Refleksi dan Emansipasi: Warisan Intelektual Sekolah Frankfurt5 min read

Sekolah Frankfut dikenal sebagai pencetus gerakan pemikiran kritis dalam masyarakat yang mulai menarik perhatian di Jerman, khususnya setelah Perang Dunia II. Tokoh-tokoh penting seperti Horkheimer, Adorno, Fromm, dan Habermas menjadi bagian dari kelompok ini. Di antara mereka, Horkheimer memainkan peran penting dengan teorisinya tentang rasionalitas manusia yang berpotensi menjadi ancaman. Dia juga mengemukakan bahwa upaya manusia untuk membangun sistem rasional justru bisa menjerumuskan mereka ke dalam belenggu moral yang merusak.

Sejarah Sekolah Frankfut

Sekolah Frankfut berakar pada pemikiran neo-Marxis, namun akhirnya dianggap menyimpang dari Marxisme tradisional karena merevisi gagasan Marx tentang ide dan rasionalitas manusia. Ini mempengaruhi cara mereka mengkritik norma-norma moral masyarakat. Dibangun oleh Felix Weil dengan tujuan mengumpulkan intelektual untuk membahas ide-ide Marxian terkait isu-isu masyarakat modern. Institusi ini, yang bermula di Frankfurt am Main, terpaksa pindah ke Amerika Serikat karena perang, namun banyak anggotanya yang kembali ke Jerman pada tahun 1950 untuk melanjutkan pembahasan ide-ide Marxian sesuai dengan konteks zaman baru.

Kehadiran Sekolah Frankfut bertepatan dengan kembali menguatnya kapitalisme monopoli. Perusahaan besar muncul kembali, mengambil alih usaha kecil. Fenomena ini langsung mempengaruhi dinamika sosial dan interaksi masyarakat. Bank juga memainkan peran yang lebih penting dari sebelumnya, mengontrol perusahaan bahkan negara, sehingga Sekolah Frankfut menyebut era ini sebagai kapitalisme otoriter.

Awalnya, mereka beranggapan bahwa nasionalisme negara muncul dari kesadaran proletar untuk membangun kehidupan bersama, namun ini berkembang menjadi dominasi negara yang fasis, berkolaborasi dengan perusahaan besar untuk mendominasi struktur negara. Ide ini mendapat banyak kritik, namun penting untuk memahami bangunan intelektual yang membentuk kesimpulan mereka, yang tidak terlepas dari pengaruh Kant, Hegel, Marx, dan Freud.

Filosofi Sekolah Frankfut juga dipengaruhi oleh kritik Kant terhadap subjektivitas, namun mereka menilai Kant telah membentuk konsepnya secara ahistoris. Mereka mengisi kekosongan dalam pemikiran Kant dengan pemikiran Hegel, Marx, dan Freud. Hegel khususnya, memberikan perspektif baru dengan menolak pemisahan antara subjek dan objek, menekankan pada realisasi diri manusia melalui dialektika.

Kemudian, pemikiran Marx diadopsi untuk mengembangkan filosofi praktis baru yang masih mempertahankan dialektika Hegel tapi dalam kerangka materialisme. Sekolah Frankfut menambahkan kritik sosial dan budaya pada analisis ekonomi dan politik Marx, mengakui bahwa masalah manusia tidak hanya terbatas pada ekonomi dan politik.

Pemikiran Freud juga mempengaruhi Sekolah Frankfut, terutama dalam memahami bagaimana psikologi manusia mempengaruhi penerimaan dan perlawanan terhadap norma dan lingkungan. Mereka melihat psikoanalisis sebagai cara untuk memahami bagaimana ideologi berakar dari dorongan bawah sadar manusia.

Konflik dengan filsafat manusia dan neo-positivisme menjadi poin penting dalam pemikiran Sekolah Frankfut. Mereka menantang positivisme modern dengan menganggap manusia sebagai makhluk rasional yang berkepribadian, dan mengkritik reduksionisme dalam filsafat manusia yang mengabaikan konteks historis dan sosial.

Teori Tradisional dan Emansipatoris

Dalam kerangka kerja teoritis Sekolah Frankfut, teori emansipatoris menduduki posisi sentral sebagai evolusi dari teori kritis. Tujuan utamanya adalah untuk melepaskan individu dari belenggu struktur sosial yang tidak logis dan menindas, yang sering kali tidak disadari oleh masyarakat. Horkheimer, dalam mengembangkan konsep ini, membedakan secara tajam antara teori tradisional, yang cenderung bersifat netral, statis, dan ahistoris, dengan teori kritis yang dinamis, reflektif, dan berorientasi pada perubahan sosial. Teori tradisional sering kali beroperasi dalam kerangka kerja yang terisolasi dari konteks sosial dan sejarahnya, sehingga menghasilkan pengetahuan yang mungkin valid secara teknis namun steril dalam hal relevansi sosial atau potensi transformatif.

Di sisi lain, teori emansipatoris menantang status quo dengan mengeksplorasi akar masalah sosial dan mempromosikan pemahaman yang lebih mendalam tentang mekanisme penindasan dan dominasi. Ini berusaha untuk tidak hanya menginterpretasikan dunia tetapi juga untuk mengubahnya, dengan memungkinkan individu dan kelompok untuk mengenali dan melampaui batasan yang diberlakukan oleh struktur kekuasaan yang ada. Dengan demikian, teori emansipatoris bertindak sebagai alat pembebasan, mendorong kritisisme terhadap pengetahuan yang diterima dan mengadvokasi perubahan sosial yang progresif.

Dilema Rasionalitas Manusia

Horkheimer mengurai dilema rasionalitas manusia dengan cermat, membedakan antara dua modus utama: rasionalitas subjektif, yang berorientasi pada efisiensi dan pemanfaatan instrumen, dan rasionalitas objektif, yang berkaitan dengan nilai-nilai, tujuan, dan arti dalam konteks yang lebih luas. Rasionalitas subjektif, dalam dominasinya, telah membawa pada efisiensi teknis dan kemajuan ilmiah yang signifikan, tetapi sering kali dengan mengorbankan pemahaman yang lebih mendalam tentang kebutuhan dan tujuan manusia yang lebih otentik. Ini cenderung mereduksi segala sesuatu menjadi sarana untuk mencapai akhir yang spesifik, sering kali ditentukan oleh logika pasar atau kekuasaan institusional, sehingga mengabaikan pertanyaan-pertanyaan etis dan moral yang lebih luas.

Horkheimer berpendapat bahwa ketergantungan yang berlebihan pada rasionalitas subjektif ini mengarah pada dehumanisasi dan pengasingan, di mana individu kehilangan pandangan tentang nilai intrinsik mereka dan menjadi roda gigi dalam mesin sosial-ekonomi yang lebih besar. Dilema ini menunjukkan kebutuhan mendesak untuk mengintegrasikan rasionalitas objektif dalam diskursus sosial dan kebijakan, untuk memastikan bahwa kemajuan teknologi dan efisiensi ekonomi diseimbangkan dengan pertimbangan kemanusiaan, etika, dan keberlanjutan.

Dialektika Rasionalitas

Konsep Horkheimer tentang dialektika rasionalitas mengungkapkan sifat siklik dari upaya manusia untuk memahami dan membentuk dunia mereka. Perjuangan ini karakteristiknya adalah interaksi konstan antara mitos dan rasionalitas, di mana setiap upaya untuk menaklukkan mitos melalui rasionalitas akhirnya melahirkan mitos baru. Ini menyoroti paradoks intrinsik dalam usaha manusia untuk mengejar kepastian dan kontrol total atas lingkungan mereka, yang sering kali menghasilkan konsekuensi yang tidak terduga dan kompleksitas baru.

Dialektika ini mencerminkan dinamika yang lebih luas dalam masyarakat dan sejarah, di mana ideologi, struktur kekuasaan, dan sistem kepercayaan berkembang dan berubah dalam respons terhadap tantangan dan kontradiksi internal. Dengan demikian, usaha manusia untuk menerapkan rasionalitas ke dalam dunia sosial dan alam bukanlah proses linear atau tanpa konflik, tetapi sebaliknya adalah perjalanan yang penuh dengan pertentangan, revisi, dan negosiasi ulang makna dan tujuan.

Sekolah Frankfut, melalui wawasannya tentang dialektika rasionalitas, memberikan kontribusi penting untuk memahami kompleksitas hubungan antara individu, masyarakat, dan kekuasaan. Mereka menekankan pentingnya pemikiran kritis dan reflektif dalam menghadapi struktur kapitalis dan otoriter yang membentuk dunia modern. Dengan demikian, karya mereka mengajak untuk pendekatan yang lebih sadar dan kritis terhadap sosial dan kekuasaan, mendorong dialog yang berkelanjutan tentang cara-cara untuk mencapai masyarakat yang lebih adil, rasional, dan emansipatoris.

Mengeja Indonesia adalah sebuah gerakan yang otonom dan nirlaba, mengangkat isu-isu fundamental bangsa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like