Juche: Filsafat Politik Utama Korea Utara4 min read

Juche, yang juga dikenal sebagai sosialisme ala Korea, adalah sebuah ideologi politik yang unik dan khas, yang pertama kali dirumuskan oleh Kim Il-sung, tokoh penting dalam sejarah Korea Utara dan pendirinya. Konsep ini muncul pada pertengahan abad ke-20, dalam konteks sejarah dan politik yang sangat kompleks, di mana Korea Utara berusaha membangun identitas dan kedaulatan negara yang terpisah dari pengaruh luar, terutama dari negara-negara besar komunis seperti Uni Soviet dan Cina.

Istilah “Juche” sendiri berasal dari gabungan dua karakter dalam bahasa Cina, “Ju” dan “Che”. “Ju” memiliki makna yang mendalam, mengacu pada konsep kepemimpinan, subjektivitas, dan peran aktif individu dalam menentukan nasibnya sendiri. Sedangkan “Che” mengarah pada objek, benda, atau materi, menekankan hubungan antara manusia dan lingkungan alam serta sosialnya. Dalam konteks ini, Juche mengusung ide bahwa manusia adalah pusat dari segala sesuatu, dengan kemampuan dan tanggung jawab untuk membentuk dunia sekitarnya.

Pengembangan ideologi Juche tidak terjadi dalam semalam. Sebaliknya, ia melalui proses evolusi dan penyempurnaan yang panjang, dipengaruhi oleh berbagai faktor baik dalam maupun luar Korea Utara. Di awal pembentukannya, Juche lebih menekankan pada aspek kemandirian dan ketahanan nasional, sebagai reaksi terhadap ketergantungan berlebihan pada negara-negara sosialis besar lainnya. Namun, seiring waktu, Juche berkembang menjadi lebih dari sekadar strategi politik atau ekonomi; ia menjadi filosofi yang menyeluruh, mencakup aspek sosial, budaya, dan bahkan spiritual, membentuk dasar dari identitas nasional Korea Utara.

Salah satu aspek paling menonjol dari Juche adalah penekanannya pada peran sentral pemimpin dalam masyarakat. Dalam pandangan Juche, pemimpin bukan hanya figur politik atau kepala negara, tetapi juga simbol kesatuan dan kekuatan kolektif rakyat. Ini tercermin dalam kultus kepribadian yang intens yang dibangun di sekitar Kim Il-sung dan penerusnya, di mana mereka tidak hanya dihormati sebagai pemimpin politik tetapi juga dianggap sebagai panduan moral dan spiritual bagi masyarakat.

Seiring berjalannya waktu, Juche terus beradaptasi dan berubah, mencerminkan kebutuhan dan tantangan yang dihadapi oleh Korea Utara dalam konteks global yang terus berubah. Meskipun sering dikritik karena isolasionismenya dan implikasinya terhadap hak asasi manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa Juche telah memainkan peran penting dalam membentuk karakteristik unik dari Korea Utara, baik di panggung dunia maupun dalam kehidupan sehari-hari rakyatnya. Melalui prinsip-prinsipnya, Juche menawarkan wawasan tentang bagaimana sebuah negara yang kecil dan terisolasi dapat berusaha mempertahankan kedaulatannya dan identitasnya di tengah tekanan dan pengaruh global.

Filsafat dan Politik

Juche bermula dari pernyataan sederhana Kim tentang kemandirian; secara khusus, Korea Utara tidak lagi bergantung pada Cina, Uni Soviet, atau mitra asing lainnya untuk bantuan. Sepanjang tahun 1950-an, 60-an, dan 70-an, ideologi ini berkembang menjadi serangkaian prinsip yang kompleks yang oleh beberapa orang disebut sebagai agama politik. Kim sendiri menyebutnya sebagai bentuk Konfusianisme yang direformasi.

Sebagai filsafat, Juche mencakup tiga elemen dasar: Alam, Masyarakat, dan Manusia. Manusia mengubah Alam dan merupakan penguasa Masyarakat dan takdirnya sendiri. Inti dinamis dari Juche adalah pemimpin, yang dianggap sebagai pusat masyarakat dan elemen pengarahnya. Dengan demikian, Juche merupakan ide panduan aktivitas rakyat dan pengembangan negara.

Secara resmi, Korea Utara adalah ateis, seperti halnya semua rezim komunis. Kim Il-sung berusaha keras untuk menciptakan kultus personalitas di sekitar pemimpin, di mana penghormatan rakyat terhadapnya menyerupai penyembahan religius. Seiring waktu, ide Juche semakin memainkan peran yang lebih besar dalam kultus religio-politik di sekitar keluarga Kim.

Akar: Berpaling ke Dalam

Kim Il-sung pertama kali menyebutkan Juche pada 28 Desember 1955, dalam pidato yang menentang dogma Soviet. Mentor politik Kim adalah Mao Zedong dan Joseph Stalin, tetapi pidatonya saat itu menandakan bahwa Korea Utara secara sengaja berpaling dari orbit Soviet, dan berpaling ke dalam.

“Untuk melakukan revolusi di Korea kita harus mengenal sejarah dan geografi Korea serta adat istiadat rakyat Korea. Hanya dengan begitu kita bisa mendidik rakyat kita dengan cara yang sesuai untuk mereka dan menanamkan dalam diri mereka cinta yang mendalam untuk tempat asal dan tanah air mereka.” Kim Il-sung, 1955.

Awalnya, Juche terutama adalah pernyataan kebanggaan nasionalis dalam pelayanan revolusi komunis. Namun pada tahun 1965, Kim telah mengembangkan ideologi tersebut menjadi serangkaian tiga prinsip dasar. Pada 14 April tahun itu, dia menguraikan prinsip-prinsip tersebut: kemerdekaan politik (chaju), kemandirian ekonomi (charip), dan kemandirian dalam pertahanan nasional (chawi). Pada tahun 1972, Juche menjadi bagian resmi dari konstitusi Korea Utara.

Kim Jong-Il dan Juche

Pada tahun 1982, putra dan penerus Kim, Kim Jong-il, menulis dokumen berjudul Tentang Ide Juche, yang menguraikan lebih lanjut tentang ideologi tersebut. Dia menulis bahwa implementasi Juche memerlukan rakyat Korea Utara untuk memiliki kemandirian dalam pemikiran dan politik, kemandirian ekonomi, dan kemandirian dalam pertahanan. Kebijakan pemerintah harus mencerminkan kehendak massa, dan metode revolusi harus sesuai dengan situasi negara.

Akhirnya, Kim Jong-il menyatakan bahwa aspek paling penting dari revolusi adalah membentuk dan memobilisasi rakyat sebagai komunis. Dengan kata lain, Juche mengharuskan orang berpikir secara mandiri sambil juga secara paradoks memerlukan mereka untuk memiliki kesetiaan mutlak dan tanpa pertanyaan kepada pemimpin revolusioner. Dengan menggunakan Juche sebagai alat politik dan retorika, keluarga Kim hampir menghapus Karl Marx, Vladimir Lenin, dan Mao Zedong dari kesadaran rakyat Korea Utara. Di dalam Korea Utara, kini tampak seolah-olah semua prinsip komunisme ditemukan secara mandiri oleh Kim Il-sung dan Kim Jong-il.

Mengeja Indonesia adalah sebuah gerakan yang otonom dan nirlaba, mengangkat isu-isu fundamental bangsa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like