Jawabannya mungkin tidak. Kita meyakini bahwa segala makhluk di muka bumi tidak ada yang memiliki kesempurnaan sejati; semua pasti memiliki kelemahan. Bahkan yang paling kuat sekalipun. Tidak jarang bahwa titik kelemahan itu berada pada celah-celah yang sederhana, tetapi dapat menjadi jalan kehancuran. Bagi Achille, dari legenda Yunani, titik lemah itu berada pada tumit kakinya—Achille’s heel.
Dikisahkan dulunya bahwa Achille yang dikenal super kuat dan kebal senjata, lahir sebagai bayi yang diramalkan akan berusia pendek. Ibundanya, Thetis, mencari jalan untuk menolak ajal dini yang dikhawatirkan itu. Ia pun membawa Achille ke sungai Styx yang airnya konon mampu memberi kekuatan tubuh dan menolak bala.
Sang bayi dicelupkan ibunya ke dalam air sungai, dengan memegang tumit kakinya. Hanya bagian tumit itu yang tidak tersentuh air mujarab tersebut. Ketika Achille tumbuh dewasa dan memiliki fisik yang sangat kuat dan tak terkalahkan, kecuali pada bagian tumit kaki. Diceritakan bahwa Achille akhirnya terbunuh karena panah beracun yang menusuk tumitnya itu.
Sampai sekarang, kisah tumitnya Achille itu dikenal dan diserap menjadi perbendaharaan bahasa yang menggambarkan titik lemah dari sesuatu yang berkekuatan besar. Dalam strategi perang, misalnya, lawan biasanya berusaha keras untuk mencari Achilles’ heel yang kita miliki. Soalnya, hanya dengan mengeksploitasi titik lemah maka kemenangan atas kekuatan yang bermusuhan dapat dimenangkan. Ahli-ahli strategi menumpahkan energi untuk mencari ‘tumit’ lawan ini, sambil berusaha keras mengamankan ‘tumit’-nya sendiri. Bahkan seluruh kegiatan spionase antar negara pun disibukkan dengan upaya mendapatkan informasi kelemahan-kelemahan lawan.
Kalau diperhatikan secara seksama, kelompok teroris biasanya berusaha keras mengeksploitasi titik lemah kekuatan yang dianggap musuh. Adanya kondisi ketidakberimbangan kekuatan (power asymetric) mengakibatkan kuatnya kebutuhan untuk menghantam pada titik-titik kritis, karena melakukan serangan terbuka pasti akan menanggung kekalahan fatal. Ketika terjadinya serangan teroris di New York, 11 September 2001, para pengamat politik strategis menilai serangan itu ibarat hantaman terhadap tumit Achille-nya Amerika. Seperti diketahui, aksi terorisme itu mengakibatkan banyak korban yang mati dan terluka, dan bahkan sempat menggoncang perekonomian Amerika dan dunia.
Tentu saja Achille’s heel tidak hanya terkait dengan masalah pertempuran. Setiap sesuatu yang besar dan kuat, tetapi memiliki titik lemah yang beresiko, maka titik itu adalah Achille’s heel-nya. Seorang yang sehat, gagah dan pemberani, tetapi ironisnya memiliki fobia cacing, kecoak atau laba-laba, misalnya, itu pun merupakan Achille’s heel-nya. Sebuah perusahaan yang telah sukses, punya banyak pegawai, selalu mencatat profit, tetapi pemiliknya seorang yang suka foya-foya, maka kesinambungan kesuksesan itu akan selalu terancam titik lemah pemborosan di tangan figur puncaknya. Negara besar dan kaya sumber daya alam seperti Indonesia tetapi sampai sekarang pun tak maju-maju dan rakyatnya tetap miskin, ternyata karena dijejali para koruptor yang menjadi Achille’s heel-nya.
Dalam masyarakat kita ada ungkapan, bahwa iman seseorang itu selalu diuji oleh ‘3-ta’ —harta, tahta dan wanita. Kalau ia tak mampu dibujuk dengan harta atau jabatan, boleh jadi ia akan kalah bila disodorkan wanita. Jika wanita dan jabatan tidak menarik baginya, bisa jadi ia akan berubah bila ditawarkan uang yang banyak. Pak Harto yang berkuasa selama 32 tahun di era Orde Baru, ternyata dilemahkan oleh aktivitasi kolusi bisnis anak-anaknya sendiri.
Konon, orang-orang yang menuntut ilmu hitam agar bisa kebal senjata, ternyata selalu memiliki rahasia tertentu yang dapat membatalkan kekebalan itu. Entah itu daun kelor atau peluru perak, tak jelas, tetapi diyakini ada. Bahkan dalam legenda Si Pitung, ada saja yang menceritakan bahwa pendekar Betawi yang ditakuti Belanda itu baru bisa dibunuh karena ditembus peluru emas. Soal kebenaran legenda soal jenis peluru itu memang diragukan, tetapi bahwa sang pendekar selalu berpihak kepada rakyat adalah fakta.
Walaupun berbeda-beda, titik lemah itu selalu ada. Dalam Islam, eksistensi iblis dan syetan pun tak lebih dari upaya sepanjang hayat untuk mengeksploitasi titik lemah keimanan manusia, agar runtuh dan kalah, dan nanti menjadi anggota rombongannya dalam neraka. Setiap kita perlu mewaspadai Achille’s heel ini, karena siapa pun pasti memilikinya. Ia dapat menjadi jalan kehancuran apabila disepelekan.