Menguak Tabir Cinta Jalaludin Rumi4 min read

Pada dasarnya cinta adalah fitrah yang dititipkan oleh Sang Mahapasti kepada setiap makhuluknya. Entah dalam bentuk apapun, hadirnya selalu membawa cahaya, penerang dan kasih sayang. Akhirnya cinta hanya sebuah titipan dari Tuhan yang diperankan oleh hati manusia dan akhirnya cinta hanya sebuah perasaan yang sewaktu-waktu bisa hilang. Lantas untuk apa manusia selalu berseru bahwa hati adalah pemilik cinta sesungguhnya, sering sekali manusia berseru bahwa hati adalah penguasanya, padahal hati bisa berubah, Tuhan Maha Membolak-balikan hati manusia?

Mengenal Jalaludin Rumi

Jalaludin Rumi merupakan seorang penyair yang berasal dari Persia. Ia lahir pada 30 September 1207. Menjadi seorang penyair tersohor, membuat karya-karya Rumi dikenal hingga ke Amerika Serikat. Selain dikenal sebagai penyair tersohor, Rumi juga dikenal sebagai penyair handal. Bagaimana tidak, karya-karya yang ia ciptakan cukup dikenal oleh berbagai kalangan, hingga puisi yang ia ciptakan dinobatkan sebagai puisi terbaik dan memengaruhi sastra Persia.

Karya-karya Rumi dapat ditandai dengan sentuhan cinta. Ya, ia selalu menandaskan bahwa manusia dapat memahami dunia hanya dengan cinta. Maka tidak heran jika menurutnya, puisi adalah bentuk komunikasi terbaik untuk memperkenalkan dunia. Puisi dalam karya-karya Jalaludin Rumi adalah sebuah karya sastra yang dipoles dengan sentuhan cinta, manakala manusia membacanya akan tertarik untuk memahami dunia. Meski tulisan-tulisannya selalu diawali dengan pernyataan pikiran dan ide.

Cinta Menurut Jalaludin Rumi

Menurut Rumi, cinta adalah apa yang tertulis dihati, seperti apa yang ia katakan bahwa cinta tidak ditulis diatas kertas karena tulisan diatas kertas bisa dihapus, entah dengan penghapus, stipo atau apalah yang kita ketahui. Cinta juga tidak terukir diatas batu, sebab batu bisa pecah. Pernah, kan dengar bahwa lama kelamaan batu yang keras sekalipun akan rapuh saat ditetesi atau tidak sengaja tertetesi air dalam kurun waktu “sering”. Ya, begitulah cinta menurut Rumi. Kemudian ia membuat kesimpulan bahwa cinta adalah apa yang tertulis dihati, karena ia akan menetap dan abadi selamanya. Namun, bukankah hati bisa didonorkan?

Pertanyaan yang bagus. Benar, bahwa hati bisa didonorkan, tetapi yang manusia donorkan adalah bentuk fisik hatinya bukan beserta cintanya. Maka cinta akan selalu ada dalam diri masing-masing jiwa manusia. Entah kawan-kawan sepakat dengan pemikiran ini atau tidak, namun sebagai seorang Filsuf, Rumi tentu memiliki pandangan yang harus kita hargai.

Seperti yang kita ketahui bahwa Jalaludin Rumi lahir pada tahun 1207, sedangkan pada masa itu belum ada sosial media, dunia maya yang mempermudah segalanya, atau segalanya menjadi mudah karenanya. Lantas diera saat ini dengan perkembangan media yang begitu pesat, menciptakan jejak digital dengan cepat, membuat jejak digital menjadi abadi. Akankah pemikiran Rumi masih relevan, bahwa cinta yang abadi adalah cinta di hati, bukankah jejak digital lebih abadi karena semua orang bisa membuktikannya, bahwa si A pernah tampil di story WhatsApp si B pada tanggal sekian, hingga jam sekian. Akankah cinta di media sosial lebih abadi?

Hati Bisa Berubah

Manusia sebagai makhluk hidup yang memiliki pemikiran dan hati, tentu saja dapat berpikir lebih hebat daripada makhluk-makhluk lainnya. Manusia saja bisa berubah, akankah sebuah hati yang merupakan bagian kecil dalam tubuh manusia tidak bisa berubah? Tentu kita semua pernah mendengar bahwa hati mudah dibolak-balikan. Masih sepakat dengan Rumi, katanya cinta sejati adalah yang tertulis dihati, benarkah?

Kesimpulan

Sebagai seorang Filsuf, tentu Jalaludin Rumi berhak merangkai berbagai macam pemikiran-pemikiran kritisnya untuk membantu manusia memandang dunia, dengan cinta. Namun pemikiran-pemikiran itu tentu saja dilandasi oleh alasan-alasan yang mendasarinya. Saat manusia memainkan logikanya maka akan mengetahui bahwa setiap hal yang terjadi ada sebabnya (apa dan mengapa).

Kata Rocky Gerung, logika itu membantu manusia dalam menjernihkan persoalan, sekaligus membersihkan cara berpikir yang penuh dengan kepentingan. Maka tidak heran jika saya tadi merumuskan berbagai kemungkinan yang bertolak belakang dengan pemikiran Rumi, sebab saya juga memiliki alasan dibalik apa yang saya dalilkan.

Maka jika diawal sedari tadi saya bertanya benarkah, benarkah dan sepakatkah dengan pemikiran Jalaludin Rumi, dalam kesimpulan ini saya akan menarik ucapan itu dan menghormati pemikiran kawan-kawan sekalian. Bahwa apa yang kita tandaskan seringkali apa yang kita amini, begitupun apa yang kawan-kawan tandaskan adalah apa yang hendak kawan-kawan amini. Oleh karena itu tidak ada benar ataupun salah, semuanya bergerak karena memiliki alasan yang mendasarinya. Kita tidak bisa menyalahkan seseorang yang lebih menyukai teh, karena kita lebih suka kopi. Orang tersebut tentu saja memiliki alasan tersendiri, alasan yang mendasarinya. Benar kata Rocky Gerung, mari kita gunakan logika untuk meraih kewarasan diri, membebaskan pemikiran diri sendiri maupun orang lain.

Penulis bernama lengkap Sugiati, merupakan seorang mahasiswa dari Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya, Universitas Trunojoyo Madura. Kecintaannya pada dunia tulis telah mengantarkannya memiliki puluhan karya, yang berhasil terbit di website dan menerbitkan dua buku solonya, serta beberapa buku antologi yang ia tulis bersama penulis-penulis terbaik di Indonesia. Baginya menulis adalah rumah, tempat ia pulang saat semesta tidak sedang searah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like