Persaingan Politik Bukan Hal Yang Baru Di Negeri Ini5 min read

Persaingan politik, berebut kekuasaan bukanlah hal baru yang terjadi di Indonesia, istilahnya bukan anak kemarin sore. Tetapi jauh sebelum Republik Indonesia di proklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Ketika masa penjajahan bangsa asing, khususnya Belanda. Dalam hal ini Belanda memanfaatkan persaingan politik untuk mengadu domba dengan isatilah politik devie et impera. Antar pemimpin saling bersiteru sehingga terjadi peperangan yang pada akhirnya Belanda diuntungkan. Sebagai contoh perjanjian bongaya antara Sultan Hasanudin dengan Aru Palaka, perjanjian giyanti yang menyebabkan kerajaan mataram islam terpecah belah, dan masih banyak lagi.

Jadi jangan heran apabila sering terjadi pergolakan politik di Indonesia, bahkan pada masa kerajaan-kerajaan di Nusantara dahulu. Mari kita pelajari sejarah negeri ini, runtuhnya kerajaan Kediri misalnya sebagai akibat dari persaingan politik dengan Tumapel yang dipimpin oleh Ken Arok yang sebelumnya telah membunuh Tunggul Ametung dengan menggunakan keris dari Empu Gandring. Setelah berhasil menjatuhkan Kerjaan Kediri Ken Arok kemudian mendirikan Kerajaan Singasari. Begitupun dengan Kerajaan Singasari runtuh akibat serangan dari Jayakatwang yang berhasil membunuh Kertanegara. Jadi dari catatan sejarah tersebut dapat tergambarkan bahwa nenek moyang kita itu ahli dalam siasat politik.

Raden Wijaya berhasil mendirikan Kerajaan Majapahit juga dengan siasat politik, memanfaatkan pasukan mongol untuk mengalahkan Jayakatwang, kemudian setelah Jayakatwang berhasil ditaklukan pasukan mongol. Raden Wijaya berhasil menyerang balik pasukan mongol. Dan Raden Wijaya berhasil mendirikan kerajaan Majapahit, setelah Raden Wijaya wafat kemudian digantikan oleh Kalagemet atau Jayanegara, pada masa ini lah banyak terjadi pemberontakan seperti pemberontakan Lembu Sora, pemberontakan Nambi, Pemberontakan Semi, dan Pemberontakan Kuti. Setelah Jayanegara wafat digantikan oleh Tribhuwana Wijayatunggadewi, kemudian dilanjutkan oleh Hayam Wuruk, pada masa ini lah Majapahit berada pada puncak kejayaannya deng Gajah Mada sebagai patihnya.

Persaingan politik terus terjadi setelah kemangkatan Patih Gajah Mada akibat peristiwa Bubat. Yang membuat Patih Gajah Mada menyingkir dari pemerintahan dikabarkan moksa, membuat Prabu Hayam Wuruk kehilangan orang terkuatnya. Terlebih setelah Prabu Hayam Wuruk meninggal. Persaingan politik dan perebutan kekuasaan terus mengrogoti Kerajaan yang berhasil menyatukan Nusantara yang dikenal dengan sumpah palapa ini. Yah perang Pregreng, perang saudara untuk memperebutkan takhta Majapahit antara Wikramawardhana dan Wirabhumi. Kemudian Wikramawardhana berhasil menduduki takhta kerajaaan Majapahit. Persaingan politik yang bedarah-darah membuat kerajaan ini tidak seluas saat pemerintahan Prabu Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada. Raja Majapahit yang terakhir ialah Grindrawardhana Dyah Ranawijaya. Runtuhnya Kerajaan Majapahit pada tahun 1400 saka (1478 M) yang dijelaskan dalam Chandra Sengkalayang yang berbunyi, “Sirna ilang Kertaning-Bhumi” dengan adanya peristiwa perang saudara antara Dyah Ranawijaya dan Bhre Kahuripan. Selain itu, keruntuhan Majapahit disebabkan karena serangan dari Kerajaan Islam Demak.

Pada Kerajaan Islam Demak pun persaingan politik yang mengakibatkna konflik berkepeanjangan pun masih terjadi. Peristiwa pembunuhan menjadi pangkal persengketaan di Kerajaan Demak. Sebelum  Sultan Trenggono dilantik menjadi raja Demak Ke III terjadi persitiwa pembunuhan Pangeran Sekar Seda Lepen ayah Arya Panangsang oleh Sunan Prawaoto. Setelah wafatnya Sultan Trenggono, Sunan Prawaoto yang merupakan putra Sultan Trenggono naik tahata menjadi Raja Demak ke IV, membuat Arya Panangsang yang merasa berhak menduduki kerajaan Demak membunuh Sunan Prawaoto.

Arya Panangsang sendiri berhasil di bunuh oleh Sutawijaya anak angkat Jaka Tingkir. Sehingga pusat pemerintahan di Demak di pindah ke Pajang, menjadi kerajaan Pajang. Sepeninggal Jakak Tingkir pun kemelut persaingan politik masih terjadi  antara putra dan menantunya yaitu Pangeran Benawa dan Arya Panggri, dan pada akhirnya Pajang menjadi negeri bawahan Kerajaan Mataram Islam yang didirikan oleh Sutawijaya atau Panembahan Senopati. Dan masih banyak lagi persaingan politik yang terjadi di catatan sejarah Nusantara.

Inilah yang menyebabkan bangsa Belanda menjajah Nusantara beratus-ratus tahun, memanfaatkan persaingan politik, mengadu domba. Maka dalam hal ini siapa yang paling diuntungkan, Ya jelas penjajah. Rakyat kecil yang sengasara, yang menjadi korban kebiadaban. Pada masa penjajahan Belanda banyak pula para penguasa Nusantara yang menjilat kepada Belanda.

Ya begitulah persaingan politik di Nusantara sudah terjadi sejak lama. Jadi jangan heran apabila negara saat ini ketika telah bernama Indonesia masih saja dipenuh dengan intrik persaingan politik. Persaingan politik membawa dampak negatif, yang paling dirugikan dalam hal ini adalah rakyat kecil, mereka tidak tahu apa-apa. Sejarah mengatakan bahwa persaingan politik banyak dimanfaatkan oleh kaum penjajah untuk menundukan Nusantara yaitu dengan cara mengadu domba. Sebagai contoh Belanda dalam menaklukan Aceh mengadu domba kalangan Teuku (bangsawan) dan Tengku (ulama). Begitu juga dengan kerajaaan Mataram Islam akibat campur tangan Belanda, Kerajaan Mataram Islam terpecah menjadi empat kerajaan kecil yaitu Yogyakarta, Pakualaman, Surakarta, dan Mangkunegaraan.

Setelah Indonesia merdeka pun persaingan politik masih terjadi dikalangan elite politiknya. Misalnya adalah Pemberontakan NII atau Darul Islam yang dipimpin oleh S.M Kartosuwiryo dengan tujuan mendirikan nagara Indonesia dengan dasar Islam. Ketika mudanya Kartosuwiryo satu guru dengan Soekarno sang Bapak Proklamator pendiri Partai Nasioanal Indonesia dan juga Semaun yang merupakan Tokoh Partai Komunis Indonesia yang pertama, ketiganya berguru sekaligus kost di rumah H.O.S Tjokroaminoto.

Pemberontakan NII pun dapat dipadamkan, membutuhkan waktu yang lama, karena pemberontakan ini hampir terjadi di seluruh wilayah Indonesia seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan. Kartosuwiryo sendiri berhasil ditangkap dan kemudian dihukum mati. Bukan hanya pemberontakan NII saja tetapi juga banyak lagi. Seperti pemberontakan PKI yang dipimpin oleh Muso pada tahun 1948.

Pada masa itu juga banyak terjadi pergolakan di daerah yang dimanfaatkan oleh pihak asing seperti pemberontakan PRRI dan Permesta. Puncaknya pemberontakan yang terjadi di Indonesia pada tahun 1965 yang kita kenal dengan penghianatan Gerakan 30 September PKI, beruntung pemeberontakan ini berhasil dipadamkan. Setelah adanya peristiwa ini Soekarno lengser, kemudian kekuasaan diambil oleh Soeharto berbekal surat sakti yang dikenal dengan nama Supersemar, surah perintah sebelas maret, surat ini pun banyak menimbulkan kontroversi hingga saat ini.

Pemerintahan Soeharto dikenal dengan nama orde baru, pemerintahan orde baru ini banyak menimbulkan kontroversi di mana Soeharto berhasil membangun kejayaan dinasti politiknya, pelanggaran HAM banyak terjadi, kebebasan berpendapat dibungkam, Korupsi Kolusi dan Nepotisme merajalela, pemerintahan orde baru tidak bisa di kritik. Akhirnya setalah 32 tahun berkuasa, Soeharto mengundurkan diri setalah terjadi demonstrai besar-besaran oleh rakyat dan mahasiswa. Bahkan setelah reformasi pun persaingan politik masih terjadi di antara kalangan elite politiknya mengakibatkan rakyat yang tidak tahu apa apa terombang-ambing di pusaran politik. Hal itulah yang mengakibatkan bangsa ini sulit menjadi bangsa yang maju, semua ingin menjadi “Raja”. Oleh karena itu marilah kita hilangkan ego pribadi setiap individu, ego kelompok. Apalagi negara ini sedang dilanada wabah pandemi Covid-19, jangan malah menjadikan wabah ini sebagai panggung politik bagi elite yang penuh intrik.

Malik lahir pada tanggal 14 Desember 2001 di Tegal, Jawa Tengah, hobi membaca, menulis, berpetualang, menggombal, pintar dalam segala hal namun kurang pintar dalam soal percintaan

2 thoughts on “Persaingan Politik Bukan Hal Yang Baru Di Negeri Ini

  • Persaingan Politik tak bisa lepas dari hidup kita. karna dalam setiap momen suka dan duka pasti ada politik yang berperan dan mengambil peran pasca dan pra suka duka itu terjadi.

  • Dalam berpolitik sangat diperlukan adanya persaingan, sebagai upaya pencarian jati diri politik yang sehat dan benar. Persaingan berpolitik memberi energi positif bagi lawannya dalam melihat peluang untuk masuk dalam tatanan politik secara sehat, terbuka dan berada dalam naungan etika dan moral yang berlaku dalam politik. Jika seandainya ada kalangan yang kurang sehat dalam berpolitik, semisalnya mengintimidasi lawan politik dengan cacian atau kata2 kotor, bukan tidak mungkin dia mengalami krisis identitas diri, karena kurangpahamnya terhadap keberberadaan orang lain dalam lawan politik sebagai pelengkap terhadap pengartian politik yang sesuai jalurnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like