Pengesahan UU Minerba: Eksploitasi Untuk Kepentingan Segelintir Elite Politik3 min read

Para baron batubara Indonesia telah memenangkan hampir semua kepentingan yang telah mereka perjuangkan selama empat tahun terakhir. Pemerintah pusat telah mendapatkan kembali kendali penuh atas sumber daya mineral, dengan pemerintah daerah dilucuti sepenuhnya dari wewenang mereka dalam perizinan pertambangan. Ini adalah beberapa revisi penting terhadap Mineral dan Batubara (Minerba) alias UU Minerba, yang disetujui Dewan Perwakilan Rakyat dalam Rapat Paripurna yang digelar Selasa (12/5/2020) untuk segera diberlakukan.

Saya menolak pengembalian otoritas perizinan mineral ke pemerintah pusat, walaupun banyak kasus korupsi yang melibatkan para pemimpin lokal terkait dengan konsesi pertambangan dan kasus-kasus masa lalu menunjukkan bahwa banyak kepala daerah berusaha untuk memeras otoritas perizinan mereka, terutama untuk mengumpulkan dana kampanye Pemilu. Namun kita juga harus melihat alasan reformasi dan munculnya desentralisasi, bagaimana penguasaan secara sentralistik membuat kekayaan nasional, kekayaan daerah telah dieksploitasi untuk kepentingan segelintir elite politik.

Penerima manfaat terbesar tentunya adalah perusahaan-perusahaan yang memegang kontrak penambangan batubara enam atau tujuh generasi pertama yang berakhir dalam tiga tahun ke depan. Perusahaan-perusahaan ini juga paling agresif dalam melobi pemerintah dan DPR tentang revisi UU Pertambangan.

Undang-undang yang direvisi membebaskan mereka dari ketentuan dalam UU Pertambangan 2009 yang mewajibkan mereka mengembalikan konsesi ini kepada pemerintah dengan berakhirnya kontrak. Mereka juga dijamin dua perpanjangan kontrak 10 tahun dan dapat mempertahankan konsesi mereka, yang berkisar dari 30.000 hektar hingga lebih dari 120.000 ha; UU Pertambangan 2009 membatasi konsesi baru hingga 15.000 ha.

Pemerintah menganggap revisi itu mendesak, terlepas dari COVID-19 dan krisis kesehatan masyarakat, sosial dan ekonomi yang menyertainya. Argumen dan alasan utama adalah bahwa penambangan bersifat jangka panjang, dan pemegang kontrak batubara generasi pertama membutuhkan kepastian hukum atas konsesi mereka setidaknya dua tahun sebelum kontrak berakhir, sehingga mereka memiliki waktu yang cukup untuk menyiapkan rencana investasi.

Selain itu, sebagian besar dari pemegang kontrak ini adalah raksasa batubara yang menyumbang hampir 40 persen terhadap output nasional sebesar 600 juta ton per tahun, dan memasok 70 persen kebutuhan listrik PLN untuk batubara. Gangguan produksi pada konsesi mereka karena ketidakpastian hukum juga akan mengganggu pendapatan negara dalam pajak dan royalti pertambangan, dan berpotensi menyebabkan PHK massal.

Saya percaya organisasi masyarakat sipil dan LSM lingkungan akan menentang revisi melalui petisi peninjauan kembali dengan Mahkamah Konstitusi, terutama mengenai perpanjangan kontrak yang dijamin dan ukuran konsesi. Tetapi tinjauan yudisial tidak akan membatalkan hukum secara keseluruhan, hanya ketentuan yang direvisi.

Saya pikir, undang-undang yang direvisi membuat carte blanche untuk perusahaan pertambangan batubara besar karena undang-undang memang menetapkan pengamanan untuk menjaga perusahaan pertambangan. Syarat dan ketentuan administrasi, keuangan, teknis, dan lingkungan yang belum terlalu ketat masih berlaku untuk pemberian izin penambangan batubara 20 tahun, jaminan perpanjangan kontrak dan ukuran konsesi. Meski rincian teknis tentang aturan untuk penegakan hukum akan tetap disempurnakan dalam peraturan presiden dan instruksi menteri. Pemerintah seharusnya berfokus kepada penaganan pandemi Covid-19 bukan dengan mencuri start dalam pengesahan UU Minerba dan menyelesaikan sebagian besar masalah yang menjadi perhatian publik selama ini (Reklamasi, IUP Non CnC, Korban Lubang Tambang, dan Pencemaran Lingkungan) sehingga pengelolaan sumber daya alam akan benar-benar melayani kepentingan rakyat dan berkelanjutan secara sosial, dan lingkungan.

Ditulis oleh: Muhammad Habibi, peneliti Mengeja Indonesia

Buruh negara yang memperhatikan demokrasi, sosial dan ekonomi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like