Pancasila, Kedaulatan Rakyat, dan Ekasila3 min read

Menghafal, mengucapkan, dan membaca 5 sila Pancasila memang tentunya adalah perkara yang mudah. Namun memahami dan melaksanakannya secara konsisten bukanlah hal yang mudah, semudah menghafal, mengucapkan, dan membacanya. Setidaknya ada tiga penyebab mengapa pelaksanaan dan pemahaman Pancasila lamban. Pertama, pelanggaran terhadap dasar negara Pancasila justru dilakukan oleh Penguasa sendiri. Terutama sejak era orde baru dengan mengangkangi atau melanggar nilai-nilai kebangsaan, internasionalisme, musyawarah mufakat, Keadilan Sosial, dan Ketuhanan.

Kedua, pemahaman terhadap Pancasila tidak dimaknai secara benar dan terarah, sesuai dengan semangat penggalinya yaitu Bung Karno, sehingga ajaran anti-penindasan dan anti-penghisapan yang ada dalam Pancasila terlucuti. dan Ketiga, Kesejarahan dari Pancasila, sampai saat ini upaya de-sukarnoisasi dalam kesejarahan Pancasila masih saja terjadi. Nama Bung Karno seperti harus dipisahkan dari sejarah cikal bakal dasar negara kita ini. Banyaknya saling klaim siapa yang menemukan kata Pancasila, justru terasa dalam tempo hari ini.

Keadaan negeri ini kian hari kian tidak pasti arahnya. Dan seolah olah yang pasti adalah semakin hancurnya Kesejahteraan Rakyat. Pandemi COVID-19 merusak segalanya. Saat kelanjutan hidup rakyat tidak bisa dijamin, saat kemiskinan makin terus bertambah antara kuantitas dan kualitasnya, saat anak anak tidak bisa menggapai harapannya karena makin sulitnya akses terhadap pendidikan, saat lapangan kerja kian hari kian langka dan menipis, saat kesehatan makin mahal harganya, saat upah buruh tidak bisa naik, saat kehidupan sebagai Tani tidak lagi menjanjikan masa depan yang makmur, saat keadaban kita makin terbelakang lagi, singkatnya bangsa kita berada pada diambang keputusasaan.

Tapi benarkah hancurnya sudah sedemikian pasti dan parah sehingga tidak ada hal hal yang baik, yang dapat dilakukan sebagai penyedia syarat untuk kehidupan yang lebih baik lagi bagi generasi mendatang? Jawabannya hampir pasti.

Pertama sekali kita harus menemukan sumber dari kekacauan tersebut. Seperti diketahui bahwa kedatangan armada VOC ke Nusantara hampir sekitar 500an tahun yang lalu adalah karena urusan perezekian yaitu mencari rempah rempah dan menguasainya. Penjajah Belanda yang dikenal dengan sebutan “Kompeni” atau sama artinya dengan “perusahaan”. Artinya negara yang dibangun kolonial Belanda adalah sebuah negara perusahaan, atau negara milik kaum pemodal. 

Kemudian ketika Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, bangsa ini berupaya mengurus sendiri rezekinya yang dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Kuasa secara Gotong Royong. Bangsa Indonesia berupaya menutup mengalirnya rezeki tersebut ke luar negeri dan mengutamakan untuk kemakmuran rakyat. Dan saat itupun bangsa Indonesia menyatakan bahwa sistem Kapitalisme tidak sesuai untuk diterapkan dinegeri ini. Kapitalisme hanya memperkaya satu kaum dan memiskinkan mayoritas lainnya.

Tetapi upaya pemerintahan Bung Karno setelah Kemerdekan 1945 ini terputus oleh lahirnya rezim fasis orde baru yang dengan segala kebodohan dan kekurangajarannya telah membuka jalan bagi Imperialisme. Imperialisme gaya baru, menyuburkan kapitalisme kroni, sembari menebar teror kepada rakyat yang membuat rakyat apatis terhadap politik. Sehingga dapat dikatakan bahwa keadaan yang buruk sekarang sebagian besarnya merupakan warisan orde baru. Belum lama ini kitapun mengulang kesalahan yang sama seperti awal awal era Orba. yaitu terbitnya Revisi UU No. 4 Tahun 2020 Tentang Minerba dan UU No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja yang betul betul merugikan Rakyat. 

Kini ditengah belitan “negara kompeni” dan produk produknya yang merajalela, rakyat Indonesia harus atau mungkin diharuskan menggali kembali gagasan pemersatu untuk merebut kembali kedaulatannya. 

Dalam pidato Bung Karno yang bersejarah pada 1 Juni 1945, menegaskan bahwa Pancasila disimpulkan menjadi Ekasila akan menjadi gotong royong ROYONG. gotong royong adalah paham yang berakar dalam rakyat Indonesia sejak lebih dari ribuan tahun yang lampau. Gotong royong adalah paham dinamis artinya mampu menyesuaikan pola penerapannya dengan perkembangan zaman. 

Jadi, Gotong Royong tidak sesederhana kerja bakti membersihkan kampung, atau pula membayar iuran JKN-KIS saja, meskipun keduanya bisa digolongkan sebagai salah satu bentuk kecil dari Kegotongroyongan. gotongroyong harus diterapkan dalam skala yang terkecil di kampung-kampung, sampai dengan skala besar pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara. Bahkan mungkin suatu saat nanti bisa diterapkan juga dalam skala internasional.

Didalamnya terkandung model demokrasi partisipatif musyawarah-musyawarah dalam kebijakan, model ekonomi yang berkeadilan sosial dan BERDIKARI, dan memajukan keadaban untuk lahirnya manusia-manusia Indonesia yang baru dan bermartabat. Tentu saja dalam abad milenial dan modern ini Konsep Gotong Royong harus pula diterapkan dengan corak yang modern dan kuat agar tidak konservatif dan ketinggalan zaman.

Share