Gangguan Digital dan Dampak Teknologi Komunikasi5 min read

Sekarang ini, masyarakat di seluruh dunia, dengan usia antara 14 sampai 40 tahun, mengabiskan banyak waktu di media sosial. Banyak orang bertanya-tanya apakah waktu yang digunakan baik untuk kita? Apakah orang yang terhubung secara online lebih baik dari terhubung secara langsung? Atau mereka mengkonsumsi media sosial hanya sekedar menikmati hal-hal sepele dan sejumlah meme-meme dengan mengorbankan banyak waktu bersama orang-orang dekat dan terkasih.

Pertanyaan kritis ini perlu diajukan dan dicarikan jawabannya lantaran media sosial juga mengandung sejumlah unsur negatif, khususnya bagi pengguna anak-anak generasi milenial. Salah seorang Psikolog Sosial dari Amerika, Moira, telah meneliti berbagai dampak internet pada kehidupan orang-orang selama lebih dari satu dekade. Hasilnya, banyak orang tua khawatir terhadap waktu senggang anak-anak yang bahkan telah terkoneksi media sosial di usia 15 tahun. Juga, kekhawatiran dalam menghabiskan waktu terlalu banyak bersama ponsel dan lupa memperhatikan keluarga.

Salah satu cara terpenting dalam mengatasi pergulatan batin kita terhadap berbagai masalah yang mengitari pengguna media sosial adalah dengan mengaji berbagai temuan para peneliti, melakukan perbaikan diri selaku pengguna, dan mengajukan lebih banyak lagi pertanyaan agar kita tetap terus belajar.

Banyak peneliti juga melihat berbagai aspek dari masalah penting ini. Misalnya, Psikologi Sherry Turkle menegaskan bahwa ponsel dan segundang isi di dalamnya, telah mendefinisikan kembali akan arti modernitas. Dalam mengamati para pengguna media sosial di usia remaja, ada temuan penting yang dihasilkan bahwa meningkatnya depresi para remaja banyak terkait dengan penggunaan teknologi.

Temuan-temuan itu tidak selesai sampai di sini. Penelitian Sosiolog Keith Hampton tentang ruang publik menunjukkan bahwa sekarang ini banyak orang menghabiskan lebih banyak waktu di depan umum dengan hanya bermain ponsel dan menghabiskan waktu sendirian, banyak di antara mereka mengabaikan teman secara langsung meski sedang berkumpul dan duduk bersama.

Saya sendiri mengamini sebuah klaim bahwa teknologi benar-benar membuat kita terasa berbeda. Tetapi perasaan berbeda ini tidak didukung penuh oleh berbagai manfaat yang terkandung dalam teknologi-komunikasi, sebagian besar pengguna aktif media sosial justru didukung oleh anekdot-anekdot lucu dan meme-meme apa saja yang menurut mereka menarik, soal politik misalnya, agama, atau sekedar lucu-lucuan.

Kita seharusnya sadar betul bahwa media sosial – katakanlah facebook – merupakan tempat untuk interaksi yang bermakna dengan sejumlah teman dan keluarga. Dan, akan lebih meningkatkan hubungan kita dengan orang-orang terdekat secara offline, bukan malah menjauh dan mengurangi jalinan hubungan. Ini penting, karena kita semua tahu kesehatan mental dan kebahagiaan seseorang sangat bergantung pada kekuatan hubungan komunikasi ini, baik secara online maupun offline.

Di lain hal, kita juga perlu meninjau beberapa penelitian ilmiah terkemuka tentang apa hubungan media sosial dan kesejahteraan. Misalnya dengan mengajukan pertanyaan, apa pendapat para Akademisi? Apakah media sosial baik atau buruk untuk kesejahteraan bersama?

Sisi Negatif

Secara garis besar, ketika seseorang menghabiskan lebih banyak waktu secara pasif dengan mengkonsumsi media sosial (infomasi-membaca), tetapi tidak berinteraksi dengan orang-orang di media itu, maka akan berdampak buruh bagi kesehatan mentalnya.

Sebagai contoh, sebuah uji coba yang dilakukan di Universitas Michigan, para mahasiswa ditugaskan secara acak untuk membaca status dan berbagai informasi yang berseliweran selama sepuluh menit, hasilnya, mereka berada dalam suasana hati yang lebih buruk. Berbeda dengan mahasiswa yang ditugaskan untuk mengirim atau berbicara dengan teman-temannya di facebook.

Sebuah studi dari UC San Diego dan Univeraitas Yale menemukan bahwa orang-orang yang mengklik tautan empat kali lebih banyak daripada rata-rata orang, atau yang menyukai pos dua kali lebih banyak, cenderung memiliki kesehatan mental yang lebih buruk dari yang lainnya. Meski saya kira, penyebabnya agak kurang terukur dan tidak jelas, tetapi penelitian ini penting mengingat media sosial telah banyak mengubah cara kita menjalin komunikasi dengan orang lain dan kelompok tertentu.

Saya sendiri berhipotesis, bahwa memahami orang lain secara online jauh lebih buruk daripada secara offline. Karena, cara pandang kita terhadap orang lain di media sosial, baik menyangkut kehidupan pribadi atau profesinya, dapat menyebabkan perbandingan kelas sosial yang negatif, sebabnya postingan orang lain sering dikurasi terlebih dahulu dan cenderung menyanjung dirinya sendiri. Selain itu, internet, dalam hal ini media sosial, juga membuat banyak orang menjauh dari keterlibatan sosial secara langsung di dunia nyata.

Sisi Positif

Dampak positif yang ada di media sosial barangkali sudah disadari oleh para penggunanya. Misalnya, berinteraksi secara aktif dengan orang-orang, terutama saling berkirim pesan, posting, dan komentar dengan teman-teman dekat, akan mengenang kembali tentang interaksi di masa lalu, sisi ini paling tidak terkait dengan peningkatan kesejahteraan.

Banyak di antara kita tertarik dengan facebook, atau media sejenisnya, karena kemampuan untuk terhubung dengan sanak saudara, teman sekelas dulu, dan rekan bisnis. Tidak heran misalnya, tetap memiliki hubungan dengan teman-teman dekat, orang-orang terkasih, dan tentunya teman baru, membuat kita merasa benar-benar gembira dan memperkuat jalinan rasa kebersamaan.

Penelitian yang dilakukan oleh Robert Kraut di Universitas Carnegie Mellon menemukan bahwa orang yang mengirim dan menerima lebih banyak pesan, komentar di status, dan pos timeline akan meningkatkan sisi positif mentalnya, seperti adanya dukungan sosial yang lebih, terhindar dari depresi, dan rasa kesepian. Efek positif ini bahkan akan lebih menguat ketika seseorang berinteraksi dengan teman dekat secara online.

Jadi tidak cukup hanya sekedar menyiarkan pembaruan status, orang harus berinteraksi satu lawan satu dengan orang lain di jejaring media sosial. Sehingga, interaksi aktif dengan sesama pengguna akan sangat memberikan manfaat positif, khususnya dalam hal perekat sosial yang mensejahterakan.

Saya percaya bahwa di media sosial, penegasan akan diri sendiri akan datang dengan cara mengenang interaksi yang penuh makna dengan orang-orang di masa lalu, melihat foto-foto dan berbagai komentar dari teman-teman, serta merefleksikan postingan masa lalu seseorang, di mana seseorang itu mencoba menampilkan dirinya sendiri kepada dunia.

Penelitian Lebih Lanjut

Banyak orang khawatir tentang bagaimana teknologi mempengaruhi rentang perhatian dan hubungan satu sama lain. Dan, bagaimana teknologi mempengaruhi anak-anak dalam kurun waktu jangka panjang. Ini adalah pertanyan yang sangat penting dan kita semua memiliki banyak hal untuk dipelajari.

Kiranya, kita perlu melakukan berbagai penelitian serius untuk memahami hubungan antara media sosial, perkembangan remaja, dan kesejahteraan. Tujuannya untuk melihat dampak teknologi seluler dan media sosial pada masyarakat. Investigasi untuk lebih memahami gangguan digital dan faktor yang dapat menarik orang menjauh dari interaksi tatap muka juga sangat penting dilakukan. Berbagai masalah seputar gangguan digital memang harus diatasi bersama-sama.

Dalam tulisan ini, saya tidak memiliki semua jawaban dalam hal mengatasi berbagai gangguan digital dan dampaknya pada para penggunanya. Paling tidak, peran penting media sosial yang dapat menyatukan banyak orang, harus benar-benar digunakan dan dikelola secara bijak, berinteraksi secara positif, dan sebisa mungkin hindari kebencian dan konflik.

Akhirnya, kita semua perlu membangun komitmen untuk dapat benar-benar berinteraksi secara sehat di media sosial. Ketimbang berkonflik, lebih baik kita saling mendukung satu sama lain dalam menciptakan kesejahteraan melalui interaksi yang bermakna.

Alumni Pascasarjana Ilmu Filsafat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like