Tersiram Subur Dinasti Politik di Lahan Gembur Pandemi2 min read

Dinasti politik telah hadir sebagai sebuah fenomena yang berlangsung cukup lama di negara-negara yang menganut sistem Demokrasi. Dinasti politik dinegara berkembang hadir dan dilahirkan dengan pondasi harta dan jejaring kekerabatan, sementara di negara-negara maju dinasti politik lebih condong muncul dengan wajah nama besar para pendahulu atau dapat dikatakan garis keturunan/pertalian darah.

Tahun ini Indonesia kembali menyelenggarakan Pemilihan Kepala Daerah Bupati dan Wakilbupati, Walikota dan Wakil Walikota, Gubernur dan Wakil Gubernur 2020. Agenda awal penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 sedianya akan dilaksanakan pada 23 September 2020, namun karena Wabah Pandemi Covid-19 yang menyerang Indonesia semenjak bulan ke-3 di tahun 2020 menyebabkan munculnya penundaan seluruh tahapan Pilkada Serentak 2020 hingga waktu yang belum ditentukan. Ada beberapa opsi waktu penyelenggaraan Pilkada yang bisa saja diselenggarakan pada bulan Desember akhir tahun 2020 ini atau pertengahan tahun 2021 nantinya, dengan pelaksanaan mempertimbangan perkembangan situasi Bencana Nasional Covid-19.

Pilkada Serentak 2020 diselenggarakan di 270 wilayah di Indonesia yang meliputi 9 Provinsi, 224 Kabupaten, dan 37 Kota. Dengan diumumkannya penundaan Pilkada 2020 sontak gejolak kontestasi politik di daerah pun intensitasnya menurun drastis. Pandemi Covid-19 tidak hanya menyerang kesehatan tubuh manusia namun juga segala lini kehidupan Sosial, Ekonomi, bahkan Politik.

Semua lini kehidupan seperti di restart ulang, kita tidak bisa lagi melakukan interaksi dengan bebas karena harus menjalankan Physical Distancing. Hal ini pula yang menyebabkan banyak dari para kandidat peserta Pilkada 2020 yang tadinya bersiap “berlari” dimasa kampanye dengan berbagai macam strategi yang telah disiapkan bersama tim, kemudian harus “duduk tenang” kembali dirumah masing-masing dan kembali mengatur ulang strategi yang telah ada guna menyesuaikan dengan kondisi pandemi saat ini.

Namun beda hal nya mereka yang merupakan para kandidat Petahana yang jika kita lihat kebanyakan merupakan kandidat-kandidat yang juga berasal dari Keluarga Dinasti Politik di daerahnya masing-masing. Dengan berkedok kepedulian sosial mereka melakukan pemberian bantuan-bantuan sosial kepada masyarakat dengan menggunakan anggaran APBD daerah untuk penanganan warga yang terdampak Pandemi, namun kemudian bantuan tersebut dicitrakan seolah-olah ini merupakan kebaikan sang Petahana dan merupakan wujud kepedulian nyata dari dirinya kepada para konstituen-konstituennya didaerah.

Di satu sisi sah-sah saja memang seorang petahan yang masih menjabat kemudian melakukan pemberian bantuan sosial kepada masyarakat, namun jika dilihat dari sisi muatan politik hal ini sungguh sangat menguntungkan bagi para Petahana dalam persiapannya untuk mempertahankan kekuasaan dan eksistensinya dalam kontestasi politik di Pilkada 2020. Layaknya lahan gembur dan bertumbuh subur jika masyarakat tak cerdas dalam menentukan pilihan maka keberlangsungan sebuah Dinasti Politik di daerah akan tambah subur ditengah situasi Pandemi saat ini. Maka dari itu cerdas dan bijaksana dalam memilih serta tetap kritis terhadap situasi saat ini merupakan kunci untuk pembangunan yang lebih baik di kehidupan “New Normal” mendatang.

Ditulis oleh: Paisal Akbar, peneliti Mengeja Indonesia dan Mahasiswa Pasca Sarjana Magister Ilmu Pemerintahan UMY

Master Government Affairs and Administration, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Salah satu peneliti di Mengeja Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like