa ini. Jangan hianati perjuangan dan cita-cita suci bangsa ini, mari kita bangun bangsa ini dengan penuh rasa tanggung jawab dan amanah. Kita semua harus sadar bahwa negeri ini bukan hanya milik segelintir elite politik tetapi adalah milik seluruh rakyat Indonesia.

Masalah-masalah yang terjadi di Indonesia sudah terjadi sejak lama, sudah 7 presiden kita alami, sudah 74 tahun kita merdeka. Permasalahan itu-itu saja, kemiskinan, pendidikan, korupsi, kolusi, dan nepotisme masih tumbuh subur di Indonesia. Kesenjangan daerah begitu terasa, sulitnya mencari penghidupan di negeri sendiri, banyaknya terjadi pengangguran, tingginya kesenjangan.

Yang juga perlu disoroti adalah bagaimana sistem pendidikan di Indonesia yang sangat diskriminatif, tidak semua pemuda/i bisa menikmati akses  pendidikan, tidak semua bisa menikmati akses pendidikan di perguruan tinggi, dan bagaimana sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang diterapkan oleh perguruan tinggi, UKT yang semestinya membuka akses bagi semua orang untuk menikmati bangku kuliah dengan skema subsidi silang. Tetapi pada kenyataannya malah menghilangkan peran negara untuk bertanggung jawab terhadap pendidikan yang kemudian banyak menimbulkan masalah.

Dan para pemimpin pemerintahan di Indonesia harus berfikir bahwa mereka adalah pelayan rakyat yaitu mereka dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, dan yang pasti harus mempunyai integritas dan moralitas.

Kita lihat pada masa orde baru bagaimana korupsi, kolusi, nepotisme merajalela. Para menteri berasal dari orang-orang dekat Soeharto, kecurangan pemilu di mana-mana, Golkar mendominasi parlemen. Soeharto menjadi super power pada waktu itu, kebebasan berpendapat dan kebebasan pers direnggut paksa, banyak terjadi penculikan para aktivis-aktivis  yang diculik dan dibunuh yang sampai saat ini belum ditemukan keberadaanya seperti Widji Thukul dan masih banyak lagi. Kita juga pasti mengenal Pramoedya Ananta Toer sastrawan terbaik Indonesia yang menghasilkan karya fenomenal yakni Tetralogi Pulau Buru, dia menghasilkan empat novel yang membahas sejarah Indonesia sebelum kemerdekaan salah satunya Bumi Manusia, tetapi kemudian Pramoedya Ananta Toer dihukum dan di penjara tanpa pengadilan, dan kasus petrus atau penembak misterius yang tidak sedikit menelan korban.

Apakah keburukan di Indonesia bisa hilang? Apakah catatan kelam yang dialami bangsa Indonsia bisa tidak terulang lagi? Apakah kemiskinan ini bisa hilang? Apakah korupsi kolusi dan nepotisme bisa musnah dari tanah air ini? Apakah kita semua bisa menjadi bangsa yang bermoral dan berdiri di atas kaki sendiri?

Memang semuanya sulit dilakukan tetapi tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini asalkan kita semua berusaha dan bersama tanpa membedakan suku bangsa budaya dan agama serta gotong royong membangun negeri ini dengan sekuat tenaga. Menghapus berbagai bentuk diskriminasi baik itu diskriminasi politik, diskriminasi pendidikan, dan semua bentuk diskriminasi lainnya yang ada di Indonesia.

Malik lahir pada tanggal 14 Desember 2001 di Tegal, Jawa Tengah, hobi membaca, menulis, berpetualang, menggombal, pintar dalam segala hal namun kurang pintar dalam soal percintaan

One thought on “Negeri Ini Bukan Hanya Milik Segelintir Elite Politik

  • Cotonya adalah dengan kita melihat bagaimana pertarungan yang sangat keras pada sisi elit politik ketika kompetisi elektoral dalam Pilpres maupun Pilgub dan sebagainya. Pertarungan elit ini, kemudian membuat publik terpolarisasi secara tajam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like