Metode Dialektika Hegel4 min read

Dialektika adalah metode dalam berargumen yang sering digunakan dalam filsafat, di mana proses perdebatan terjadi antara dua sisi yang bertentangan. Sebagai contoh klasik, filsuf Yunani kuno, Plato, sering menyajikan argumennya dalam bentuk dialog atau debat, biasanya melibatkan karakter Socrates berdebat dengan orang lain. Dalam dialog ini, lawan bicara Socrates sering kali mengemukakan definisi atau pandangan yang kemudian ditantang oleh Socrates. Perdebatan ini menghasilkan perkembangan pemikiran dari pandangan yang lebih sederhana menjadi lebih kompleks.

Dialektika Hegel, yang diusung oleh filsuf Jerman abad ke-19 G.W.F. Hegel, juga mengandalkan proses kontradiktif ini, namun dengan “sisi yang berlawanan” yang beragam tergantung pada topik pembahasan. Misalnya, dalam logikanya, sisi yang bertentangan bisa berupa definisi konsep logika yang berlawanan. Proses kontradiktif ini memungkinkan evolusi dari definisi atau pandangan yang kurang kompleks menjadi lebih kompleks.

Meskipun Hegel mengakui bahwa dia menggunakan metode yang serupa dengan tradisi yang bermula dari Plato, dia mengkritik pendekatan Plato karena hanya membahas klaim filosofis yang terbatas dan tidak bisa melewati batasan skeptisisme. Hegel percaya bahwa metode dialektiknya, yang sering menghasilkan kontradiksi, adalah ciri khas dari filsafatnya dan dia menggunakannya dalam semua karya utamanya.

Inti dari kritik Hegel terhadap Plato adalah bahwa pendekatan Plato menghasilkan kebenaran yang hanya mendekati dan tidak mencapai tingkat ilmu yang sebenarnya karena tidak bisa melampaui skeptisisme. Dalam karya-karyanya, Hegel mencoba untuk membawa dialektika ini ke level yang lebih tinggi, menciptakan sebuah proses di mana kontradiksi tidak hanya menghasilkan kebingungan, tetapi juga kemajuan dalam pemahaman filosofis. Bagian selanjutnya akan membahas lebih lanjut tentang dialektika Hegel dan topik-topik terkait ini.

Penjelasan Hegel tentang Metode Dialektika

Hegel menjelaskan metode dialektikanya dengan sangat detail dalam bagian pertama dari Ensiklopedia Ilmu Filsafatnya, yang dikenal sebagai Logika Ensiklopedia. Menurut Hegel, logika terdiri dari tiga “momen” atau aspek. Aspek-aspek ini bukan bagian dari logika itu sendiri, tetapi merupakan elemen dari setiap konsep dan segala yang benar secara umum. Momen pertama adalah momen pemahaman, di mana konsep memiliki definisi yang tampak stabil.

Momen kedua, yang disebut momen “dialektikal” atau “rasional negatif”, adalah momen ketidakstabilan. Di momen ini, batasan dalam definisi dari momen pemahaman menjadi jelas, dan definisi yang awalnya tetap tersebut berubah menjadi kebalikannya. Proses ini dijelaskan oleh Hegel sebagai “penghapusan diri”, menggunakan istilah Jerman “aufheben” yang berarti membatalkan dan mempertahankan secara bersamaan.

Momen ketiga, yang disebut “spekulatif” atau “rasional positif”, menyatukan kedua penentuan sebelumnya dan merupakan hasil positif dari perubahan tersebut. Di sini, Hegel menolak argumen tradisional yang mengatakan bahwa kontradiksi dalam premis berarti premis harus dibuang, meninggalkan kekosongan. Baginya, meskipun momen spekulatif meniadakan kontradiksi, ia memiliki definisi khusus karena merupakan hasil dari proses tertentu.

Hegel berpendapat bahwa metode dialektikanya, yang didorong oleh kebutuhan dan tidak memerlukan ide baru dari luar, adalah lebih tinggi daripada dialektika Plato dan mencapai tingkat ilmu yang sebenarnya. Dia menekankan bahwa dalam dialektikanya, tidak ada yang asing diperkenalkan dan semuanya berkembang dari konten itu sendiri, menjadikannya sebuah proses yang koheren dan perlu.

Ketiga, karena penentuan yang lebih baru “menyerap” penentuan sebelumnya, penentuan sebelumnya tidak sepenuhnya dihapus atau dibantah. Sebaliknya, penentuan sebelumnya tetap ada dalam penentuan yang lebih baru, artinya mereka masih berlaku dalam konteks baru tersebut. Misalnya, saat konsep “Keberadaan-untuk-Diri” diperkenalkan, konsep ini menggantikan konsep-konsep sebelumnya tetapi konsep-konsep tersebut tetap berperan dalam mendefinisikan “Keberadaan-untuk-Diri”. Dengan kata lain, konsep yang lebih baru menggantikan yang lama, tapi juga mempertahankan elemen-elemen dari yang lama karena definisinya masih membutuhkan elemen-elemen tersebut.

Keempat, konsep yang lebih baru tidak hanya menentukan tetapi juga melampaui batasan konsep sebelumnya. Penentuan sebelumnya berubah menjadi lawannya karena adanya kelemahan atau batasan dalam definisi mereka sendiri. Setiap penentuan memiliki batasan yang membuatnya berubah menjadi lawannya. Hegel mengatakan bahwa setiap yang terbatas pada dasarnya adalah penyerapan dirinya sendiri. Penentuan yang lebih baru mendefinisikan batasan dari penentuan sebelumnya dan menunjukkan keterbatasannya.

Kelima, karena penentuan dalam momen spekulatif menyatukan dua momen pertama, metode dialektika Hegel menghasilkan konsep yang semakin luas dan universal. Hegel mengatakan, hasil dari proses dialektikal adalah konsep baru yang lebih tinggi dan lebih kaya karena mengandung dan menyatukan konsep-konsep sebelumnya.

Akhirnya, karena proses dialektikal mengarah pada peningkatan luas dan universalitas, ia pada akhirnya menciptakan serangkaian lengkap yang menuju ke “Mutlak”. Dialektika menuju ke “Mutlak”, yang merupakan konsep atau bentuk terakhir dan sepenuhnya mencakup semua konsep atau bentuk yang telah dikembangkan sebelumnya dalam proses tersebut. “Mutlak” tidak terkondisikan karena definisinya mengandung semua kondisi dalam kontennya, dan tidak dikondisikan oleh apa pun di luar dirinya. Ini adalah konsep tertinggi atau bentuk universalitas untuk materi pokok tersebut, mencakup seluruh sistem konseptual untuk materi pokok yang relevan.

Hegel yakin, keseluruhan ciri-ciri ini membuat metode dialektikanya benar-benar bersifat ilmiah. Dia berkata, “dialektika adalah roh yang menggerakkan perkembangan ilmu” (EL-GSH Catatan untuk §81). Dia mengakui bahwa penjelasan tentang metode ini bisa lebih atau kurang lengkap dan rinci, tapi karena kemajuan metode ini hanya didorong oleh topik bahasannya sendiri, metode dialektikal ini dianggap sebagai “metode yang sebenarnya” (SL-M 54; SL-dG 33).

Mengeja Indonesia adalah sebuah gerakan yang otonom dan nirlaba, mengangkat isu-isu fundamental bangsa.

One thought on “Metode Dialektika Hegel

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like